Monday, 27 April 2020

Konservasi Bunga Anggrek - Pengantar

Anggrek adalah kelompok tumbuhan angiospermae yang memiliki kenekaragaman hayati mencapai sekitar 10 persen tanaman bunga di bumi (Cribb et al. 2003; Koopowitz et al. 2003). Mereka memiliki nilai konservasi tinggi karena keanekaragamannya dan karena hubungannya yang kompleks dengan spesies lain (Swarts dan Dixon 2009). Ada sejarah panjang orang mengumpulkan anggrek dari alam liar dan memajangnya di rumah kaca, kebun, dan pertunjukan (Koopowitz et al. 2003).
Anggrek adalah salah satu jenis tanaman yang paling populer, baik sebagai potongan bunga, tanaman yang dijual oleh pembibitan atau tanaman yang dipamerkan di hotel dan tujuan wisata lainnya (Departemen Pertanian AS 2009). Selain kepopulerannya tersebut, Anggrek juga telah dikenal dengan karakterisktik keindahannya. Sehingga wajarlah apabila, anggrek dinobatkan sebagai salah satu bunga yang paling banyak ditetapkan sebagai suatu simbol, logo dan/atau lambang serta berbagai bentuk instrumen pemasaran lainnya.

Anggrek Bulan misalnya, telah ditetapkan menjadi salah satu bunga nasional oleh Bangsa Indonesia, selain bunga Melati Putih dan Bunga Padma Raksasa (Bangkai/ Raflesia Arnoldi). Anggrek bulan ditetapkan sebagai Bunga Nasional melalui Surat Keputusan Presiden (Keppres) No 4 tahun 1993 menetapkan Anggrek Bulan sebagai Puspa Pesona pada tanggal 9 Januari 1993. Bernama latin Phaleonopsis amabilis, anggrek ini tumbuh menempel pada batang atau cabang pohon merupakan salah satu jenis anggrek endemik Indonesia. Adalah Karl Ludwig von Blume (1796 - 1862), seorang ahli botani berdarah Jerman Belanda, ialah sang pemberi nama. Phalaenopsis terdiri dari dua kata Bahasa Yunani, yakni “phalaena” dan “opsis”, yang berarti tampak mirip kupu-kupu. Sementara, amabilis berarti indah dan mempesona. Warnanya yang putih memancarkan keindahan membuat Anggrek Bulan Putih ini, demikian sohor disebut, terpilih sebagai bunga nasional Indonesia.



Sejak awal abad kesembilan belas, pengumpulan anggrek meningkat dan ekspedisi yang didanai khusus dilakukan untuk mengembalikan spesimen 'generasi baru yang langka dan eksotis' untuk kesenangan dan status orang Eropa dan Amerika Utara yang kaya (Koopowitz et al. 2003; Swarts dan Dixon 2009). Keindahan dan kemewahan mereka dipandang sebagai simbol status di kalangan borjuasi negara-negara seperti Inggris, Prancis, Jerman dan Amerika Serikat. Sampai saat ini, ketertarikan untuk melihat, berbicara tentang dan mengumpulkan anggrek tidak berkurang, sebagaimana terlihat dengan adanya ratusan perkumpulan masyarakat anggrek yang ada di seluruh dunia (Australian Orchid Society 2010; British Orchid Council 2010; Kirby 2003).
Secara umum anggrek bisa digolongkan menjadi dua, yaitu epifit dan terresterial. Kategori epifit merupakan jenis anggrek yang tumbuhnya menempel pada tanaman lain, namun tidak bersifat parasit atau merugikan tanaman yang ditumpanginya. Contoh anggrek jenis ini ialah genus Dendrobium, Bulbophyllum, dan Coelogyne. Sedangkan kategori terresterial adalah anggrek yang tumbuhnya di tanah, contohnya ialah genus Spathoglottis, Calanthe, dan Paphiope-dilum.
Merujuk buku berjudul Anggrek Spesies Indonesia, yang diterbitkan oleh Direktorat Pembenihan Hortikultura Kementrian Pertanian Republik Indonesia, sejauh ini setidaknya telah teridentifikasi sekitar 750 famili, 43.000 spesies dan 35.000 varietas hibrida anggrek dari seluruh penjuru dunia.
Indonesia sendiri kurang lebih memiliki 5.000 spesies aggrek. Hanya kalah dari brazil yang memiliki 6000 spesies Anggrek. Di antara jumlah tersebut diketahui merupakan spesies asli Indonesia, baik yang tumbuh di hutan belantara maupun telah dibudidayakan oleh masyarakat. Dari jumlah itu, 986 spesies tersebar di Pulau Jawa; 971 spesies berada di Pulau Sumatra; 113 spesies tumbuh di Kepulauan Maluku; dan sisanya bisa ditemukan di Sulawesi, Irian Jaya, Nusa Tenggara, dan Kalimantan.
Penting dicatat di sini, anggrek spesies adalah istilah untuk merujuk tanaman anggrek yang tumbuh secara alami dan pada umumnya berkembang di ekosistem hutan, serta belum dikawin silangkan secara buatan dengan anggrek jenis lain. Anggrek spesies juga sering disebut angrek hutan merupakan plasma nutfah sebagai sumber keragaman hayati.
Merujuk Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi, terdapat 27 anggrek yang statusnya ditetapkan sebagai dilindungi dari ancaman kepunahan.
Salah satu keunikan Anggrek yang diistilahkan dalam National geographic, yaitu memberikan "iming-iming seks" kepada binatang penyerbuk, seperti lebah dan kupu-kupu. Anggrek cenderung memiliki kemampuan untuk menyesuaikan atau mengelabui binatang yang menjadi penyerbuk. Misalnya Anggrek Masdevallia yang mengeluarkan aroma busuk untuk dapat menarik lalat hinggap di bunganya. Bunga Anggrek Cermin di Kepulauan Sardinia mampu menyerupai lebah betina, sehingga dapat menarik lebah jantan. Aggrek Panama meniru tampilan pangan kegemaran kupu-kupu, sehingga kupu-kupu hinggap pada anggrek.     
Salah satu contoh upaya konservasi anggrek di Indonesia adalah Konservasi Cymbidium hartinahianum, yang merupakan anggrek endemik Tapanuli Utara di Sumatera Utara. Anggrek Tien Soeharto ditemukan tahun 1976 oleh peneliti LIPI, Rusdi E Nasution. Pemberian nama Tien Soeharto sebagai penghargaan kepada Ibu Negara atas upaya pelestarian anggrek di Indonesia. Pemberian nama anggrek Tien Soeharto juga merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan upaya pelestarian anggrek ini di habitatnya (National Geographic September 2009). Namun kenyataanya pelestarian habitat anggrek hartinah mengalami kegagalan.

Sumber :
National Geographic Indonesia Edisi September 2009.
https://indonesia.go.id/ragam/keanekaragaman-hayati/sosial/anggrek-indonesia

Upaya konservasi juga dapat dilihat di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Toni Artaka Kepala Resor Ranu Darungan di Lumajang, Jawa Timur, merupakan inisiator terciptanya Taman Anggrek Ranu Darungan, tempat menangkarkan aneka anggrek hutan TNBTS. Luas taman anggrek yang terletak di Pronojiwo, Lumajang, itu sekitar 3.600 meter persegi. Lokasinya berada di ketinggian 800 meter-1.500 meter di atas permukaan laut. Di taman tersebut hidup ratusan jenis anggrek endemik kawasan TNBTS. Taman yang dibangun tahun 2017 itu sehari-hari dirawat oleh warga Desa yang sebelumnya mereka adalah pemburu anggrek. Kini, mereka penggerak warga untuk menjaga kelestarian anggrek.
Sumber : Kompas.com, (https://www.kompas.id/baca/sosok/2020/11/30/toni-artaka-anggrek-yang-menggerakkan-konservasi-hutan)

Konservasi anggrek secara individual oleh masyarakat juga dilakukan oleh warga asal Kota Batu, Malang. Harian kompas (15 oktober 2020) memberitakan Keluarga Bapak Soerjanto Notodirdjo dan Prof Ir Lita Soetopo, PhD, sebagai pasangan pemulia anggrek. Kebun pembibitan anggrek Soerjanto Orchid tersebut sudah ada sejak tahun 1984 dan menyebarkan kebahagiaan bagi banyak orang dengan anggrek-anggrek indah yang dihasilkan.
Sumber : Kompas.com, (https://www.kompas.id/baca/nusantara/2020/10/15/galeri-foto-memuliakan-anggrek-menyemai-kebahagiaan)

Pada tahun 2017, Tim dosen dan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) khususnya Fakultas Biologi dan Fakultas Pertanian yang diketuai Dr. Endang Semiarti, M.S., M.Sc. yang tergabung dalam Tim ‘Hibah Pengabdian kepada masyarakat berbasis ESD’ untuk melakukan sosialisasi serta pelatihan tentang budidaya anggrek kepada masyarakat di Dusun Banyunganti, Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi D.I.Yogyakarta. Kawasan Kulon Progo memiliki anggrek khas yang belum diketahui oleh masyarakat, yaitu jenis anggrek Dendrobium capra dan Coelogyne speciosa. Kegiatan yang dilakukan di Dusun Banyunganti berjudul “Pemberdayaan Masyarakat Dusun Banyunganti, Desa Jatimulyo, Girimulyo, Kulon Progo, D.I.Yogyakarta Sebagai Usaha Konservasi Anggrek Alam Secara in situ dan ex situ berbasis Education for Sustainable Development (ESD)‘’. Praktek budidaya secara konvensional oleh masyarakat dusun Banyunganti yang didampingi oleh mahasiswa Fakultas Biologi UGM yang tergabung dalam Kelompok Biology Orchid Study Club (BiOSC). Kegiatan ini didanai oleh Universitas Gadjah Mada dengan hibah program Implementasi ESD dalam masyarakat bertema Konservasi Biodiversitas dengan kategori ESD Masyarakat tahun 2017 yang dikelola oleh Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat UGM.
Sumber : Ugm.com, (https://kanalpengetahuan.biologi.ugm.ac.id/2017/09/04/perpaduan-masyarakat-dan-akademisi-dalam-konservasi-anggrek-berbasis-esd-di-dusun-banyunganti-desa-jatimulyo-kec-girimulyo-kulon-progo-d-i-yogyakarta/)

Each year on April 16th, National Orchid Day recognizes one of the world’s diverse and widespread flowering plant families. 

No comments:

Post a Comment