Sunday 28 March 2021

Analisis Permentan ISPO baru

Peraturan menteri pertanian Nomor 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Permentan ISPO) merupakan pengaturan turunan untuk sertifikasi ISPO yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Perpres ISPO).

Anehnya penerbitan Permentan ISPO ini cenderung "MENERABAS" ketentuan yang sebelumnya telah diatur dalam Undang-Undang 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UUCK. Hal tersebut terlihat dalam ketentuan yang terkait "Izin Lingkungan" misalnya, dimana sebelumnya telah direvisi oleh UUCK. Namun tidak diketahui secara jelas, mengapa Permentan ISPO ini lahir tanpa menselaraskan dengan UUCK atau menunggu terbitnya berbagai ketentuan pelaksanaan sebagaimana telah diamanatkan dalam UUCK. 

Definisi Perkebunan Kelapa Sawit dalam Permentan ISPO tersebut, adalah segala kegiatan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan mesin, budi daya, panen, pengolahan, dan pemasaran kelapa sawit. Berdasarkan definisi tersebut, maka pengaturan komoditas perkebunan sawit dimaksud mencakup pengaturan dari HULU dan HILIR. Namun, batasannya adalah, adanya definisi Pelaku Usaha Perkebunan Kelapa Sawit, atau disebut Pelaku Usaha adalah pekebun kelapa sawit dan/ atau perusahaan perkebunan kelapa sawit yang mengelola Usaha Perkebunan Kelapa Sawit. Dengan kata lain menurut definisi tersebut, maka Permentan ISPO hanya mencakup pengaturan dalam ruang lingkup Usaha Perkebunan Kelapa Sawit

Sertifikasi ISPO kepada Perusahaan Perkebunan dan Pekebun dimaksudkan untuk menjamin Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia yang berkelanjutan. Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil) yang selanjutnya disebut ISPO adalah sistem Usaha Perkebunan Kelapa Sawit yang layak ekonomi, layak sosial budaya, dan ramah lingkungan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Ruang lingkup pengaturan dalam Permentan ISPO meliputi: a. prinsip dan kriteria ISPO; b. syarat dan tata cara Sertifikasi ISPO; c. pembinaan dan pengawasan; d. biaya Sertifikasi ISPO dan fasilitasi pendanaan; dan e. sanksi administratif. 

Sertifikasi ISPO berdasarkan Permentan 38 Tahun 2020 secara keseluruhan mengandung 7 Prinsip yang diterapkan secara BERBEDA, yakni 7 prinsip kepada Perusahaan dan 5 Prinsip kepada Pekebun. Prinsip-prinsip tersebut antara lain, yaitu : 

  1. kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; 
  2. penerapan praktik perkebunan yang baik;
  3. pengelolaan lingkungan hidup, sumber daya alam, dan keanekaragaman hayati;
  4. tanggung jawab ketenagakerjaan;
  5. tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat;
  6. penerapan transparansi; dan
  7. peningkatan usaha secara berkelanjutan.

Sertifikasi ISPO diberlakukan secara wajib terhadap  Pelaku Usaha (a. Perusahaan Perkebunan; atau b. Pekebun) Perkebunan Kelapa Sawit, yang terdiri atas: a. usaha budi daya tanaman Perkebunan Kelapa Sawit; b. usaha pengolahan Hasil Perkebunan Kelapa Sawit; dan c. integrasi usaha budi daya tanaman Perkebunan Kelapa Sawit dan usaha pengolahan Hasil Perkebunan Kelapa Sawit. 

Dalam rangka memperoleh sertifikasi wajib ISPO, maka Pelaku usaha perusahaan dan Pekebun wajib mengajukan Permohonan Sertifikasi ISPO kepada Lembaga Sertifikasi ISPO (LS ISPO).


Peraturan menteri pertanian Nomor 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia download di sini


  


Tuesday 23 March 2021

Catatan Terpisah - Konservasi Harimau Sumatera di Indonesia

Bacalah berita di bawah ini secara cermat.

Berita 1 :

Bersama Tommy Winata, Jenderal Gatot melepasliarkan harimau Sumatera

Sabtu, 10 Juni 2017 19:00 (Reporter : Muhammad Sholeh)

Harimau Sumatera bernama Mulli (anak gadis) sempat lama keluar dari kandang kecil yang telah dipersiapkan untuk dilepasliarkan. Akhirnya setelah menunggu beberapa menit Mulli yang baru berusia sekitar dua tahun lima bulan itu keluar dan menuju ke arah hutan belantara.

Pelepasan harimau itu dilakukan setelah tim kesehatan hewan menyatakan anak harimau itu sudah sembuh dan bisa mandiri di alam liar.

Koordinator Konservasi TWNC, Ardi Bayu menyebutkan, dua tahun lalu, TNWC menemukan anak harimau dalam kondisi terluka dan kekurangan gizi, lalu di rawat hingga sembuh dan sehat. Menurutnya, anak harimau yang malang tersebut ditemukan oleh Suwegnyo (40) salah satu pekerja di kawasan konservasi TWNC pada 21 September 2015.

Bayu menjelaskan, Suwegnyo melihat dua ekor harimau dekat pos jaga Muara sekitar pemukiman penduduk di Dusun Pengekahan, Kabupaten Pesisir Barat.

"Sekitar pukul 13.30 WIB, anak harimau menuju semak-semak di depan pos jaga Muara bersama induknya," ujarnya seperti dilansir Antara, Sabtu (10/6).

Kejadian tersebut, lanjutnya, dilaporkan kepada pos TNWC yang berada tak jauh dari loakasi. Bayu menceritakan, setelah diamati kondisi anak harimau tak bergerak karena kondisi yang memprihatinkan.

"Terdapat luka besar di perut dan tercium bau busuk, maka tim mengevakuasi anak harimau itu ke pusat rehabilitasi satwa TNWC," jelas Bayu.

Kawasan konservasi seluas 48 ribu hektare itu dikelola oleh manajemen TWNC di bawah Yayasan Artha Graha Peduli, berkolaborasi dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Lampung dan di bawah bimbingan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat dengan mandat menjaga kelestarian flora dan fauna.


Berita kedua :

Takut Harimau, 500 Warga Minta Pindah

Kompas.com - 27/07/2008, 18:55 WIB

BANDARLAMPUNG, MINGGU - Sekitar 500-an warga yang tinggal di perkampungan di dalam hutan (enclave) Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), di Pengekahan, Pekon Way Haru, Kecamatan Belimbing Bengkunat, Kabupaten Lampung Barat (Lambar) minta dipindahkan. Alasannya, tempat mereka berdekatan dengan hutan tempat pelepasliaran harimau sumatera asal Aceh.

"Mereka sebenarnya sejak lama ingin direlokasi ke tempat lain, dengan tetap memiliki lahan untuk tempat tinggal maupun bertani dan berladang seperti sebelumnya namun pada lokasi yang lebih aman dan akses transportasi lebih baik," kata Bupati Lambar, Mukhlis Basri, di Bandarlampung, Minggu (27/7).

Karena itu, lanjut Mukhlis, Pemda Kabupaten Lambar telah mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kehutanan MS Kaban untuk dapat menyediakan lahan pengganti milik Departemen Kehutanan (Dephut) yang masih dalam lokasi hutan TNBBS tapi berjauhan dengan tempat tinggal sebelumnya serta jauh dari hutan tempat dua harimau telah dilepasliarkan Selasa (22/7) lalu.

Menurut Mukhlis, lahan yang sekarang masih didiami oleh penduduk di kawasan Tampang Belimbing (Tambling) itu sekitar 1.200 hektar, dan jika disetujui Dephut juga harus memberikan lahan dengan luas yang sama.

Menurut Mukhlis, relokasi penduduk itu juga dimaksudkan agar mereka tidak diganggu atau mengganggu keberadaan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) sebanyak dua ekor yang baru dilepasliarkan--dari lima ekor harimau dan satu ekor buaya dibawa (translokasi) dari hutan di Aceh Selatan ke Lampung itu--yang saat ini berada di kawasan dekat tempat tinggal mereka.

Di kawasan hutan di TNBBS itu terdapat dua perkampungan di dalam hutan (enclave) yang telah dihuni warga sejak tahun 1940-an, yaitu enclave Pengekahan dan Bandar Dalam.

Di Dusun Pengekahan, Pekon (Desa) Way Haru, Kecamatan Bengkunat Belimbing dalam areal hutan TNBBS itu, tinggal sedikitnya 164 keluarga (500 jiwa) yang belum dipindahkan.

Bupati Lambar itu juga mengharapkan dukungan pihak ketiga (swasta) serta masyarakat di sana maupun LSM, untuk dapat mendorong menyegerakan pemindahan (relokasi) warga di sekitar areal pelepasliaran harimau asal Aceh itu.

Harapannya adalah masyarakat yang dipindahkan kehidupannya menjadi lebih aman, nyaman dan lebih baik, serta keberadaan harimau maupun satwa liar serta hutan di sekitarnya juga tetap tidak terusik dan menjadi lestari terlindungi. Editor


Berita 3

Dua Harimau Sumatera berhasil dikembalikan ke alam liar

Selasa, 3 Maret 2015 14:03 WIB

Pesisir Barat, Lampung (ANTARA News) - Dua ekor harimau sumatera (Panthera Tigris Sumaterae) telah berhasil dilepasliarkan, Selasa, setelah menjalani masa rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Satwa (PRS) Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) yang terletak di dalam area konservasi alam Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).

Pelepasliaran dua harimau sumatera yang bernama Panti dan Petir, berlangsung cukup lancar dengan disaksikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Selain itu hadir pula Duta Besar Norwegia Stig Ingemar Traavik, Duta Besar Perancis Corrine Breuze dan Mantan Wakil Menteri Dino Patti Djalal.

Pelepasliaran dilakukan di dalam area konservasi alam seluas kurang lebih 50.000 hektar di TNBBS.

Panti yang sebelumnya pernah dilepasliarkan pada 2010 langsung melesat ke hutan tak lama setelah kandangnya dibuka. Hal ini berbeda dengan Petir.

Saat kandang dibuka, Petir berjalan perlahan sambil memantau. Ia lalu menuju ke sebuah pohon dan duduk di bawahnya. Kadang ia mengitari pohon lalu duduk lagi.

Ia bahkan tidak memperdulikan beberapa babi di sekitar yang sudah dipersiapkan.

Proses tersebut berlangsung sekitar 15 menit lalu Petir menghampiri babi didekatnya. Namun, ia hanya mendekatinya lalu memilih pergi ke hutan.

Panti dan Petir merupakan bagian dari sembilan Harimau Sumatera yang direhabilitasi di area Tiger Rescue Center TWNC yang satu persatu dilepasliarkan.

Dokter Hewan Taman Safari Bongot Huaso Mulia mengatakan pelepasliaran harimau berpengaruh besar bagi ekosistem hutan karena berperan menjaga rantai makanan di alam liar.

"Ketika harimau kembali ke alam liar, rantai makanan tidak terputus. Hewan-hewan herbivora sebagai mangsa utamanya terseleksi serta mempengaruhi rumput dan yang terkecil," kata Drh Bongot.

Pelepasliaran ini merupakan pelepasliaran ketiga. Panti merupakan ibu dari Petir yang pernah dilepasliarkan pada tahun 2010.

Panti adalah salah satu dari lima Harimau Sumatera asal Aceh yang ditranslokasi untuk kemudian kondisinya di bawah pengawasan ahli-ahli dan dokter satwa dari Taman Safari Indonesia di dalam area Tiger Rescue Center TWNC.

Pada awal Oktober 2011, Panti terlihat lagi di sekitar PRS TWNC dengan kondisi kaki terluka di bagian telapak kakinya. Tim Keeper TWNC menangkap Panti untuk segera dirawat lukanya.

Setelah sekitar tiga minggu dalam perawatan ternyata Panti sedang hamil dan pada tanggal 26 Oktober 2011 Panti melahirkan tiga ekor anak harimau Bintang, Topan, dan Petir oleh Ibu Ani Bambang Yudhoyono.

Petir merupakan salah satu anak Panti yang kondisinya sudah siap dilepasliarkan. Diusia tiga tahun tiga bulan, pertumbuhan Petir jauh lebih pesat dan sehat dibandingkan dua saudaranya dengan bobot saat ini sekitar 120 kg.

Pelepasliaran pertama dilakukan pada 22 Juli 2008 setelah menjalani rehabilitasi hampir satu bulan. Pangeran dan Agam dilepasliar ke alam bebas untuk melanjutkan hidupnya.

Kemudian, pada 22 Januari 2010, TWNC kembali melepasliar dua ekor Harimau Sumatera, Panti dan Buyung.

TNWC mulai aktif melakukan konservasi flora dan fauna sejak 2007 yang dipercaya sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam mengelola sebagian area konservasi alam seluas kurang lebih 50.000 hektare di Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).

Untuk pelepasliaran kali ini, TWNC yang berada di bawah naungan Yayasan Artha Graha Peduli itu menghabiskan total dana sebesar 11 miliar.(M047)

Pewarta: Monalisa

Editor: Ella Syafputri

COPYRIGHT © ANTARA 2015

Thursday 11 March 2021

Kegiatan oleh Pemerintah tidak wajib Amdal ?? Analisis Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (P4LH)

Amdal atau yang diluar negeri dikenal dengan istilah Environmental impact assessment (EIA) memiliki beragam definisi, antara lain : 

Munn (1979), “to identify and predict the impact on the environment and on man’s health and well-being of legislative proposals, policies, programmes, projects and operational procedures, and to interpret and communicate information about the impacts”. 

UK DoE (1989) definisi operasional : “The term ‘environmental assessment’ describes a technique and a process by which information about the environmental effects of a project is collected, both by the developer and from other  sources,  and  taken  into  account  by  the  planning  authority  in  forming  their judgements on whether the development should go ahead.” 

The UNECE (1991) secara singkat mendefinisikan: “an assessment of the impact of a planned activity on the environment”.

Pada pokoknya, AMDAL adalah sebuah proses, proses sistematis yang mengkaji potensi dampak lingkungan dari kegiatan pembangunan, sebelum dilaksanakan. Penekanannya, dibandingkan dengan banyak mekanisme lain untuk perlindungan lingkungan, adalah pada pencegahan. 

Tentu saja, para perencana secara tradisional telah menilai dampak pembangunan terhadap lingkungan, tetapi tidak selalu dengan cara yang sistematis, holistik dan multidisiplin seperti yang disyaratkan oleh AMDAL.

Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup (P4LH) merupakan pelaksanaan amanat dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) yang telah merubah, menambah serta mencabut beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. P4LH telah merubah berbagai ketentuan yang sebelumnya diatur dalam 7 Peraturan Pemerintah, yang terdiri dari 13 BAB, 534 Pasal dan 15 Lampiran.

Beberapa ketentuan yang telah dirubah antara lain tentang: izin lingkungan, komisi penilai Amdal, peran serta masyarakat dalam penyusunan dokumen Amdal dan ketentuan penjatuhan sanksi. Menurut KLHK, pengintegrasian izin lingkungan (peniadaan) ke dalam izin usaha pada prinsipnya mengikuti ketentuan dari Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997, yang mengintegrasikan kewajiban dokumen lingkungan (Amdal/UKL-UPL) dalam izin usaha.

Salah satu hal yang menarik dari ketentuan P4LH adalah ketentuan Persetujuan Pemerintah. Kehadiran persetujuan pemerintah seolah-olah menjadi "pemutih" atau langkah peniadaan kewajiban Amdal/UKL-UPL bagi kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. KLHK beralasan, bahwa kegiatan pemerintah bukanlah pelaku usaha, sehingga tidak memiliki NIB. Banyak pertanyaan yang patut dikaji lebih mendalam. Salah satunya adalah, bagaimana bentuk "Persetujuan Pemerintah" terhadap kegiatan pemerintah yang sudah berjalan... Inilah yang memberikan kesimpulan, bahwa Persetujuan Pemerintah merupakan pemutihan dokumen lingkungan terhadap kegiatan pemerintah. Teladan yang baik...hihihi....

Pada prinsipnya pemerintah melakukan suatu kegiatan, yang wajib memiliki dokumen lingkungan sebagai langkah untuk meminimalisir dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan dari kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, seperti pembangunan bangunan gedung, jalan kereta, jalan, waduk, rumah sakit, normalisasi sungai, penghijauan, dan lain sebagainya. Kembali mengingatkan, sesungguhnya banyak kasus terkait sikap abai pemerintah terhadap kewajiban lingkungan. Hal tersebut terlihat dalam kasus penetapan ibukota baru, pembangunan bandara di yogyakarta, dan pembangunan rel kereta untuk jalur Jakarta-Bandung.  

Berita di bawah ini dapat menggambarkan sikap pemerintah, terkait kewajiban dokumen AMDAL.

BANDARA KULON PROGO : PENGURUSAN AMDAL TIDAK BERMASALAH

Selasa, 08 November 2016

YOGYAKARTA, KOMPAS — Badan Lingkungan Hidup Daerah Istimewa Yogyakarta menilai, prosedur pengurusan analisis mengenai dampak lingkungan pembangunan bandar udara di Kabupaten Kulon Progo tidak bermasalah. Pengurusan amdal bisa dilakukan sesudah pembebasan lahan seperti yang terjadi pada bandara Kulon Progo. "Saat ini, kan, masih tahap perencanaan pembangunan bandara sehingga penyusunan amdal itu tidak masalah," kata Kepala BLH DIY Joko Wuryantoro seusai tatap muka dengan warga yang keberatan dengan pembangunan bandara Kulon Progo, Senin (7/11), di Yogyakarta. Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta dan warga penolak bandara yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) mempertanyakan rencana pengurusan amdal bandara Kulon Progo. Mereka menilai pengurusan amdal oleh PT Angkasa Pura I menyalahi aturan karena baru diurus sesudah pembebasan lahan berjalan (Kompas,5/11/2016). Joko menyatakan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan memang mengharuskan amdal disusun dalam tahap perencanaan suatu usaha atau kegiatan. Namun, hal itu tak berarti amdal harus disusun sebelum proses pembebasan lahan suatu proyek. Senin siang, ratusan warga yang tergabung dalam WTT mendatangi Kantor BLH DIY untuk berunjuk rasa. Mereka mempertanyakan proses pengurusan amdal bandara Kulon Progo. Didampingi aktivis LBH Yogyakarta, perwakilan WTT juga beraudiensi dengan BLH DIY untuk menyampaikan aspirasi mengenai pengurusan amdal bandara Kulon Progo. "Ada beberapa hal yang kami sampaikan ke BLH DIY tentang rencana studi amdal bandara Kulon Progo, salah satunya tentang prosedurnya yang kami nilai tak sesuai aturan," ujar Kepala Departemen Advokasi LBH Yogyakarta Yogi Zulfadhli. Kepala Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Tony Prasetiantono meyakini, bandara baru itu akan mendorong perekonomian daerah. "Oh, jelas akan meningkatkan perekonomian di sana. Akan muncul efek berganda ekonomi dari pembangunan itu. Bagi pihak yang menolak, tak sadar saja betapa besar potensi pertumbuhan ekonomi yang akan ditimbulkan," ujarnya. (HRS/BKY)....................SUMBER, KOMPAS, SELASA 8 NOPEMBER 2016, HALAMAN 23

Pemerintah seyogyanya memberikan teladan kepada masyarakat, dengan menunjukan sikap dan perilaku yang terpuji. Tunjukanlah jika memang benar adanya, Dokumen lingkungan seperti Amdal atau UKL-UPL adalah dokumen yang penting untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di Indonesia. 

Sunday 7 March 2021

Pengantar Pencurian Kekayaan Keanekaragaman Genetik dan Pengetahuan Masyarakat Lokal - Biopiracy atau Bioteknologi

Tanaman telah digunakan untuk berbagai tujuan dan manfaat selama ribuan tahun: dalam makanan, rasa, rempah-rempah, obat-obatan, kosmetik, kain dan bahan, pewarna dan untuk fungsi lainnya. Seiring waktu, beragam kualitas tumbuhan telah dikembangkan dan kemudian 'ditemukan' oleh orang-orang dari berbagai belahan dunia. Seringkali ini berarti belajar tentang sifat dan kegunaan tumbuhan dengan mengamati bagaimana orang lain menggunakannya, serta dengan penemuan melalui eksperimen dan kebetulan. Sepanjang periode eksplorasi yang panjang ini, cara tumbuhan dikumpulkan dan diperdagangkan telah diikat secara politik dan ekonomi. Cotton (1996) mencatat bahwa pada tahun 1492 Christopher Columbus mengumpulkan sejumlah tanaman berguna dari tempat yang sekarang disebut Kuba (termasuk 'penemuan' tembakau) berdasarkan pengamatan terhadap praktik-praktik lokal.

Pencarian dan pengumpulan terhadap jenis tumbuhan dan satwa, benih serta berbagai ilmu pengetahuan di lingkungan alam telah berlangsung lama di seluruh dunia. Penemuan penemuan tersebut umumnya untuk digunakan langsung sebagai makanan atau obat-obatan, tetapi juga untuk keuntungan ekonomi dan ilmu pengetahuan. Selama beberapa abad terakhir, terdapat banyak rekaman terkait aktivitas dan eksplorasi benda asing dari alam, terutama oleh kekuatan kolonial besar, tetapi minat untuk mengumpulkan tanaman bahkan mungkin mundur lebih jauh. Seperti yang dicatat Fowler (2002), Ratu Hatshepsut, salah satu firaun wanita pertama Mesir Kuno, mengirim pasukannya dalam ekspedisi mengumpulkan tanaman ke Afrika Timur sekitar tahun 1482 SM. Ratu mencari kemenyan dari getah pohon yang sekarang dikenal sebagai Boswellia. Tiga puluh satu pohon berhasil dikumpulkan, diangkut dan didirikan di taman kuilnya di Karnak di mana sebuah catatan resmi diukir di dinding untuk menandai keberhasilan ekspedisi. (Daniel F. Robinson - Confronting Biopiracy - Challenges, Cases and International Debates-Earthscan Publications Ltd. 2010)

Selain itu, ada juga yang menjadi terkenal karena mempelajari pengetahuan lokal atau menggali tradisi masyarakat lokal terhadap pemanfaatan tanaman. Dioscorides, seorang ahli bedah Yunani yang menjelajahi botani Mediterania atas perintah Kaisar Romawi Nero, mungkin adalah 'ahli etnobotan' pertama. Dia menulis De Materia Medica pada tahun 77 M dengan penjelasan rinci tentang penggunaan botani dan obat dari sekitar 600 tanaman dan rempah-rempah, mencatat manfaat terapeutik, resep, dan formula mereka. Pekerjaan ini sangat berpengaruh sehingga dipelajari oleh ahli botani selama seribu tahun lagi (Davis).

Marco Polo mendeskripsikan secara detail perkembangan tersebut terkait rute rempah-rempah. Banyak 'penemuan' kolonial pada kenyataannya hanyalah pengamatan dari praktek-praktek yang telah dilaksanakan oleh masyarakat lokal yang kemudian akan diadopsi untuk perusahaan kolonial dan komersial berskala besar. Beberapa barang yang dijelaskan diperdagangkan kembali ke Eropa sebagai komoditas, sementara tanaman lain dibawa secara utuh dalam upaya membangun industri pertanian baru. Faktanya, pada tahun 1474 Republik Venesia telah mengembangkan suatu undang-undang paten pertama untuk tujuan tersebut. Monopoli dimaksudkan untuk memberikan insentif yang cukup untuk mengembangkan atau mengimpor teknologi baru di republik (lihat David, 1993; Mei, 2002).

Penjelajahan orang Spanyol dan Portugis ke Amerika Tengah dan Selatan juga 'menemukan' dan kembali ke Eropa keajaiban botani seperti jagung, kina, kentang, tomat, coca, ubi kayu, coklat, cabai, nanas, pepaya dan karet. Penggunaan tanaman tersebut umumnya didasrkan atas pengamatan terhadap praktik-praktik masyarakat adat atau masrakat lokal.

Portugal yang kala itu dikenal dengan bangsa Portugis telah berhasil membuka pasar perdagangan cengkih, meskipun tidak berhasil memonopoli perdagangan tanaman pala di Kepulauan Banda. Karena pembunuhan keji Sultan Ternate di Molucca (Indonesia) oleh Portugis, penjajah terlibat dalam konflik reguler dengan penduduk Muslim lokal Sumatera Utara yang berdekatan dengan Malaka. Ekstraksi Portugal atas kekayaan timur kemudian dicatat sebagai pembajakan dan penaklukan (Boxer, 1969; Marsden, 1738; Brierley, 1994). Antara tahun 1571 dan 1610 kapal Portugis membawa muatan rempah-rempah tahunan rata-rata lebih dari 1000 ton kayu manis, cengkeh, pala, jahe dan, yang paling penting, lada dari Sumatera dan Jawa, dengan rempah-rempah di Eropa yang secara harfiah dianggap bernilai emas (Brierley, 1994, hlm. 39–43). 

Begitu pula para penjelajah asal Spanyol di bawah pimpinan Ferdinand Magellan mencapai kepulauan Maluku yang dikenal dengan Kepulauan Rempah-rempah di negara Indonesia melalui rute barat melintasi Pasifik pada tahun 1521. (lihat Perjanjian Tordesillas antara Spanyol dan Portugis)

Selama abad ketujuh belas, persaingan dari pedagang Belanda dan Inggris meningkat secara dramatis di Hindia Timur, memanfaatkan penurunan kendali Portugis di wilayah tersebut. Orang Inggris Sir Francis Drake tiba di Ternate pada tahun 1579 sebagai bagian dari perjalanan keliling dunia. Drake diberi banyak rempah-rempah dan perjanjian dengan Sultan Ternate yang baru dan, setelah berbagai kemenangan atas Portugis dan Spanyol, dia menangkap imajinasi Inggris untuk eksplorasi lebih lanjut dan perdagangan ke Hindia Timur (Keay, 2006; Lawson , 1993). Pada periode yang sama, seorang penjelajah Belanda bernama Jan Huygen van Linschoten menerbitkan Itinerario-nya, memberikan informasi penting tentang navigasi Samudra Hindia dan memicu serangkaian ekspedisi Belanda ke Asia Tenggara dan Timur pada tahun 1598. Hal tersebut semakin mendorong Inggris yang menciptakan East India Company, yang diberikan piagam kerajaan dan monopoli pada tahun 1600 untuk mengoordinasikan ekspedisi perdagangan ke 'Timur'. Sementara Belanda membentuk United East India Company, yang dikenal sebagai VOC, 1 pada tahun 1602 yang memiliki 20 tahun monopoli atas perdagangan antara Tanjung Harapan, melintasi Samudera Hindia dan Asia Tenggara hingga tepi Rusia di Laut Bering.

Sumber makanan baru juga dicari oleh para penjelajah, pedagang, dan petani. Sejak domestikasi pertanian dimulai sekitar 10.000 tahun lalu, tanaman pertanian dikembangkan, diperdagangkan dan diadaptasi secara lokal, regional dan internasional, sehingga asal geografis yang spesifik seringkali sulit untuk ditentukan. Negara-negara di dunia saat ini memiliki ketergantungan historis yang saling bergantung pada tanaman pertanian. Misalnya, gandum biasa atau roti awalnya dibudidayakan dari einkorn liar di Turki tenggara atau Kaukasus barat daya dan menyebar ke Mesir, India, Cina dan Eropa. Selain bahan pokok tanaman, banyak lagi jenis lainnya, seperti sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, rempah-rempah, jamu, minuman nabati, obat-obatan nabati, stimulan dan narkotika, dan juga serat seperti kapas, yang semakin banyak digunakan dan diperdagangkan seiring berkembangnya teknik pemrosesan.

Selain penemuan penemuan oleh para penjelajah, studi ilmiah terkait juga dilakukan. Klasifikasi tumbuhan dilakukan oleh naturalis seperti John Ray, yang menawarkan konsep spesies pertama dalam Methodus Plantarum (1682) dan melanjutkan, dengan tiga volume Historia Plantarum (1686-1704), untuk memberikan perlakuan sistematis pertama terhadap tumbuhan. kemudian dikenal ke Eropa (Davis, 1995, p42). Carl Linnaeus kemudian melanjutkan proses ini melalui studinya di kebun raya di Uppsala dan kemudian di Belanda antara tahun 1730 dan 1753. Ia mengembangkan konsep nomenklatur binomial (Species Plantarum, 1753) yang akan digunakan untuk mengklasifikasikan ribuan tumbuhan yang kemudian datang. ke Eropa dari seluruh belahan dunia. Siswa Linnaeus kemudian mulai berkeliling dunia mencari tanaman baru untuk digunakan sebagai makanan, tekstil dan obat-obatan yang akan bermanfaat bagi Eropa, dan sebagian besar penelitian mereka diinformasikan oleh pengamatan masyarakat lokal (Aitken, 2006; Davis, 1995).

Sedangkan, salah satu kasus yang mudah untuk digambarkan dalam konteks Indonesia saat ini adalah Tempe (Soyabean preparation). Tempe yang telah didokumentasikan sebagai salah satu makanan khas masyarakat Jawa sejak Abad ke 16, oleh masyarakat miskin dan kaya di Indonesia memiliki kandungan vitamin B12 yang tinggi. Namun, ironisnya, saat ini diketahui, bahwa kekayaan intelektual metode proses pembuatan Tempe telah diklaim dan didaftarkan Paten-nya oleh beberapa perusahaan di Jepang.