Wednesday, 22 April 2020

Wisata Keagamaan di Gunung dan Pegunungan

Pegunungan telah menarik wisatawan dengan beragam motivasi untuk melakukan berbagai kegiatan di berbagai gunung dan pegunungan. Pegunungan menarik wisatawan religius yang melakukan perjalanan secara individu atau berkelompok untuk berziarah, ke biara-biara atau upacara keagamaan tertentu di pegunungan, seperti melihat awal Gangga di Gaumakh di pegunungan Himalaya atau mendaki puncak Croagh Patrick di Irlandia, di Gunung Fuji di Jepang (Hamilton dan McMillan 2004).
Tak heran apabila, sampai saat ini, daerah pegunungan telah menjadi menjadi destinasi pariwisata kedua setelah pantai dan pulau, sebagai salah satu tujuan wisata paling populer di dunia, yang mencapai 15-20% dari pariwisata global tahunan.

Foto : Ritual keagamaan di Dataran Tinggi Dieng

Gunung dan sekitarnya telah dianggap sebagai salah satu ruang paling suci di muka bumi. Agama dan semua filsafat spiritual telah memuliakan gunung selama ribuan tahun. Dalam banyak tradisi kepercayaan dan untuk banyak orang, gunung dipandang secara harfiah dan kiasan untuk lebih dekat dengan dewa daripada lingkungan lainnya di alam. 
Seperti Menara Babel kuno, dibangun dengan harapan untuk naik ke surga, ketinggian gunung adalah simbol untuk mencapai langit, dan dengan mengunjungi gunung orang bisa 'mencapai jangkauan' Pencipta mereka. Pemandangan gunung juga sering dipuja sebagai salah satu pemandangan terindah di dunia, tempat yang sangat menakjubkan dan inspirasi dimana Tuhan dapat dilihat dan dirasakan (Nicholson 1959, dikutip dalam Towner 1996: 142).
Beberapa agama seperti Buddhisme, Taoisme dan Shintoisme semuanya menerima gunung sebagai tempat yang suci, dan banyak gunung di negara Korea, Jepang, Cina, Sri Lanka, dan negara-negara mayoritas Buddha lainnya telah ditetapkan sebagai lingkungan keagamaan yang penting (Chen 1995; Guo 2006). 
Orang Cina kuno percaya gunung menjadi pilar yang memisahkan bumi dari surga dan tempat tinggal orang baik dan bijak. The Tien Shan telah lama dilihat tidak hanya sebagai tempat tinggal para dewa, tetapi merupakan perwujudan fisik para dewa, sehingga dianggap sebagai gunung paling suci di Cina selama lebih dari 2.000 tahun (Shackley 2001: 128). 
Sedangkan bagi orang Yunani kuno, Gunung Olympus adalah domisili para dewa, yang disembah dan ditakuti.
Gunung Everest misalnya, telah lama dihormati oleh masyarakat setempat; dimana masyarakat Tibet menyebut Everest dengan nama Chomolungma, berarti "Goddess Mother of the World" dan "Goddess of the Valley"; dimana masyarakat Cina menyeut dengan nama (Pinyin), Zhumulangma (atau Qomolangma) Feng, yang didasarkan pada nama Tibet. Nama Sansekerta Sagarmatha secara harfiah berarti "Ocean Mother." (Lihat Britannica Guide to Explorers and Explorations)

No comments:

Post a Comment