Friday 30 June 2023

Dokumentasi Air tanah (Groundwater) - Photo Image

Kumpulan foto air tanah (Groundwater Photo) di Goa Seplawan Yogyakarta, Indonesia


groundwater: making invisible be visible

groundwater goa seplawan

air tanah (groundwater) goa seplawan

groundwater goa seplawan, yogyakarta indonesia

air tanah di goa seplawan

groundwater seplawan cave, yogyakarta

groundwater seplawan cave


groundwater river seplawan cave

 


Thursday 29 June 2023

Konservasi Keanekaragaman Hayati Melalui Seni dan Cerita Rakyat (Fabel)

Istilah cerita rakyat dalam bahasa Inggris disebut ‘folklore’. Istilah tersebut dibawa pertama kali oleh William Thomas pada tahun 1846. Folk, artinya kumpulan manusia, sedangkan lore dimaknai sebagai pengetahuan atau tradisi. Maka, folklore atau cerita rakyat mengarah pada tradisi budaya lisan yang terbentuk pada komunitas tertentu. 

Informasi ilmiah bisa jadi berbobot. Ini mungkin tidak menjangkau semua khalayak, terutama jika orang belum memiliki akses ke pendidikan formal. Karena itulah, Kesenian rakyat dapat menjadi alat visual dan nonverbal yang kuat untuk mengkomunikasikan ide-ide ilmiah yang kompleks.

Sebuah kampus Universitas di India, telah menampilkan keanekaragaman hayati yang ada dalam lingkungan kampusnya dengan mendesain sebuah peta keanekaragaman hayati kampus universitas yang menarik.

 Peta keanekaragaman hayati negara tersebut menampilkan lebih dari 55 spesies flora dan fauna dengan mengilustrasikannya melalaui gaya tradisional yang disebut kalamkari. Berasal dari kata Hindi kalam , yang berarti pena, bentuk kesenian rakyat ini melibatkan jenis lukisan yang rumit di atas kain.
Gaya lukisan tersebut umumnya terbatas pada miniatur dan terutama dikembangkan di mana raja-raja Mughal memerintah Asia Selatan dari tahun 1500-an hingga 1700-an. Gaya Mughal dipilih karena lukisan-lukisan mughal dianggap menunjukkan citra yang harmonis untuk kontras alam liar yang tertata dengan baik di dalam dan di sekitar keajaiban arsitektur.

Lukisan miniatur Mughal tampaknya menjadi salah satu dari sedikit bentuk seni rakyat yang mengatur gaya gambar yang paling dekat dengan bagaimana bentuk flora dan fauna benar-benar muncul, membuatnya lebih akurat secara ilmiah, bersama dengan memberi mereka karakter tenang yang unik dan daya tarik visual. 

 Dalam pembuatan peta, tiga disiplin ilmu—ekologi (dari kampus dan ilmuwannya), komunikasi, dan seni digabungkan, sehingga menghasilkan produk akhir yang dipasang di seluruh kampus pada titik pandang yang berbeda (seperti perpustakaan, asrama) jadi bahwa siswa dapat berhenti dan belajar tentang alam di sekitar mereka.

Diyakini bahwa, peta keanekaragaman hayati dengan seni mughal tersebut merupakan contoh pertama pembuatan peta keanekaragaman hayati untuk lingkungan binaan. 

Peta tersebut kini telah mengambil banyak bentuk. Peta digambbar diatas kain dari penenun di Banaras, India, yang desain tekstilnya berusia ratusan tahun, dan mencetak peta di atasnya untuk membuat stola. Saat tamu mengunjungi kampus, menawarkan kain stola sebagai tanda hormat. Itu telah menjadi aksesoris dan kenang kenangan yang berharga bagi setiap anggota komunitas Shiv Nadar. 

 

Sejak pemasangan peta keanekaragaman hayati di tempat-tempat penting di kampus, mahasiswa menjadi lebih sadar akan keanekaragaman hayati yang mengelilingi mereka. Peta tersebut telah terbukti menjadi media perekrutan yang sangat baik untuk para mahasiswa baru. 

Alat visual nontipikal bisa sangat ampuh dalam mengkomunikasikan istilah-istilah kompleks kepada kelompok sasaran perkotaan yang berpendidikan tinggi sekaligus menciptakan sikap positif terhadap alam di sekitar mereka. Universitas lainnya diharapkan turut serta mengeksplorasi bagaimana seni cerita rakyat dapat menjadi alat pengajaran di saat perubahan iklim dan hilangnya spesies. 

 Proyek peta keanekaragaman hayati tersebut diharapkan akan memiliki efek yang bertahan lama pada pemirsa sambil mengkomunikasikan konsep yang berkaitan dengan ilmu keanekaragaman hayati dengan cara yang tidak biasa, mudah diingat, dan dapat diandalkan.



Sumber: www-scientificamerican-com

 


Sunday 18 June 2023

Download .pdf SE.5/MENLHK/SETJEN/PPI.3/5/2023 tentang Aksi Iklim dan Tata Kelola Kerja Sama Karbon

Ketepu kan... 

maaf, saya juga cari tapi gak ketemu.... wkwkwkwk

Mengenal 14 Resolusi Perlindungan Lingkungan oleh UNEP (Majelis Lingkungan PBB)

Saat ini UNEP setidaknya telah menerbitkan 14 resolusi dan satu keputusan dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup global, yaitu:

  1. Resolusi untuk Mengakhiri polusi plastik: Menuju instrumen yang mengikat secara hukum internasional. Resolusi platik telah menegaskan permasalahan global yang ditimbulkan dari plastik.  Amina J. Mohammed, Wakil Sekretaris Jenderal PBB, menambahkan: “Saat ini, tidak ada area di planet ini yang tidak tersentuh oleh polusi plastik, mulai dari sedimen laut dalam hingga Gunung Everest. Planet ini layak mendapatkan solusi multilateral yang berbicara dari sumber ke laut. Kesepakatan global yang mengikat secara hukum tentang polusi plastik akan menjadi langkah pertama yang sangat disambut baik.”
     
  2. Resolusi Peningkatan Ekonomi Sirkular sebagai kontribusi untuk mencapai konsumsi dan produksi yang berkelanjutan
  3. Resolusi Pengelolaan Danau Berkelanjutan.
  4. Resolusi tentang Solusi Berbasis Alam untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan
  5. Resolusi pada dimensi lingkungan pemulihan pasca COVID-19 yang berkelanjutan, tangguh dan inklusif
  6. Resolusi Keanekaragaman Hayati dan Kesehatan. Resolusi tentang keanekaragaman hayati dan kesehatan meminta Negara Anggota untuk mengurangi risiko kesehatan yang terkait dengan perdagangan satwa liar hidup yang ditangkap untuk tujuan makanan, penangkaran, obat-obatan dan perdagangan hewan peliharaan, melalui regulasi dan kontrol sanitasi.
  7. Resolusi-Kesejahteraan Hewan – Lingkungan – Pembangunan Berkelanjutan Nexus. Resolusi ini meminta Negara Anggota untuk melindungi hewan, melindungi habitatnya, dan memenuhi persyaratan kesejahteraannya.
  8. Resolusi Pengelolaan Nitrogen Berkelanjutan
  9. Resolusi Infrastruktur Berkelanjutan dan Tangguh. Resolusi tentang infrastruktur yang berkelanjutan dan tangguh diharapkan mampu mendorong Negara Anggota untuk mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dalam semua rencana infrastruktur mereka.
  10. Resolusi tentang Pengelolaan Bahan Kimia dan Limbah yang Baik. Resolusi ini mengakui kegagalan manusia hingga saat ini untuk mengelola bahan kimia dan limbah, ancaman yang semakin diperparah oleh pandemi COVID-19 melalui penggunaan plastik sekali pakai dan bahan kimia desinfektan secara meluas. Resolusi ini juga mendukung adanya pembentukan panel kebijakan sains yang komprehensif dan ambisius tentang pengelolaan bahan kimia dan limbah yang baik serta pencegahan polusi.
  11. Resolusi untuk Panel Kebijakan-Ilmiah untuk berkontribusi lebih lanjut pada pengelolaan bahan kimia dan limbah yang baik dan untuk mencegah polusi
  12. Teks resolusi aspek lingkungan pengelolaan mineral dan logam
  13. Resolusi tentang Masa Depan Pandangan Lingkungan Global
  14. Resolusi dengan memperhatikan prinsip distribusi geografis yang adil, sesuai dengan paragraf 3 pasal 101 Piagam PBB

Friday 16 June 2023

Pengelolaan Lingkungan Lahan basah - Konservasi Ekosistem Danau

Danau, baik danau alami dan buatan merupakan sumber lebih dari 90 persen air tawar di permukaan bumi. Karenanya  Danau adalah kontributor utama untuk memastikan ketersediaan dan aksesibilitas air sebagai upaya melindungi kehidupan dan mata pencaharian seluruh umat manusia. 

Danau menyediakan berbagai jasa ekosistem, termasuk penyediaan air untuk konsumsi manusia, kesehatan, pangan dan energi; mengatur layanan untuk siklus makanan, penjernihan air, iklim dan keanekaragaman hayati; dan memungkinkan pengejaran kegiatan rekreasi dan tradisional.

Hampir seluruh danau merupakan ekosistem yang berharga dan mendukung spesies kunci yang penting bagi keanekaragaman hayati. Danau soda, misalnya, mengandung susunan unik spesies burung, mikroba, dan enzim, beberapa di antaranya berharga untuk tujuan pengobatan atau industri.

Namun, laporan penilaian keenam IPCC menguraikan dampak serius perubahan iklim terhadap ekosistem air tawar, menyoroti kebutuhan untuk melindungi dan memulihkannya untuk meningkatkan adaptasi dan membangun masyarakat, ekonomi, dan ekosistem yang tangguh.

Begitu pula dengan kondisi lingkungan danau, terutama dalam hal kualitas dan kuantitas air sangat memburuk di seluruh dunia, mengancam kesehatan manusia, keanekaragaman hayati dan lingkungan, dan bahwa hal ini perlu segera ditangani secara berkelanjutan.

Lebih dari separuh danau dan waduk besar di dunia telah menyusut sejak awal 1990-an, terutama karena krisis iklim dan konsumsi manusia, sehingga meningkatkan kekhawatiran tentang pasokan air untuk pertanian, tenaga air, dan konsumsi manusia, demikian temuan sebuah penelitian. Sebuah tim peneliti internasional melaporkan bahwa beberapa sumber air tawar terpenting di dunia,  dari Laut Kaspia antara Eropa dan Asia, hingga Danau Titicaca di Amerika Selatan, telah kehilangan air dengan laju kumulatif sekitar 22 gigaton per tahun selama hampir tiga dekade, setara dengan total penggunaan air di AS untuk seluruh tahun 2015. 

Ahli hidrologi air permukaan pada Universitas Virginia, Fangfang Yao mengatakan, 56 persen penyusutan volume danau dan waduk disebabkan perubahan iklim dan konsumsi manusia. Ilmuwan iklim secara umum menyatakan, wilayah kering di dunia akan menjadi lebih kering, sementara wilayah basah akan menjadi makin basah. Air menyusut lebih cepat di wilayah yang lembab. ”Ini tidak boleh diabaikan,” ujar Yao. (REUTERS/ Kompas)

Ilmuwan iklim umumnya berpikir bahwa daerah gersang di dunia akan menjadi lebih kering akibat perubahan iklim, dan daerah basah akan menjadi lebih basah, tetapi studi tersebut menemukan kehilangan air yang signifikan bahkan di daerah lembab. Para ilmuwan menilai hampir 2.000 danau besar menggunakan pengukuran satelit yang dikombinasikan dengan model iklim dan hidrologi. Mereka menemukan bahwa penggunaan manusia yang tidak berkelanjutan, perubahan curah hujan dan limpasan, sedimentasi, dan kenaikan suhu telah menurunkan permukaan danau secara global, dengan 53% danau menunjukkan penurunan dari tahun 1992 hingga 2020. Hampir 2 miliar orang di seluruh dunia terkena dampak langsung, dan banyak daerah menghadapi kekurangan air dalam beberapa tahun terakhir.

Hasil studi yang dirilis pada Selasa (13/6/2023) menyebutkan, data satelit memperlihatkan air di 7.245 waduk di seluruh dunia menyusut pada periode 1999-2018. Padahal, kapasitas bendungan bertambah hingga 28.000 meter kubik setiap tahun. Huilin Gao dari Universitas Texas A&M yang mengetuai penelitian itu mengatakan, perubahan iklim adalah faktor utama dalam penyusutan cadangan air di waduk-waduk. ”Sekalipun suhu (Bumi) berhenti naik, permintaan (air) akan terus bertambah,” katanya. (Kompas) 

Penyusutan volume waduk terkonsentrasi di belahan bumi selatan, terutama Afrika dan Amerika Selatan. Di sana kebutuhan air meningkat dengan cepat. Bendungan baru tidak terisi secepat yang diharapkan. Studi itu tidak menghitung dampak sedimentasi. Persoalan sedimentasi diperkirakan akan memangkas kapasitas waduk hingga seperempatnya pada 2050, menurut makalah yang diterbitkan United Nations University pada Januari 2023. (Kompas)

Dengan demikian, upaya konservasi danau tidak dapat dipisahkan dari upaya untuk memberikan jaminan dalam rangka mencapai Agenda Berkelanjutan tahun 2030.

Ilmuwan dan juru kampanye telah lama mengatakan bahwa pemanasan global tidak boleh melebihi 1,5 derajat celsius (2,7 derajat fahrenheit) jika kita ingin menghindari konsekuensi paling dahsyat dari perubahan iklim. Dunia telah menghangat sekitar 1,1C (1,9F) sejak zaman pra-industri. Studi hari Kamis menemukan penggunaan manusia yang tidak berkelanjutan mengeringkan danau, seperti Laut Aral di Asia Tengah dan Laut Mati di Timur Tengah, sementara danau di Afghanistan, Mesir, dan Mongolia dilanda kenaikan suhu, yang dapat meningkatkan kehilangan air ke atmosfer. Permukaan air naik di seperempat danau, seringkali sebagai akibat dari pembangunan bendungan di daerah terpencil seperti Dataran Tinggi Tibet Dalam. 

Hal itu diperkuat laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) pada 9 Agustus 2021 yang menyatakan bahwa perubahan iklim sudah tidak terkendali. Selain bencana banjir, gelombang panas, kebakaran lahan dan hutan, IPCC juga memperingatkan kembali risiko krisis air sebagai akibat dari perubahan iklim.

 

Perlindungan Ekosistem Danau Global

Secara global, perlindungan ekosistem danau telah diakui secara khusus melalui Resolusi UNEA No. UNEP/EA.5/Res.4 tentang Pengelolaan Danau Berkelanjutan (Resolusi Majelis Lingkungan PBB tentang Manajemen Danau Berkelanjutan/ Resolution the United Nations Environment Assembly -UNEA- for Sustainable Lake Management), tanggal 2 Maret 2022. 

Danau dapat ditemukan di seluruh dunia, biasanya air tawar, terkadang basa atau asin, beberapa di antaranya membentang ribuan kilometer persegi, yang lain tidak lebih besar dari beberapa lapangan sepak bola. Mereka adalah tempat lahirnya berbagai bentuk kehidupan dan peradaban manusia, tetapi telah sangat terpengaruh oleh kombinasi abstraksi yang berlebihan, polusi, dan perubahan iklim. Itulah mengapa Negara Anggota menyetujui dan ingin melihat resolusi Majelis Lingkungan PBB tentang Pengelolaan Danau Berkelanjutan Maret 2022 agar dilaksanakan secepat dan semaksimal mungkin.

Sebelumnya, perlindungan ekosistem danau secara umum telah diakui dalam 3 resolusi, yaitu: pertama, Majelis Umum 70/1 tanggal 25 September 2015, yang berjudul “Transforming our world: the 2030 Agenda for Sustainable Development”. Resolusi tersebut menegaskan, bahwa danau adalah salah satu ekosistem yang berhubungan erat dengan air, yang harus dilindungi dan dipulihkan. 

Konservasi air, termasuk ekosistem danau karenanya selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dalam target 6.6 dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Dalam rangka perlindungan air, bahka telah dilunsurkan inisiatif restorasi sungai dan lahan basah terbesar dalam sejarah saat diselenggarakannya Konferensi Air PBB tanggal 22-24 Maret 2023 di New York. Tantangan Air Tawar bertujuan untuk memulihkan 300.000 km sungai - setara dengan lebih dari 7 kali keliling Bumi - dan 350 juta hektar lahan basah - area yang lebih luas dari India - pada tahun 2030.

Bersamaan dengan pasokan air, ekosistem air tawar yang sehat memberikan banyak manfaat bagi manusia dan alam, dan sangat penting untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Namun, sepertiga dari lahan basah dunia telah hilang selama 50 tahun terakhir , dan kita masih kehilangannya lebih cepat daripada hutan. Sungai dan danau adalah ekosistem yang paling terdegradasi di dunia, dengan populasi ikan, banyak di antaranya sangat penting untuk ketahanan pangan masyarakat, terdorong ke tepi jurang.

Resolusi Kedua, yaitu Resolusi Majelis Umum 75/212 tanggal 21 Desember 2020 tentang Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Tinjauan Komprehensif Jangka Menengah tentang Pelaksanaan Tujuan untuk Dekade Aksi Internasional, “Air untuk Pembangunan Berkelanjutan”, 2018–2028.

Ketiga, Resolusi Majelis Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa 3/10 tentang mengatasi pencemaran air untuk melindungi dan memulihkan ekosistem yang berhubungan dengan air.

Selain itu, perlindungan terhadap ekosistem danau juga tertuang dalam Konvensi Lahan Basah Penting Internasional (the Convention on Wetlands of International Importance) terutama sebagai Habitat Unggas Air, Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan dan pengelolaan danau berkelanjutan.

 

Perlindungan Ekosistem Danau Nasional

Secara legal, pemerintah memiliki sejumlah regulasi terkait pelestarian danau secara berkelanjutan. Di antaranya aturan tentang konservasi danau yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air yang meliputi perlindungan sumber air, pengelolaan kualitas air, dan pengendalian pencemaran air. 

Lebih fokus lagi, pemerintah Indonesia juga mengeluarkan Perpres Nomor 60 Tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional. Total ada 15 danau prioritas secara nasional yang tersebar dari pulau Sumatera hingga Papua. Penetapannya berdasarkan kondisi degradasi lingkungan, memiliki nilai ekonomi hingga ilmu pengetahuan, dan tercantum dalam dokumen perencanaan pembangunan. Upaya penyelamatan danau di Indonesia tersebut diperkuat melalui inventarisasi poin-poin yang menjadi tantangan selama ini.

Secara akumulatif, lebih dari 1.250 danau tersebar di seluruh Indonesia mulai dari yang berukuran kecil hingga besar. Ribuan danau tersebut menyimpan sekitar 500 miliar kubik cadangan air tawar yang sangat penting bagi keberlanjutan ekosistem, aktivitas ekonomi, hingga keberlangsungan budaya. Peran strategis danau bagi umat manusia tidak bisa disepelekan, apalagi saat ini sedang terjadi anomali iklim global yang menyebabkan berkurangnya volume air di danau. Dengan melindungi dan memulihkan danau dapat menjadi salah satu solusi penting dalam meminimalkan dampak perubahan iklim. Selain itu, dengan melestarikan danau maka turut serta membantu pemulihan ekosistem, menjaga stok air tawar, serta menjaga keberlanjutan hidup manusia dan lingkungan secara utuh. (LITBANG KOMPAS)

Dalam dokumen Rekomendasi Pengelolaan Danau secara Terpadu dan Berkelanjutan Tahun 2020 oleh Dewan Sumber Daya Air Nasional, ada belasan peran strategis danau bagi kehidupan masyarakat. Peran itu terbagi menjadi dua kelompok, yaitu peran secara langsung dan tidak langsung.

Indonesia memiliki 840 danau yang telah teridentifikasi dengan luas total 7.103 kilometer persegi. Selain itu, juga memiliki sejumlah telaga, ranu, atau situ yang mencapai 735 titik. Danau-danau besar di Indonesia terkonsentrasi di pulau Sumatera dengan proporsi secara nasional mencapai kisaran 20 persen. Wilayah lain yang memiliki banyak danau ialah Kalimantan dan Papua. Apabila ditotal, volume air yang dapat ditampung seluruh danau secara nasional diperkirakan mencapai 500 miliar meter kubik. Sayangnya, ratusan danau itu menghadapi berbagai permasalahan.

Misalnya saja, seperti Danau Semayang dan Danau Melintang di Kalimantan Timur. Kedua danau ini menunjukkan pendangkalan sehingga volume air berkurang. Bahkan, pernah hanya 1 meter kedalaman air di tengah danau sehingga berimbas pada kerusakan ekosistem dan kerugian ekonomi (Kompas/12/2/2020). Danau lainnya, yakni Danau Toba, juga menghadapi permasalahan serupa. Tinggi muka airnya turun drastis pada awal tahun 2021 hingga mendekati batas minimumnya. Laju penurunan tinggi muka air Danau Toba sekitar 1 sentimeter per harinya. Penyebab utamanya adalah kerusakan ekosistem sekitar danau yang berpengaruh pada suplai air tawar. Nasib Danau Tempe di Sulawesi Selatan juga tak kalah miris. Volume danau terus berkurang, padahal keberadaannya vital bagi budidaya perikanan air tawar dan pengairan lahan pertanian. Selain cuaca yang tak menentu, sedimentasi atau pendangkalan juga menjadi penyebab utama penyusutan Danau Tempe itu. Salah satu dampaknya terasa bagi masyarakat, yakni produksi perikanan turun drastis hingga 75 persen bila dibandingkan tahun 1970-an.


Konservasi Danau dan Ketahanan Air

Secara ekologi, danau memiliki kemampuan menampung air hujan secara alami untuk menekan risiko banjir dan kekeringan. Selain memiliki fungsi ekologi, danau juga mampu memenuhi kebutuhan air bagi pertanian, perikanan, dan kebutuhan domestik rumah tangga secara berkelanjutan. Artinya, melestarikan danau berarti juga menjaga keberlanjutan sumber daya air bagi kehidupan.

Indonesia termasuk dalam negara yang menghadapi risiko kelangkaan air tinggi pada 2040. Dengan skor 3,26, Indonesia menempati peringkat ke-51 negara dengan kelangkaan air tertinggi.