Sunday 27 June 2021

Mengenal Sertifikasi Lingkungan LEED untuk Bangunan Hijau

Langkah untuk penerbitan sertifikasi U.S. Leadership in Energy & Environment Design (LEED) oleh US Green Building Council (USGBC), sebuah lembaga non pemerintah yang sampai saat ini masih menjadi lembaga pengelola sertifikasi LEED. LEED dimulai sejak tahun 1994 dan secara resmi diluncurkan pada tahun 2000 dengan sistem peringkat pertama untuk bangunan baru. 

Pengembangan dan pembaharuan sistem peringkat LEED melalui suatu proses berbasis konsensus dalam suatu komite GBC, yang anggotanya berasal dari beragam latar belakang profesional, termasuk arsitek, agen real estate, pemilik gedung, ahli hukum, pemerhati lingkungan, dan perwakilan industri. Proses pendaftaran dan sertifikasi suatu proyek LEED dikelola oleh Green Building Certification Institute (GBCI), yaitu sebuah organisasi pihak ketiga yang didirikan dengan dukungan USGBC untuk memberikan pengawasan independen terhadap kredensial profesional dan sertifikasi proyek (professional credentialing and project certification).[1]

Sistem peringkat LEED diperuntukan kepada semua bangunan di semua fase, mulai fase konstruksi baru hingga bangunan yang sudah ada, serta semua sektor bangunan, dari rumah hingga rumah sakit hingga kantor pusat perusahaan. Ruang lingkup penilaian sertifikasi LEED mencakup 9 kategori yang berbeda, antara lain : New Construction and Major Renovation; Existing Buildings, O&M; Core & Shell; Commercial Interiors; Schools; Retail; Healthcare; Homes; Neighborhoods

Sertifikasi LEED dan sistem peringkat didasarkan pada sistem penilaian: hingga 100 poin (nilai pokok), yang ditambah dengan 10 poin bonus tambahan yang dapat diperoleh dari suatu Inovasi baru dalam suatu desain (atau Operasi) dan nilai terkait Prioritas yang bersifat Regional. Kehadiran “poin bonus” merupakan upaya untuk memberikan insentif terhadap suatu inovasi baru dan/atau diharapkan dapat mengatasi masalah lingkungan yang spesifik secara geografis atau regional.

Tingkat peringkat yang berbeda didefinisikan sebagai: • Bersertifikat: 40-49 poin • Perak: 50 -59 poin • Emas: 60-79 poin • Platinum: 80 poin ke atas

Jumlah poin yang dibutuhkan untuk mencapai sertifikasi LEED peringkat tertentu sama di seluruh sistem peringkat, tetapi prasyarat kredit dan kategori untuk poin bervariasi menurut sistem penilaian. Jumlah poin yang diberikan untuk kredit tertentu (yaitu, bobot kredit) ditentukan berdasarkan: relatif pentingnya dampak lingkungan terkait bangunan yang aalamat kredit tertentu. Dengan kata lain, kredit dengan nilai terbesar adalah yang paling langsung menangani dampak terpenting pada kategori bangunan.

Kriteria untuk bangunan baru (New Construction) antara lain, yaitu: lahan, energi, air, efisiensi sumber daya/material, dan kualitas lingkungan dalam ruangan.

Dengan demikian, penilaian peringkat dalam sertifikasi LEED memiliki banyak fleksibilitas dalam upaya untuk meraih peringkat yang tertinggi (Platinum), dengan asumsi misalnya, memiliki keunggulan di beberapa kriteria, tetapi berkinerja buruk di satu atau dua kriteria lainnya.



[1] Green Buildings in the U.S. and China_ Development and Policy Comparisons-Nova Science Pub Inc (2015), hlm.36

Sertifikasi bangunan hijau yang umum diterapkan di Amerika adalah sertifikasi LEED (the Leadership in Energy and Environmental Design certification program). Leed diluncurkan pada tahun 2000 oleh komisi green building amerika (the U.S. Green Building Council - USGBC). Dalam perjalananya, sertifikasi ini juga telah diadopsi di banyak negara, seperti LEED Canada, LEED India, LEED Mexico, LEED Brazil, dan LEED Emirates (UEA). 

LEED digunakan di seluruh Amerika Utara serta di lebih dari 30 negara dengan lebih dari 6.300 proyek yang saat ini disertifikasi di seluruh dunia dan lebih dari 21.000 proyek terdaftar. Pada September 2010, lebih dari 35 pemerintah negara bagian, 380 kota besar dan kecil, dan 58 kabupaten  telah memberlakukan undang-undang, peraturan, atau kebijakan berkelanjutan, banyak di antaranya secara khusus menyerukan sertifikasi LEED.

LEED terdiri dari kredit yang memperoleh poin dalam 7 kategori: Pemilihan Lokasi, Efisiensi Air, Energi dan Atmosfer, Bahan dan Sumber Daya, Kualitas Lingkungan Dalam Ruangan, Prioritas Regional, dan Inovasi dalam Desain . Seratus poin tersedia di seluruh kategori ini dengan prasyarat wajib seperti energi minimum dan pengurangan penggunaan air, pengumpulan daur ulang, dan pengendalian asap tembakau. Dalam setiap kategori terdapat kredit yang berkaitan dengan strategi khusus untuk keberlanjutan, seperti penggunaan produk dengan emisi rendah, pengurangan konsumsi air , efisiensi energi , akses ke transportasi umum, konten daur ulang , energi terbarukan , dan pencahayaan alami.. Sejak awal, standar LEED menjadi lebih ketat karena pasar telah berubah dan diperluas untuk mencakup sistem peringkat berbeda yang menangani berbagai jenis bangunan: Konstruksi Baru, Bangunan yang Ada, Interior Komersial, Core & Shell, Sekolah, Ritel, Perawatan Kesehatan, Rumah, dan Pembangunan Lingkungan.

Proses sertifikasi LEED berlangsung di LEED Online . Tim proyek diharuskan menyusun dokumentasi untuk menunjukkan kepatuhan terhadap persyaratan LEED dan mengunggah dokumentasi ini ke situs web LEED Online. Dokumentasi tersebut kemudian ditinjau oleh Green Building Certification Institute (GBCI); sertifikasi LEED diperoleh jika semua prasyarat dan jumlah kredit yang cukup diperoleh. Ada empat tingkat sertifikasi LEED: Bersertifikat, Perak, Emas, dan Platinum. Tidak diperlukan kunjungan ke lokasi dan sertifikasi dapat dilakukan setelah konstruksi selesai.

Thursday 24 June 2021

Peran Serta Penataan Ruang Pasca UUCK

Peran serta masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam pengaturan tata ruang karena pada akhirnya hasil penataan ruang adalah untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat dengan menikmati manfaat ruang berupa manfaat ekonomi, sosial, lingkungan sesuai tata ruang, serta demi tercapainya tujuan penataan ruang yaitu mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berdasarkan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.

Sayangnya, lahirnya Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Omnibus Law atau UU Cipta Kerja) yang disahkan pada Senin, 5 Oktober 2020, telah merombak sejumlah ketentuan dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR). Total ada 38 pasal aturan Tata Ruang yang diubah, dihapus, maupun ditambahkan. 

Download UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (disini)

Salah satu aspek yang dirubah adalah ketentuan terkait peran serta masyarakat. Sebelumnya, dalam Pasal 65 UUPR, menetapkan :

(1) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat.

(2) Peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, antara lain, melalui: a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang; b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan bentuk peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.


Kemudian, Pasal 17 butir (31) UUCK merubah ketentuan Pasal 65 UUPR tentang peran serta masyarakat, menjadi :

(1) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan melibatkan peran masyarakat.

(2) Peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, antara lain, melalui: a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang; b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terdiri atas orang perseorangan dan pelaku usaha.

Ketentuan Ayat (1) dan (2) secara explisit membatasi konsep peran serta msyarakat. Dimana masyarakat seolah hanya memiliki hak untuk berperan serta melalui mekanisme partisipasi, dalam proses penataan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Selain itu, ketentuan UUCK tersebut secara tegas telah membatasi adanya bentuk peran serta dari para pemerhati atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

(Download PP 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang disini)

Lebih lanjut, dalam PP Nomor 68 tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Masyarakat Dalam Penataan Ruang, yang disebut masyarakat adalah: “orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam penataan ruang”. 
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang merupakan aturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725).
Download PP Nomor 68 tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Masyarakat Dalam Penataan Ruang (disini

Sedangkan menurut Permendagri No. 4 Tahun 2019, Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau organisasi masyarakat yang terkena dampak langsung dari kegiatan penataan ruang, memiliki keahlian/keilmuan di bidang penataan ruang, memiliki pengalaman di bidang penataan ruang, dan/atau kegiatan pokoknya di bidang penataan ruang.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 tahun 2019 tentang Tata Cara dan Peran Serta Masyarakat dalam Perencanaan Tata Ruang di Daerah adalah aturan pelaksanaan dari Pasal 12 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang dan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Download Permendagri No. 4 Tahun 2019 (disini)

Pengaturan lebih lanjut Penataan Ruang Pasca Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) diatur dalam PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (PP Penyelenggaraan Penataan Ruang). Dimana Pasal 7 Ayat (3) PP Penyelenggaraan Penataan Ruang menetapkan, bahwa "Penyusunan RTR melibatkan peran Masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya melalui konsultasi publik".

Lebih lanjut, ketentuan tersebut semakin menegaskan adanya pembatasan peran serta masyarakat. Dimana peran serta masyarakat dalam penataan ruang hanyalah melalui proses konsultasi publik yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah.

(Download PP Penyelenggaraan Penataan Ruang Pasca UUCK disini)

Konsep Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang


Monday 21 June 2021

Kawasan Ekosistem Esensial Ujungpangkah Gresik

Sejak 2020, Ujungpangkah ditetapkan sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE), melengkapi keberadaan KEE lain di Jatim seperti Pantai Taman Kili-Kili Trenggalek, Teluk Pangpang Banyuwangi, dan Pulau Musakambing Sumenep. Selain kaya koleksi jenis mangrove yang jarang dijumpai di tempat lain, Ujungpangkah juga menjadi tempat singgah 72 jenis burung air, termasuk 29 jenis burung migran dari berbagai belahan dunia, seperti Pelican Australia dan Trinil Lumpur Asia dari Mongolia.

Direktur Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Asep Sigiharta, Kamis (3/6/2021) di Gresik mengatakan kekayaan keanekaragaman hayati itulah yang mendasari pengusulan Ujungpangkah sebagai situs Ramsar atau lahan basah. Situs ini bakal menjadi satu-satunya di dunia yang lokasinya berada di luar hutan konservasi.

Bupati Gresik Fandi Ahmad Yani mengatakan pengusulan sebagai warisan dunia ini menjadi kebanggaan bagi masyarakat Gresik bahkan Jatim. Pihaknya pun berkomitmen mengawal pelestarian hutan mangrove dengan meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang tingginya kekayaan keanekaragaman hayati dan manfaatnya bagi kelestarian ekosistem dunia.

Sebagai kota industri, Gresik menjadi incaran investor nasional dan internasional. Jumlah industri skala besar dan menengah lebih dari 800 perusahaan, melebihi jumlah desa dan kelurahan sebanyak 356. Bentang alam pantai utara yang menjadi lokasi KEE Ujung Pangkah pun dikepung industri. 

Di sebelah utara, misalnya, terdapat industri dok kapal dan Perusahaan Gas Negara. Sementara itu di sebelah selatan, berdiri Java Industrial and Port Estate (JIIPE) yang ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan menjadi salah satu ikon kawasan industri terbesar Indonesia. KEE dan KEK ini berhadapan langsung.




Sunday 20 June 2021

Kasus Tambang Emas di Kepulauan Sangihe

Kasus tambang emas di Kepulauan Sangihe melibatkan perusahaan PT. Tambang Mas Sangihe (PT TMS). Diketahui PT TMS sudah mengantongi izin operasi dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan nomor 163 K/MB.04/DJB/2021 tanggal 29 Januari 2021, dengan luas wilayah Kontrak Karya seluas 42.000 ha.

Padahal Pulau Sangihe tergolong pulau kecil dengan luasan hanya 737 km atau 73.700 ha. Sehingga pemberian izin seluas 42.000 ha atau 420 km (lebih dari setengah luas pulau) telah menimbulkan kekhawatiran akan dampak negatif yang berpotensi ditimbulkannya. 

Meskipun, dalam keterangan tertulis Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Ridwan Djamaludin menyebut PT TMS hanya melakukan kegiatan pertambangan seluas 65,48 hektar dari total izin yang diberikan. Lebih lanjut, berdasarkan data Ditjen Minerba KESDM, total luas wilayah PT TMS yang prospek untuk ditambang hanya 4.500 hektar. 

Dalam sebuah petisi online yang dibuat sejumlah aliansi masyarakat Sangihe menyebutkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil melarang pulau dengan luas daratan di bawah 2000 kilometer persegi atau setara 200 ribu hektar dilarang untuk dikategorikan sebagai pulau kecil. Untuk itu pulau kecil Sangihe seharusnya tidak boleh digunakan untuk aktivitas pertambangan.


Wakil Bupati Sangihe

Kasus tersebut juga ramai dikaitkan dengan meninggalnya Wakil Bupati Sangihe Helmud Hontong pada hari Rabu (9/6/2021). Helmud Hontong meninggal di pesawat dalam perjalanan pulang dari Bali menuju Manado via Makassar. Pasangan dari Bupati Sangihe Jabes Gaghana itu diketahui sempat mengirim surat permohonan pembatalan izin operasi pertambangan emas di wilayahnya sebelum diberitakan meninggal dunia.

Helmud Hontong secara pribadi menuliskan surat untuk Kementerian ESDM pada 28 April. Surat tersebut dituliskan dengan tujuan permohonan pertimbangan pembatalan izin operasi pertambangan PT Tambang Mas Sangihe di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Dalam surat yang beredar tersebut, Helmud diketahui menandatanganinya pada 28 April 2021 lalu. Surat itu ditujukan ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaludin pun mengakui telah menerima surat itu. "Pihak Kementerian ESDM benar telah menerima surat pribadi dari Wabup Kepulauan Sangihe tgl 28 April 2021. Saat ini Ditjen Minerba sedang menjadwalkan pertemuan dengan pihak Kabupaten Kepulauan Sangihe untuk membahas kegiatan pertambangan PT TMS," kata Ridwan.

Thursday 17 June 2021

Protokol Cartagena - Draft

Kenyataanya, masih banyak masyarakat yang belum menyadari timbulnya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan adalah akibat akibat dari berbagai perilaku yang tidak ramah lingkungan. Masyarakat seolah terlihat enggan untuk berpartisipasi dalam upaya melestarikan lingkungan.


Matt Ball (2006), misalnya,menyatakan: “Meyakinkan hanya satu orang untuk mengubah pola makannya dapat menghemat lebih banyakhewan daripada yang telah diselamatkan oleh sebagian besar kampanye profil tinggi melawanpenelitian hewan, bulu, dan sirkus.” Ball (2006) menyimpulkan: “Jelas bahwa, jikakami ingin memaksimalkan kebaikan yang kami capai untuk hewan, memperluasboikot pabrik peternakan melalui promosi vegetarianisme adalah yang terbaik ispenggunaan waktu dan sumber daya kami yang terbatas.”Erik Marcus juga berpendapat untuk fokus pada penghapusan pertanian pabrik. Diamenyatakan, “Tidak diragukan lagi bahwa upaya untuk menghilangkan kekejaman terhadap hewanharus fokus pada pertanian” (Marcus, 2005). Dia menyerukan "pembongkaran"gerakan untuk menghentikan peternakan (Marcus, 2005).Hewan ternak sejauh ini adalah hewan yang paling banyak digunakan dan dibunuhuntuk tujuan manusia. Marcus (2005) menghitung bahwa 97 persen dari semua hewandibunuh di Amerika Serikat adalah hewan ternak. 3 persen lainnya terbunuhselama penelitian hewan, berburu, peternakan bulu, dan pekerjaan penampungan. 


Ball, M. (2006). Living and working in defense of animals. In P. Singer (Ed.) In

defense of animals: The second wave (pp. 181–186). Blackwell Publishing

Marcus, E. (2005). Meat market. Brio Press.

Perkiraan Kebutuhan Air Domestik

Berapakah perkiraan kebutuhan air bersih untuk keperluan domestik, yang dibutuhkan setiap orang untuk setiap harinya?

Menurut SNI 19-6728.1-2002 tentang Penyusunan Neraca Sumber Daya - Bagian 1: Sumber daya air spasial, maka Penggunaan air untuk keperluan domestik diperhitungkan dari jumlah penduduk di daerah perkotaan dan pedesaan yang terdapat di Daerah Aliran Sungai (DAS). Untuk penduduk perkotaan diperlukan 120L/hari/kapita, sedang penduduk pedesaan memerlukan 60L/hari/kapita. Sedangkan untuk Kota dengan penduduk sama dengan 1 juta jiwa, diperkirakan kebutuhan airnya mencapai 150 liter/ hari.

Menurut Jurnal : Model Prediksi Kebutuhan Air Bersih Berdasarkan Jumlah Penduduk di Kawasan Perkotaan Sentul City, maka : Standar kelayakan kebutuhan air bersih adalah 49,5 liter/kapita/hari. Untuk kebutuhan tubuh manusia air yang diperlukan adalah 2,5 liter per hari. Standar kebutuhan air pada manusia biasanya mengikuti rumus 30 cc per kilogram berat badan per hari. Artinya, jika seseorang dengan berat badan 60 kg, maka kebutuhan air tiap harinya sebanyak 1.800 cc atau 1,8 liter. Sedangkan UNESCO sendiri pada tahun 2002 telah menetapkan hak dasar manusia atas air yaitu sebesar 60 liter/orang/hari (UNESCO, 2002). 

Tuesday 15 June 2021

Kajian Dampak Tidak Penting Hasil Proses Pelingkupan Amdal

 Apakah dampak tidak penting tidak wajib dikelola oleh suatu kegiatan usaha yang wajib Amdal?

Pertanyaan tersebut menarik untuk dikaji lebih lanjut.


Saturday 12 June 2021

Sertifikasi Bangunan Gedung Hijau Menurut Permen PUPR No.21 Tahun 2021 tentang Penilaian Kinerja Bangunan Gedung Hijau

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penilaian Kinerja Bangunan Gedung Hijau merupakan pengganti Permen PUPR Nomor 02 tahun 2015 tentang Bangunan Gedung Hijau. Dalam bagian Menimbang, Permen PUPR ini merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 123 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.