Satu lagi satwa langka yang dilindungi tewas mengenaskan diduga akibat ulah orang-orang yang ingin mendapatkan gadingnya adalah Tragedi Gajah Yongki.
Pada bulan september tahun 2015 mamalia raksasa berusia 35 tahun yang beberapa kali berjasa mencegah konflik antara gajah liar dan penduduk itu justru mati dibunuh manusia yang tak punya hati. Di subuh hari, ia rebah dengan kedua kaki depan terikat dan kedua gadingnya dicuri. Ada kucuran darah dari bekas gading yang dicabut paksa itu. Ada dugaan kuat ia mati diracun para durjana. Kasus tersebut semakin menambah bukti kematian Satwa di Indonesia
Gajah jantan tersebut ditemukan pawang dalam kondisi tidak bernyawa dan tanpa gading. Ia ditemukan tidak jauh dari Posko Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Pekon Pemerihan, Kecamatan Bengkunatbelimbing, Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung, Pada hari Kamis tanggal 17 September Tahun 2015.
Kematian gajah tersebut pertama kali ditemukan mahot (pawang)-nya sekitar pukul 07.00 WIB. Sebelumnya, sekitar pukul 23.00, Yongki dan Arni (gajah betina) dipisahkan dari kawanan gajah jinak lainnya karena ia memasuki masa berahi. Pemisahan tersebut bertujuan menghindari rasa cemburu gajah-gajah lainnya. Pasangan gajah itu diletakkan sekitar 50 meter dari jarak kawanannya. Saat mahot akan memandikan Yongki pada pagi harinya gajah jantan itu sudah tergeletak mati. Gadingnya yang sepanjang 80 cm ketika ditemukan tersisa hanya 15 cm. Pihak TNBBS menduga pelaku kejahatan tersebut telah melakukan kejahatan secara terencana dan terstruktur. Hal itu terlihat dari potongan gading yang sangat rapi.
Kematian Yongki pada Jumat (18/9/2015), yang dibunuh dan diambil gadingnya oleh pencuri, merupakan pukulan bagi upaya konservasi satwa di Lampung. Selain itu Dunia juga turut menangisi kematian Yongki. Washington Post dan media asing lainnya seperti ABC memberitakan kabar duka ini. Berbagai komentar menyesalkan terjadinya peristiwa tersebut.
Gajah Yongki
Sebagai tanggapannya, saat itu Kapolda Lampung Lampung Brigjen Edward Syah Pernong berjanji akan mengusut kasus kematian Gajah Yongki.
Kementerian Lingkungan Hidup juga turun tangan, dengan memerintahkan "tim di lapangan untuk mencari pelakunya sampai dapat. Gajahnya sendiri sudah diautopsi,” kata Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, KLHK, Tachrir Fathoni.
Kementerian Lingkungan Hidup juga turun tangan, dengan memerintahkan "tim di lapangan untuk mencari pelakunya sampai dapat. Gajahnya sendiri sudah diautopsi,” kata Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, KLHK, Tachrir Fathoni.
Edward menyatakan akan menindak tegas para pelaku karena telah membunuh satwa langka yang dilindungi tersebut. "Akan kami tindak tegas, siapa pun pelakunya. Ini sudah komitmen kami untuk melindungi hewan yang dilindungi dan mengantisipasi penjualan gading gajah," kata Edward kepada surat kabar Lampung Post pada acara pengukuhan angkon muakhi dari Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Provinsi Lampung, di Kota Bandar Lampung.
Hasilnya.......
Seorang warga bernama Tarmuzi yang ditangkap dan diperiksa terkait kasus pembunuhan gajah bernama Yongki meninggal dunia setelah dianiaya oknum polisi.
Yongki memang tak sepopuler gajah lain seperti Karnangin (Golkar menang karena beringin, wa risan Orba tentu saja), Rini S Bono, Rano Karno -rupanya artis-artis yang memberi nama para gajah- dan terutama Sengtong, yang disebut para mahout Sengtong si ‘raja’ Way Kambas.
Namun kematian Yongki telah meninggalkan kesedihan bagi banyak kalangan, termasuk petugas jaga yang tinggal sekitar 200 meter dari posko. Berita kematian Yongki pun segera tersebar. Tagar #RIPYongki langsung merebak di dunia maya. Sejumlah petugas Taman Nasional Bukit Barisan segera datang melayat. Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Lampung Subakir yang sedang berada di Bandar Lampung segera menempuh jarak sekitar 250 kilometer untuk melihat Yongki terakhir kalinya. Ketua Forum Mahout Indonesia yang juga mahout (pawang gajah) pertama, Nazarudin, pun datang dari Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur.
Di Taman Nasional Way Kambas yang luasnya 125.621 hektare, didirikan pada 1985, Yongki yang punya kepandaian mencari jejak gajah liar beberapa kali berhasil menghalau kawan-kawannya yang belum ‘menyentuh bangku sekolahan’ itu. Pada 2009, ia diperbantukan di TNBBS. Di situ, ia mengukir banyak prestasi. Para mahout (pawang gajah) yang pernah menangani Yongki amat nyaman bekerja sama dengan gajah pintar itu.
Namun kematian Yongki telah meninggalkan kesedihan bagi banyak kalangan, termasuk petugas jaga yang tinggal sekitar 200 meter dari posko. Berita kematian Yongki pun segera tersebar. Tagar #RIPYongki langsung merebak di dunia maya. Sejumlah petugas Taman Nasional Bukit Barisan segera datang melayat. Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Lampung Subakir yang sedang berada di Bandar Lampung segera menempuh jarak sekitar 250 kilometer untuk melihat Yongki terakhir kalinya. Ketua Forum Mahout Indonesia yang juga mahout (pawang gajah) pertama, Nazarudin, pun datang dari Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur.
Di Taman Nasional Way Kambas yang luasnya 125.621 hektare, didirikan pada 1985, Yongki yang punya kepandaian mencari jejak gajah liar beberapa kali berhasil menghalau kawan-kawannya yang belum ‘menyentuh bangku sekolahan’ itu. Pada 2009, ia diperbantukan di TNBBS. Di situ, ia mengukir banyak prestasi. Para mahout (pawang gajah) yang pernah menangani Yongki amat nyaman bekerja sama dengan gajah pintar itu.
Dedikasi Yongki pernah dicatat Kompas pada terbitan tanggal 2 Mei 2010 berjudul "Gajah-gajah yang Menjadi Pahlawan". Dalam tulisan tersebut dikisahkan, Yongki dan kawan-kawannya punya peran penting. Binatang itu sangat kuat, bisa menjelajahi kawasan hutan hingga masuk ke pedalaman, dan ditakuti binatang liar di hutan. Dengan naik gajah, polisi hutan merasa lebih percaya diri saat memantau taman nasional dan mengusir perambah hutan.
Sumber :
Kompas.com dengan judul "Yongki, Sang Gajah Penengah Konflik Itu Telah Tiada", https://sains.kompas.com/read/2015/09/21/21425631/read-brandzview.html?page=all.
No comments:
Post a Comment