Saturday, 21 March 2020

Pariwisata Berkelanjutan Yang Berwawasan Lingkungan

Secara konvensional, umumnya pariwisata cenderung mengancam kelestarian sumber-sumber daya pariwisata itu sendiri. Tidak sedikit resort-resort eksklusif dibangun dengan mengabaikan daya dukung (carrying capacity) fisik serta aspek sosial dan budaya setempat. Padahal jika hal tersebut terus berlanjut, maka kelestarian OTW (obyek tujuan wisata) akan terancam dan pariwisata dengan sendirinya tidak akan dapat berkembang atau malah semakin menurun. 


Dampak negatif pariwisata atas lingkungan fisik ada yang dapat diperbaiki, namun pada umumnya sudah tidak dapat diperbaiki lagi dan bila itu menyangkut potensi alam yang justru menjadi daya tarik wisata, dapat dikatakan bahwa pariwisata telah “membunuh” dirinya sendiri karena kualitas daya tarik wisata menurun justru diakibatkan oleh perkembangan pariwisata itu sendiri (Warpani dan Warpani 2007). Oleh karenanya dampak positif pariwisata patut dikembangkan, sedangkan dampak negatifnya harus dicegah atau ditekan sampai pada batas minimum. 
WTO (1995), menyebutkan pula bahwa daya dukung wilayah wisata dipengaruhi oleh dua faktor lingkungan, yaitu: (1) lingkungan fisik, misalnya ukuran ruang yang dibutuhkan. Secara fisik, jika daya dukung terlewati, akan berpengaruh terhadap kerentanan aset sumberdaya alam, karena muncul masalah seperti meningkatnya jumlah limbah dan sampah, pencemaran serta gangguan terhadap proses ekologi yang penting; (2) lingkungan sosial, misalnya ketersediaan fasilitas yang diperlukan. Secara sosial dampak negatif dari terlampauinya daya dukung akan muncul gangguan sosial dan budaya, produktivitas masyarakat turun, misalnya karena kepadatan wisatawan timbul kemacetan lalu lintas yang menghambat mobilitas masyarakat dalam beraktivitas. Terlampauinya daya dukung sosial berakibat pada perubahan sosial budaya masyarakat lokal yang rentan terhadap dampak yang merugikan.

Pariwisata Berkelanjutan
Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan adalah pengelolaan seluruh sumberdaya sedemikian rupa hingga kita dapat memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial dan estetika, ketika mempertahankan keterpaduan budaya, proses ekologi yang penting, keragaman biologi dan sistem pendukung kehidupan (Murphy 1994).
Sedangkan menurut Lampiran Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan, maka definisi Pariwisata berkelanjutan adalah pariwisata yang memperhitungkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan saat ini dan masa depan, memenuhi kebutuhan pengunjung, industri, lingkungan dan masyarakat setempat serta dapat diaplikasikan ke semua bentuk aktifitas wisata di semua jenis destinasi wisata, termasuk wisata masal dan berbagai jenis kegiatan wisata lainnya. menurut Lampiran Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan, kriteria destinasi pariwisata berkelanjutan secara garis besar terbagi menjadi empat bagian yakni : a. pengelolaan destinasi pariwisata berkelanjutan; b. pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat lokal; c. pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung; dan d. pelestarian lingkungan.
WTO (1995) menjelaskan, bahwa pembangunan pariwisata berkelanjutan harus berdasarkan perkembangan hubungan antara industri pariwisata, pendukung lingkungan dan masyarakat. Hubungan ini mencakup tiga prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu:
1. Kelanjutan ekologi pembangunan yang sesuai  dengan perawatan  proses ekologi yang diperlukan, keragaman biologi dan sumberdaya biologi;
2. Kelanjutan sosial dan budaya  pembangunan  yang  meningkatkan pengendalian manusia terhadap kehidupannya, yang sesuai dengan kebudayaan dan nilai-nilai manusia yang dipengaruhi pembangunan tersebut dan yang mempertahankan serta memperkuat identitas masyarakat;
3. Kelanjutan ekonomi pembangunan yang efisien secara ekonomi, dengan sumberdaya yang dikelola sedemikian rupa sehingga dapat mendukung generasi dimasa datang.
National geograpic online dalam the global development research center (2002) mendefinisikan pariwisata berkelanjutan sebagai berikut: (1) pariwisata yang memberikan penerangan; (2) pariwisata yang mendukung keutuhan (integritas) dari tempat tujuan; (3) pariwisata yang menguntungkan masyarakat setempat; (4) pariwisata yang melindungi sumberdaya alam; (5) pariwisata yang menghormati budaya dan tradisi; dan (6) pariwisata yang tidak menyalahgunakan  produk.
Aronsson (2000), mencoba menyampaikan beberapa pokok pikiran tentang interpretasi pembangunan pariwisata  berkelanjutan, yaitu: (1) pembangunan pariwisata berkelanjutan harus mampu mengatasi permasalahan sampah lingkungan serta memiliki perspektif ekologis; (2) pembangunan pariwisata berkelanjutan menunjukkan keberpihakannya pada pembangunan berskala kecil dan yang berbasis  masyarakat lokal/setempat; (3) pembangunan pariwisata berkelanjutan menempatkan daerah tujuan wisata sebagai penerima manfaat dari pariwisata, untuk mencapainya tidak harus dengan mengeksploitasi daerah setempat; (4) pembangunan pariwisata berkelanjutan menekankan pada keberlanjutan budaya, dalam hal ini berkaitan dengan upaya-upaya membangun dan mempertahankan bangunan tradisional dan peninggalan budaya di daerah tujuan wisata.

Pariwisata Berkelanjutan di Indonesia
Pembangunan pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism development menurut Yaman dan Mohd (2004) ditandai dengan empat kondisi, yaitu: (1) anggota masyarakat harus berpartisipasi dalam proses perencanaan dan pembangunan pariwisata; (2) pendidikan bagi tuan rumah, pelaku industri dan pengunjung/wisatawan; (3) kualitas habitat kehidupan liar, penggunaan energi dan iklim mikro harus dimengerti dan didukung; (4) investasi pada bentuk– bentuk transportasi alternatif.
Indikator yang dikembangkan pemerintah RepubIik Indonesia tentang pembangunan pariwisata berkelanjutan adalah: (1) kesadaran tentang tanggung jawab terhadap lingkungan, bahwa strategi pembangunan pariwisata berkelanjutan harus menempatkan pariwisata sebagai green industry (industri yang ramah lingkungan), yang menjadi tanggung jawab pemerintah, industri pariwisata, masyarakat dan wisatawan; (2) peningkatan peran pemerintah daerah dalam pembangunan pariwisata; (3) keberdayaan industri pariwisata yaitu mampu menciptakan produk pariwisata yang bisa bersaing secara internasional, dan mensejahterakan masyarakat di tempat tujuan wisata; (4) kemitraan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata yang bertujuan menghapus/meminimalisir perbedaan tingkat kesejahteraan wisatawan dan masyarakat di daerah tujuan wisata untuk menghindari konflik dan dominasi satu sama lain (Anonim 2000).

Sedangkan merujuk pada Agenda 21 untuk perjalanan dan pariwisata, diuraikan 12 prinsip yang memandu pembangunan pariwisata yang berkelanjutan (Pitana dan Diarta 2009), yaitu :
1 Perjalanan dan pariwisata membantu manusia menuju kehidupan yang sehat dan produktif selaras dengan alam.
2 Pariwisata harus mendukung konservasi, perlindungan dan pemugaran ekosistem bumi.
3 Perjalanan dan pariwisata harus berdasarkan pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.
4 Bangsa-bangsa seyogyanya bekerjasama untuk mempromosikan sistem ekonomi terbuka dimana perdagangan internasional dalam layanan perjalanan dan pariwisata dapat berlangsung secara berkelanjutan.
5 Sistem perlindungan dalam perdagangan layanan perjalanan dan pariwisata harus dihentikan atau dibalik.
6 Pariwisata, keamanan, pembangunan dan perlindungan lingkungan saling tergantung satu dengan lainnya.
7 Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, perlindungan lingkungan seyogyanya merupakan bagian terpadu dari proses pembangunan pariwisata.
8 Isu pembangunan pariwisata harus ditangani oleh warganegara yang bersangkutan dan keputusan perencanaan harus diambil pada tingkat lokal.
9 Bangsa-bangsa akan saling mengingatkan mengenai bencana alam yang dapat mempengaruhi wisatawan atau wilayah wisatawan.
10 Peran serta kaum wanita diperlukan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, karena itu kaum wanita selayaknya diberi kesempatan untuk bekerja dalam bidang perjalanan dan pariwisata.
11 Pengembangan pariwisata harus mengenal dan mendukung identitas, budaya dan minat dari penduduk asli.


12 Undang-undang internasional yang melindungi lingkungan harus dihormati oleh industri perjalanan dan pariwisata di seluruh dunia.

Sumber :
Disertasi, Model kebijakan pengelolaan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan, 2012
Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan

No comments:

Post a Comment