Harimau Sumatera (panthera tigris sumatrae) yang diberi nama Inung Rio adalah harimau yang sebelumnya terjerat di kawasan restorasi ekosistem Riau (RER) yang dikelola PT Gemilang Cipta Nusantara (GCN) (RAPP Group) di Desa Sangar Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Riau pada Maret 2019.
Untuk mengevakuasi Inung Rio, tim membutuhkan waktu selama 22 jam untuk menuju lokasi. Tim juga harus melewati sungai dengan perahu kecil lalu dilanjutkan perjalanan dengan kendaraan darat untuk sampai ke PRHSD Dharmasraya, Sumatera Barat.
"Setelah sampai ke lokasi, tim melakukan pembiusan untuk melepaskan jerat dan pengobatan kakinya yang luka," ujar Suharyono. Kemudian, sambung dia, tim membawa harimau seberat 90 kilogram itu dengan menggunakan tandu untuk menuju kandang transit.
Namun umur satwa belang itu hanya bertahan 20 hari karena komplikasi penyakitnya.
Inung Rio dirawat mulai 25 Maret hingga 11 April 2019 karena luka parah di bagian kaki depan kiri dan sempat demam lebih dari 40 derajat celsius.
Catrini mengungkapkan, tim dokter hewan langsung melakukan bedah bangkai atau nekropsi pada 16 April 2019, sehari setelah kematian Inung. Hasil diagnosa awal juga sudah disampaikan kepada BBKSDA Sumatera Barat pada 18 April 2019.
Pihak Yayasan Arsari Djojohadikusumo selaku pengelola PR-HSD mengungkapkan bahwa Inung mati akibat komplikasi penyakit. “Harimau Inung Rio mati karena komplikasi berbagai penyakit bawaan sebelum direhabilitasi di PRHSD,” kata Direktur Eksekutif Yayasan Arsari Djojohadikusumo, Catrini Pratihari Kubontubuh ketika dihubungi Antara dari Pekanbaru, Rabu, (3/6/2019).
Berikut kronologi sebab matinya Harimau Inung Rio yang dipaparkan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat (Sumbar) DR Ir Erly Sukrismanto, Msc pada Kamis (4/7/2019).
24 Maret 2019
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) jantan berumur 3 tahun dengan berat 95 Kg yang diberi nama "Inung Rio" tiba di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatra Dharmasraya (PRHSD). Harimau ini ditemukan oleh salah satu pekerja di perusahaan PT. Gemilang Cipta Nusantara (RAPP Group) di kawasan Restorasi Ekosistem Riau (RER), tergelatak tak berdaya karena terkena jerat di Desa Sangar, Kecamatan Teluk Meranti, Pelalawan Riau.
Selanjutnya Wildlife Rescue Unit (WRU) yang terdiri dari BBKSDA Riau dan PRHSD menuju ke lokasi untuk mengevakuasi Inung Rio. Tim membutuhkan waktu sampai kelokasi selama 22 jam, yang harus ditempuh melalui sungai dengan perahu kecil dan kemudian dilanjutkan menggunakan kendaraan darat untuk sampai ke PRHSD Dharmasraya Sumatera Barat.
25 Maret 2019
Inung Rio dievakuasi menuju PRHSD di Darmasraya Sumatera Barat. Dari 25 Maret 2019 sampai dengan 11 April 2019 dilakukan observasi dan perawatan intensif (masa Karantina 14 hari). Selama karantina Inung Rio yang terluka parah di bagian kaki depan kiri, dan sempat demam dengan suhu tubuh lebih 400C.
Luka yang dialami Inung Rio menghambat aktivitasnya. Namun, aktivitas masih terlihat normal dan sifat keliarannya masih ada. Sifat kewaspadaan masih tinggi dan langsung mengeluarkan suara peringatan ketika didekati manusia. Untuk nafsu (makan) sangat baik dan diberi daging babi.
12 April 2019
Kondisi Inung Rio baik dan tidak memperlihatkan sakit serius. Minggu, 14 April 2019 Inung Rio terlihat mengalami penurunan aktivitas. Aktivitas hanya terbatas mendekat dan menjauhi lampu treatment infra red. Hasil pengamatan terlihat adanya kerontokan rambut, air liur berlebih (hypersalivasi), mata berair (hiperlakrimasi) dan hilangnya nafsu makan. Terjadi peningkatan frekuensi nafas mulai pukul 16.00 WIB hingga pukul24.00 WIB.
15 April 2019
Pada pukul 02.00 WIB terdapat lendir dalam rongga hidung dan terlihat adanya reflex batuk dengan rata-rata frekuensi nafas 48 x/menit. Pukul 08.00 WIBterlihat adanya lender kental dan terbaring lemah dengan frekuensi nafas 62 x/menit. Pukul 10.00 WIBberdasarkan observasi, terjadi peningkatan frekuensi nafas menjadi 70 x/menit disertai hipersalivasi dan refleks batuk yang meningkat.
Pukul 16.42 WIB Inung Rio mengalami kejang-kejang dengan durasi sekitar 2 menit. Setelah itu, Tim langsung melakukan prosedur tindak darurat pacu jantung (PCR). Pada pukul 16.53 WIB Inung Rio dinyatakan meninggal setelah percobaan tindak darurat CPR dilakukan dan gagal.
Berdasarkan gejala klinis yang terlihat berupa hilangnya nafsu makan, hipersalivasi, hiperlakrimasi, kerontokan rambut, muntah, batuk dan kejang, maka Harimau Inung Rio diduga mengalami gangguan pernafasan yang disebabkan infeksi sistemik.
16 April 2019
Pada pukul 14.00 - 18.30 WIB diakukan pemeriksaan kematian "Nekropsi/otopsi" Inung Rio oleh tim Medis KKH, BBKSDA Riau, BKSDA Sumatera Barat dan PRHSD dengan diagnosa sementara adalah gangguan sistem pernafasan (pneumonia) dengan suspect infeksi jamur dan bakteri Clostridium tetani, kegagalan sirkulasi darah, gangguan fungsi saraf ringan dan Distemper. Pada nekropsi ini dilakukan pengambilan sampel organ (BAP No. BAP.399/K.9/KSA/04/2019 tanggal 16 April 2019) dan pengiriman sampel pada 18 April 2019 untuk dilakukan pemeriksaan Laboratorium di Balai Veteriner Bukit Tinggi dan PSSP IPB Bogor. Penguburan Bangkai Inung Rio di lokasi PRHSD dengan BAP Nomor: BAP.400/K.9/KSA/04/2019 tanggal 16 April 2019.
29 Mei 2019
Pemeriksaan Laboratorium Patologi baru selesai dengan hasil: Perubahan pada organ utama terutama paru-paru berkontribusi besar terhadap kematian dan infeksi yang terjadi secara menyeluruh (sistemik) namun belum dapat ditentukan agen patogennya (bakteri atau virus). Inung Rio mengalami ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga terjadi Hypopolemic shock. Infeksi fungal (jamur) yang diduga infeksi sekunder berkontribusi besar terhadap kasus Pneumonia pada Inung Rio, dan dipicu oleh kondisi stress sejak Inung Rio terjerat serta mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh.
Kondisi ini diperburuk oleh terjadinya gastroenteritis parah akibat infestasi parasit Trycostrongilus sp. Sehingga disimpulkan penyebab utama kematian adalah Pneumonia oleh infeksi yang sistemik.
Saat ini masih menunggu konfirmasi hasil laboratorium Histopatologi untuk memperteguh penyebab kematian guna mengetahui infeksi mikroorganisme tertentu yang menyebabkan Pneumonia.
Sementara itu upaya peningkatan populasi Harimau Sumatera di habitat alam yang dilakukan oleh Kementerian LHK bersama para mitra adalah melakukan pemantauan secara berkala dan sistematik dengan Sumatran Wide Tiger Survey.
Sebanyak 74 tim survey dari 30 lembaga terlibat dalam pelaksanaan survey di 23 wilayah sebaran Harimau Sumatra seluas 12,9 juta ha. Melalui upaya tersebut terdapat kenaikan populasi Harimau Sumatera di site monitoring milik UPT Direktorat Jenderal KSDAE, dari tahun 2017 terpantau 157 individu menjadi 220 individu di tahun 2018.
Sumber:
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Salah Satu Penyebab Harimau Inung Rio Mati adalah Penyakit Radang Paru", https://regional.kompas.com/read/2019/07/04/06203341/salah-satu-penyebab-harimau-inung-rio-mati-adalah-penyakit-radang-paru?page=all.
Editor : Rachmawati
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Seekor Harimau Sumatera Terjerat di Hutan Pelalawan Riau", https://regional.kompas.com/read/2019/03/26/20122431/seekor-harimau-sumatera-terjerat-di-hutan-pelalawan-riau.
Penulis : Kontributor Pekanbaru, Idon Tanjung
Editor : Aprillia Ika
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Setelah Dirawat 14 Hari, Harimau Sumatra Inung Rio Akhirnya Mati", https://regional.kompas.com/read/2019/07/04/05552541/setelah-dirawat-14-hari-harimau-sumatra-inung-rio-akhirnya-mati.
Editor : Rachmawati
Kronologi Matinya Harimau Inung Rio yang Dijerat Pemburu di Riau
Chaidir Anwar Tanjung - detikNews
Kamis, 04 Jul 2019 10:38 WIB
https://news.detik.com/berita/d-4610738/kronologi-matinya-harimau-inung-rio-yang-dijerat-pemburu-di-riau
No comments:
Post a Comment