Free Download : Buku PANDUAN PENGHITUNGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) HIJAU.
Konsep PDRB Hijau merupakan pengembangan dari konsep PDRB yang telah disusun oleh Badan
Konsep PDRB Hijau merupakan pengembangan dari konsep PDRB yang telah disusun oleh Badan
Pusat Statistik (BPS) baik di tingkat Provinsi ataupun Kabupaten/Kota yang dihitung untuk masa satu tahun. PDRB Hijau akan dapat digunakan untuk menampilkan nilai pendapatan per kapita di masing-masing Provinsi, Kabupaten dan Kota yang sudah mencerminkan kualitas lingkungan hidup dari pembangunan yang telah dicapai.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah catatan tentang jumlah nilai rupiah dari barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) untuk waktu satu tahun lamanya. Nilai PDRB suatu daerah tersebut sebenarnya sama dengan nilai tambah yang diciptakan oleh semua sektor kegiatan ekonomi (lapangan usaha) dalam wilayah atau daerah yang sama. Untuk keperluan analisis ekonomi serta perencanaan pembangunan di daerah, PDRB dan pendapatan regional 1 ditampilkan menurut struktur sektor kegiatan ekonomi atau lapangan usaha. Demikian pula PDRB digunakan sebagai instrumen untuk menilai keberhasilan pembangunan di daerah yang bersangkutan; baik itu provinsi maupun kota atau kabupaten. Dengan mengetahui struktur atau sumbangan maupun laju pertumbuhan masing-masing sektor terhadap PDRB, maka hasil-hasil pembangunan dapat diketahui dengan jelas dan rencana pembangunan daerah dapat disusun secara jelas pula.
PDRB mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1970–an dan penyusunannya melibatkan berbagai instansi dan perguruan tinggi. Untuk keperluan penyusunan PDRB di beberapa provinsi yang ditentukan sebagai uji coba (Sumatera Barat, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta), dibentuklah GRDP (Gross Regional Domestic Product) Research Group yang beranggotakan beberapa lembaga dan universitas, yaitu Universitas Indonesia, Universitas Andalas, Universitas Padjadjaran, Universitas Gadjah Mada, Biro Pusat Statistik, BAPPENAS, dan Lembaga Ekonomi Nasional dan Kebudayaan (LEKNAS)-LIPI. Group diketuai oleh Dr. Sri Edi Swasono dari Universitas Indonesia.
Karena peranan PDRB dalam pembangunan daerah dirasakan sangat bermanfaat bagi perencanaan pembangunan dan penilaian hasil-hasilnya, maka akhirnya provinsi dan kabupaten serta kota di seluruh Indonesia menyusun PDRBnya masing-masing dan menerbitkannya setiap tahun. Namun demikian, penghitungan PDRB yang sudah dilakukan hingga saat ini sebenarnya baru menghitung nilai total barang dan jasa akhir (final product) yang dihasilkan selama satu tahun dan dinyatakan dalam nilai rupiah. Nilai yang dihasilkan seolah-olah memberikan gambaran tentang pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh suatu daerah, baik secara total maupun secara sektoral, sehingga dianggap mencerminkan kesejahteraan daerah yang bersangkutan. Namun sesungguhnya tidak demikian karena nilai sumber daya alam yang hilang (dieksploitasi) dan kerusakan (degradasi) lingkungan belum diperhitungkan atau dikurangkan sebagai nilai kehilangan dan kerusakan yang seharusnya dibayar, sehingga nilai-nilai yang tercantum dalam PDRB yang konvensional itu belum menunjukkan nilai kesejahteraan masyarakat yang sesungguhnya.2 Oleh karena itu, untuk membuat agar nilai-nilai yang ada di dalam PDRB mencerminkan nilai kesejahteraan yang sesungguhnya dari hasil kegiatan perekonomian suatu daerah, maka perlu dilakukan penghitungan PDRB yang disesuaikan (adjusted GRDP) yaitu dengan memasukkan nilai sumber daya alam yang digunakan sebagai masukan (inputs) maupun kerusakan (degradasi) lingkungan yang ditimbulkan sebagai produk yang tidak diinginkan (undesirable outputs) sebagai akibat dilakukannya suatu kegiatan. Dengan demikian nilai PDRB yang telah disesuaikan tersebut dapat dijadikan acuan dasar bagi perencanaan pembangunan yang berkelanjutan yaitu dengan memperhatikan keberadaan faktor sumber daya alam dan lingkungan.
Untuk membedakan antara PDRB yang belum dan yang sudah disesuaikan, maka dapat dipergunakan terminologi sebagai berikut:
- PDRB yang sudah biasa dihitung tanpa memasukkan unsur sumber daya alam dan lingkungan disebut sebagai PDRB yang Konvensional atau PDRB COKLAT.
- PDRB yang dihitung dengan memasukkan nilai pengambilan sumber daya alam saja (deplesi) disebut sebagai PDRB SEMI HIJAU, dan
- PDRB yang sudah memasukkan nilai pengambilan sumber daya alam (deplesi) serta nilai kerusakan (degradasi) lingkungan disebut sebagai PDRB HIJAU.
Cara Menghitung PDRB
Sudah banyak dipahami bahwa untuk menghitung PDRB COKLAT dapat digunakan tiga pendekatan yaitu:
- Pendekatan nilai tambah (value added approach) yaitu dengan menjumlahkan seluruh nilai tambah yang dihasilkan dari setiap sektor kegiatan ekonomi.
- Pendekatan pendapatan (income approach) yaitu dengan menjumlahkan semua jenis pendapatan yang diperoleh oleh semua pemilik faktor produksi yaitu upah/gaji, sewa, bunga, dan laba.
- Pendekatan pengeluaran (expenditure approach) yaitu dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran setiap kegiatan di masing-masing sektor.
Dalam kaitannya dengan penggunaan sumber daya alam, pendekatan yang digunakan dalam menghitung PDRB COKLAT biasanya adalah pendekatan nilai tambah atau pendekatan produksi. Pengambilan sumber daya alam justru dinyatakan sebagai penciptaan nilai tambah dan belum diperhitungkan sebagai modal alam yang hilang yang juga harus dinilai penyusutannya seperti halnya dengan penyusutan modal buatan manusia (gedung, mesin dan sebagainya).
Apabila nilai PDRB COKLAT kemudian dikurangi dengan nilai deplesi sumber daya alam, maka didapatkan nilai PDRB SEMI HIJAU. Untuk itu perlu diidentifikasi jenis dan jumlah sumber daya alam yang digunakan dalam suatu kegiatan perekonomian selama satu tahun, kemudian dicari nilai ekonominya (valuasi ekonomi).
Setelah nilai PDRB Semi Hijau diperoleh, maka perlu dikaji ada/tidaknya kerusakan atau degradasi lingkungan di daerah yang bersangkutan. Bila ditemukan telah terjadi degradasi lingkungan seperti pada tanah/lahan, air dan udara, maka diidentifikasi macam dan volume kerusakannya dan kemudian dihitung nilainya. Sebaiknya dalam menilai kerusakan lingkungan sudah diperhitungkan nilai totalnya (Total Economic Valuenya = TEV). TEV terdiri dari nilai penggunaan (use value) dan nilai tanpa penggunaan (non-use value). Namun karena dalam penghitungan PDRB Hijau berkaitan dengan kegiatan ekonomi yang menggunakan sumber daya alam sebagai input, maka untuk sementara nilai atas penggunaan (use value) yang diutamakan penghitungannya.
Tahap-tahap Penghitungan PDRB Hijau
a.Membagi sektor perekonomian menjadi 9 sektor:
1)Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan
2)Pertambangan dan penggalian
3)Perindustrian Pengolahan
4)Listrik, Gas, dan Air Bersih
5)Bangunan (konstruksi)
6)Perdagangan, Hotel dan Restoran
7)Angkutan dan Komunikasi
8)Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan
9)Jasa-jasa
b.Dari masing-masing sektor dihitung besarnya nilai tambah yang diciptakannya dalam satu tahun. Nilai tambah ini disebut juga sebagai sumbangan masing-masing sektor usaha kepada PDRB Coklat daerah yang bersangkutan. Pekerjaan menyusun PDRB Coklat ini biasanya dilaksanakan oleh BPS bersama dengan BAPPEDA.
c.Mengidentifikasi jenis dan volume sumber daya alam yang digunakan langsung dari alam (extractive use) untuk setiap sektor kegiatan ekonomi. Untuk ini informasi dapat diperoleh dari Dinas Perindustrian, Kantor Badan Pusat Statistik Daerah, Kantor Lingkungan Hidup Daerah, BAPEDALDA, serta wawancara langsung dengan beberapa perusahaan.
d.Memberikan nilai ekonomi terhadap sumber daya alam yang diambil dari alam. Nilai ini disebut sebagai nilai deplesi. Valuasi dapat menggunakan nilai pasar untuk produk-produk yang dipasarkan, atau menggunakan nilai dari barang pengganti dan barang pelengkapnya, ataupun dengan contingent valuation dengan kesediaan membayar atau kesediaan menerima pembayaran. Data harga dapat diperoleh dari perusahaan yang terlibat dalam proses produksi dan penggunaan sumber daya alam (data primer), atau dari data sekunder.
e.Mengurangi nilai PDRB Coklat dengan nilai deplesi dan diperoleh nilai PDRB Semi Hijau.
f.Mengidentifikasi kerusakan atau degradasi tanah/lahan, air dan udara yang ada di daerah yang bersangkutan. Untuk sementara sebaiknya dimulai dari yang relatif mudah dahulu yaitu kondisi tanah/ lahan dan air.
g.Menghitung volume kerusakan atau degradasi sumber daya tanah/lahan dan air yang terjadi sebagai akibat dari pengambilan sumber daya alam maupun proses kegiatan usaha di masing-masing sektor. Untuk ini dapat digunakan beberapa metode pendekatan seperti metode pengamatan langsung dan metode perkiraan.
h.Menentukan nilai ekonomi dari kerusakan atau degradasi lahan dan air tersebut. Untuk itu dapat digunakan metode biaya pengganti (replacement costs) dan/atau metode pendapatan yang hilang (forgone income).
i.Mengurangi nilai PDRB Semi Hijau dengan nilai degradasi lingkungan dan diperolehlah nilai PDRB Hijau.
Catatan:
(*) Karena degradasi lingkungan merupakan dampak dari interaksi kegiatan antar sektor maka nilai degradasi tidak dihitung per sektor, namun dihitung secara kumulatif.
(**) Apabila pada tahap (f) teridentifikasi adanya peningkatan cadangan sumber daya alam dan perbaikan kualitas lingkungan, maka tahap (g) sampai (i) juga dilakukan untuk peningkatan cadangan tersebut. Dalam kasus tersebut penghitungan nilai PDRB Hijau (tahap i) didapat dengan menjumlahkan nilai perbaikan kualitas lingkungan pada nilai PDRB Semi Hijau.
Sumber :
KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, 2004, PANDUAN PENGHITUNGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) HIJAU
No comments:
Post a Comment