Menurut Olson sebagaimana dikutip Delmas dan Keller, di dalam literatur tindakan kolektif, ketika sebuah program sukarela diterapkan, maka tidak mungkin suatu organisasi atau perusahaan akan bergabung tanpa adanya potensi manfaat pribadi yang dapat diperoleh. Perusahaan mungkin bersedia untuk mencapai tujuan publik dalam VP apabila mereka menerima manfaat dari tindakannya, yang terlepas dari bagaimana respon perusahaan lainnya. Oleh karena itu, ketika perusahaan memutuskan untuk berpartisipasi, maka harus dicari “sesuatu” yang menjadi motivasi atau sumber keanggotaannya, selain tujuan kolektif atau publik yang dikhendaki.
Terdapat 4 (empat) alasan perusahaan berpartisipasi dalam penaatan sukarela, yaitu :
1) Pengakuan dari pemerintah dan stakeholders atau pemangku kepentingan.
Lima kategori luas pemangku kepentingan dapat diidentifikasi, masing-masing dengan potensi untuk mendorong peningkatan kinerja lingkungan suatu perusahaan, yaitu pemerintah, melalui perubahan undang-undang dan peraturan, pelanggan/ konsumen; masyarakat lokal dan organisasi non-pemerintah (LSM); investor dan para karyawan. Teori pemangku kepentingan menunjukkan bahwa pemangku kepentingan sekunder dan primer akan memengaruhi keputusan partisipasi VEP organisasi. Pelanggan, pemasok, karyawan, masyarakat, investor, mungkin terkesan dengan adanya pengakuan pemerintah atas kinerja lingkungan perusahaan.
Lima kategori luas pemangku kepentingan dapat diidentifikasi, masing-masing dengan potensi untuk mendorong peningkatan kinerja lingkungan suatu perusahaan, yaitu pemerintah, melalui perubahan undang-undang dan peraturan, pelanggan/ konsumen; masyarakat lokal dan organisasi non-pemerintah (LSM); investor dan para karyawan. Teori pemangku kepentingan menunjukkan bahwa pemangku kepentingan sekunder dan primer akan memengaruhi keputusan partisipasi VEP organisasi. Pelanggan, pemasok, karyawan, masyarakat, investor, mungkin terkesan dengan adanya pengakuan pemerintah atas kinerja lingkungan perusahaan.
Investor dapat mengaitkan kinerja sosial dan lingkungan yang buruk dengan risiko dan kewajiban keuangan. Konsumen yang sadar lingkungan dapat mengekspresikan dukungan kepada perusahaan yang bertanggung jawab dengan membeli produk mereka di pasar. Meningkatnya tekanan pada ekspor, mendorong perusahaan untuk berupaya menampilkan perusahaan dan produk mereka sebagai yang bertanggung jawab terhadap lingkungan sehingga dapat diterima secara internasional.
Contoh lainnya : Patagonia, for example, receives an average of 900 applications for every job it posts, significantly more than the average of 250 applicants per corporate job.
Dengan berpartisipasi dalam program sukarela akan membantu membedakan perusahaan dan produk mereka sekaligus meningkatkan potensi keuntungan sebagai penggerak pertama dalam persaingan usaha. Dengan kata lain, partisipasi dalam program sukarela membuktikan adanya komitmen atau kebijakan lingkungan sebuah perusahaan, sehingga mendapatkan legitimasi dan itikad baik dari pemangku kepentingan.
2) Kesempatan mengembangkan hubungan positif dengan regulator. Agar memenuhi syarat untuk program-program ini, perusahaan atau fasilitas harus melewati penilaian ketaatan hukum. Ini berarti perusahaan memiliki catatan ketaatan hukum yang telah diterima dan diakui sebagai aktor yang baik dalam arti hukum serta berkomitmen untuk mencapai tujuan tertentu. Selain itu, jika masalah ketaatan muncul, perusahaan mungkin lebih mampu menyelesaikannya secara kooperatif, dengan lebih sedikit sanksi hukum dan membahayakan reputasinya. Perubahan administratif, seperti mengizinkan modifikasi, dapat menjadi lebih mudah dan lebih cepat. Perusahaan juga mungkin memiliki akses yang lebih baik ke pemerintah ketika ingin mempengaruhi kebijakan. Dalam istilah Reinhardt sebagaimana dikutip Fiorino, perusahaan mengambil bagian dalam penaatan sukarela untuk dapat mengelola risiko dan ketidakpastian dengan mengembangkan hubungan kolaboratif yang lebih prediktif dengan pemerintah. Ini membantu menghadapi persaingan usaha dengan memberikan akses informasi tentang kemungkinan perubahan peraturan perundangan atau memberi peluang untuk berpartisipasi dalam proyek inovatif - seperti izin yang fleksibel - yang dapat memberi mereka keunggulan dibandingkan para pesaing mereka.
Hubungan yang baik dengan regulator, dapat memberikan peserta VEP kebebasan yang lebih besar ketika ketidaksesuaian yang diizinkan ditemukan, dengan asumsi bahwa insiden itu tidak disengaja. Dalam kasus lain, goodwill regulator dapat mengarah pada hubungan kolaboratif yang mengeksplorasi pendekatan non-regulasi di mana pemerintah dapat mendorong perbaikan lingkungan yang lebih besar atau hubungan berbasis kepercayaan kooperatif yang mendorong pembelajaran bersama.
3) Mendapatkan akses ke informasi dan sumber daya.
Menurut Croci, penaatan sukarela merupakan sebuah proses pembelajaran, di mana pemerintah dan perusahaan dapat memperluas wawasan informasi yang menjadi dasar dalam pengambilan keputusan mereka dan meminimalisasi terjadinya information asymetris.
Pendekatan sukarela dapat menyediakan sebuah forum untuk penyebaran informasi tentang teknik pengurangan polusi dan pembelajaran kolektif, untuk pengembangan kompetensi manajemen, dan untuk pengembangan bentuk interaksi sosial yang baru dan lebih baik, yang mengarah ke peningkatan kepercayaan dan hubungan antara para anggota.
Ini mungkin sangat menarik bagi perusahaan kecil dan menengah. Misalnya, EPA menyediakan bantuan teknis (bentuk terbatas) untuk perusahaan yang ingin berkomitmen untuk mengurangi limbah, meningkatkan efisiensi energi, menggunakan lebih sedikit air, atau mencegah polusi dengan cara lain. Perusahaan dapat menjadi bagian dari komunitas untuk mengembangkan dan berbagi praktik terbaik. Ini dapat membantu mengurangi biaya operasional internal perusahaan dan mengurangi adanya ketidakpastian peraturan. Perusahaan kecil juga dapat mengambil manfaat dari peluang untuk berinteraksi dengan yang lebih besar, lebih inovatif dan memiliki akses ke sumber daya dan keahlian mereka sebagai hasil dari keterlibatan mereka dalam program tantangan sukarela.
4) Memberikan pengaruh dan agen perubahan internal dalam perusahaan. Seringkali agen tersebut adalah pemilik atau manajer bagian lingkungan suatu pabrik atau perusahaan; atau mungkin seseorang di unit bisnis perusahaan. Orang-orang di dalam perusahaan yang ingin memperkuat komitmennya terhadap pencegahan polusi, sistem manajemen lingkungan, pengelolaan produk, atau aspek lain dari kebijakan lingkungannya dapat menggunakan program sukarela pemerintah untuk mendapatkan komitmen publik dan meminta pertanggungjawaban perusahaan atau fasilitas atas kinerjanya. Setelah komitmen diumumkan kepada publik dan perusahaan mulai menerima perhatian sebagai bagian dari program, agen perubahan internal mungkin menemukan bahwa pengaruh mereka untuk mendapatkan investasi yang diperlukan dan keputusan yang diambil untuk mencapai komitmen tersebut jauh lebih besar daripada yang seharusnya. Dinamika internal perusahaan ini harus mendapat perhatian lebih dalam penelitian tentang program sukarela.
Menurut Blackman, penaatan sukarela juga berfungsi layaknya seperti audit lingkungan, sehingga mendorong adanya peningkatan kinerja lingkungan dengan memberikan informasi kepada manajer dan pemilik pabrik tentang adanya peluang dalam upaya pengurangan emisi di perusahaan mereka.
Lebih lanjut, beberapa studi juga telah mengungkapkan beberapa motivasi perusahaan untuk berpartisipasi dalam pendekatan sukarela, antara lain yaitu :
1) Memperoleh insentif atau citra dari para pemangku kepentingan.
Menurut Prakash dan Potowski, dalam penerapan command and control akan menilai ketaatan perusahaan secara seragam, sehingga turut menyeragamkan pandangan para pemangku kepentingan terhadap perusahaan. Sedangkan dalam penaatan sukarela, perusahaan diberikan ruang untuk menunjukan perbedaan keunggulan kinerja perusahaan di mata pemangku kepentingan, melalui kinerja pengelolaan lingkungan yang taat dan/atau bahkan kinerja yang melebihi ketaatan hukum (beyond compliance).
Adanya reputasi yang baik bagi perusahaan akan berpengaruh terhadap pandangan para pemangku kepentingan.
Menurut Gunningham, dalam konteks motivasi untuk mencapai aspek beyond compliance, maka perusahaan berharap memperoleh izin sosial (social license) dari para pemangku kepentingan. Lebih lanjut menurut Gunningham, hal tersebut tak lepas dari berbagai kasus pertentangan antara perusahaan dan masyarakat yang menjatuhkan citra perusahaan, seperti kasus kegagalan Shell untuk menghargai keprihatinan publik terkait tenggelamnya Brent Spar menyebabkan kerusakan yang mahal pada reputasi dan penjualan internasionalnya, kegagalan Monsanto untuk menanggapi keprihatinan konsumen Eropa tentang pengenalan makanan yang dimodifikasi secara genetik menyebabkan reaksi konsumen dan gangguan kepercayaan publik yang cukup untuk menyebabkan restrukturisasi dan merek-ulang dari korporasi itu sendiri dan kasus eksploitasi tenaga kerja yang dirasakan Nike di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia, yang kemudian dipublikasikan secara luas oleh berbagai LSM yang beroperasi secara internasional, juga menyebabkan kerusakan besar pada citra merek Nike.
Adanya reputasi yang baik, maka tenaga kerja akan termotivasi dan memiliki kepercayaan yang dapat berpengaruh pada tingkat produktivitas. Selain itu, reputasi tinggi oleh masyarakat lokal akan memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan izin lebih cepat untuk meningkatkan kapasitas pabrik atau untuk membangun pabrik yang baru.
Box Citra perusahaan. Kasus Bhopal dan Nuklir.
2) Mengantisipasi dan/atau menangkap (mempengaruhi) peraturan perundangan (Regulatory gains/ capture). Ada beberapa dimensi dalam motivasi ini, yaitu berupaya memperkecil atau memperbesar target yang ditetapkan dalam program sukarela dan berupaya agar program sukarela dapat digunakan untuk mendahului, menghindari dan/atau mencegah peraturan perundangan yang baru.
Pengurangan polusi secara sukarela dapat mencegah kelompok lingkungan untuk melakukan lobi terhadap standar regulasi yang lebih ketat.
Perusahaan dapat memperoleh fleksibilitas waktu untuk mempersiapkan langkah-langkah antisipatif dalam menghadapi terbitnya peraturan perundangan baru, sehingga mampu beradaptasi dengan baik dan meminimalisir biaya yang dikeluarkan, jika nantinya peraturan yang baru diterbitkan. Hal ini dapat pula terkait dengan upaya perusahaan untuk memperlunak implementasi dari suatu peraturan perundangan.
Perkembangan peraturan perundangan juga akan mendorong perusahaan untuk mengambil langkah antisipasi, sehingga memberikan insentif untuk berinvestasi dalam rangka mengantisipasi ketentuan hukum baru yang akan diberlakukan. Langkah antisipasi terhadap undang-undang baru dapat menjadi insentif yang sama pentingnya dengan langkah ketaatan hukum terhadap undang-undang yang ada.
Selain itu, perusahaan juga dapat mempengaruhi pembentukan peraturan baru dengan target yang lebih berat, sehingga meningkatkan biaya kepatuhan bagi perusahaan lain (saingan) sekaligus dapat menjadi hambatan dalam persaingan usaha, ketika suatu perusahaan telah lebih dahulu mengambil langkah-langkah antisipatif dalam rangka menghadapi terbitnya peraturan baru yang memberatkan.
Lebih lanjut menurut Aurora, Industri atau perusahaan dengan lembaga R&D (research and development/ penelitian dan pengembangan) yang intensif mungkin juga mendapati partisipasi lebih menguntungkan. EPA sering memberlakukan aturan teknologi kontrol terbaik tersedia (Best Achieveable Cotrol Technology - BACT) yang seragam dalam regulasi lingkungan. Perusahaan memiliki insentif untuk mengembangkan teknologi baru yang kemudian dapat ditetapkan sebagai standar BACT, selama mereka percaya bahwa teknologi mereka tidak akan mudah ditiru. Karena itu, perusahaan yang terlibat secara intensif dalam kegiatan Litbang dapat berpartisipasi dalam program untuk memengaruhi standar EPA. Bahkan jika teknologi ini tersedia secara komersial dan dilisensikan tanpa biaya oleh inovator (yang biasanya diperlukan oleh EPA), perusahaan lain tidak dapat dengan mudah mereplikasi upaya Litbang pemimpin. Untuk sepenuhnya mereplikasi inovasi yang dilaporkan, perusahaan-perusahaan berikut menghadapi biaya belajar. Juga, bahkan tanpa adanya paten, perusahaan yang berinovasi mendapatkan keuntungan dari keterlambatan dalam peniruan. Selain itu, bahkan tanpa ada perubahan dalam standar, litbang menawarkan cara untuk mengurangi emisi dan dengan demikian menurunkan biaya untuk memenuhi standar yang ada.
(lihat Box Dupont Cases dan Box Regulatory Capture)
Contoh yang memberikan gambaran untuk memperjelasnya.
3) Mendapatkan keuntungan (insentif), yang langsung seperti subsidi lingkungan, keringanan atau pembebasan pajak untuk investasi lingkungan dan tidak langsung, yakni bantuan teknis atau informasi terkait upaya pengendalian dan pencegahan pencemaran.
Program pemerintah di bidang lingkungan hidup umumnya menggunakan dana publik (APBN/APBD). Dalam pelaksanaan program dana tersebut akan digunakan untuk menyelenggarakan pelatihan, workshop atau bimbingan teknis, dan dana pengumpulan dan penyebaran informasi lingkungan, dimana secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan keuntungan bagi perusahaan, karena dapat memperoleh sumber daya, berupa informasi atau ilmu pengetahuan, tanpa mengeluarkan biaya.
Kasih bahan literatur untuk bacaan. Atau Box untuk memperjelasnya.
4) Meningkatkan penjualan mereka, di mana terdapat pasar atau pembeli yang peduli dengan kinerja lingkungan suatu perusahaan.
Partisipasi perusahaan dalam suatu program sukarela ditujukan untuk memperoleh tanda, label, sertifikat dan penghargaan, yang berfungsi sebagai suatu simbolisasi serta menjadi tolak ukur bagi konsumen untuk mengidentifikasi kelebihan suatu produk perusahaan satu dengan yang lainnya.
Produk yang berkualitas tinggi kemudian akan dijual dengan harga lebih tinggi atau produk yang lebih hijau atau ramah lingkungan akan mendapatkan penghargaan daripada produk nonhijau.
Dengan kata lain, motivasi perusahaan adalah untuk memperoleh insentif pasar untuk menarik konsumen “hijau”.
Misalnya, di Jerman di mana sebagian besar produk yang diberi label "Blue Angel" lebih mahal daripada barang-barang alternatif nonlabelled. Selain itu, bukti lain yang mengungkapkan kesediaan konsumen untuk membayar produk yang ramah lingkungan dengan harga yang lebih tinggi telah dibuktikan melalui Program Green Electricity Pricing di Amerika, dimana konsumen bersedia membayar harga 15% lebih tinggi daripada harga normal, dengan imbalan penyedia listrik akan menggunakan sumber energi listrik yang ramah lingkungan.
Meskipun beberapa produk disinyalir memiliki kredibilitas lingkungan yang meragukan, namun dampak jangka panjangnya adalah dapat meningkatkan kesadaran yang cukup besar bagi konsumen tentang permasalahan lingkungan yang terkait dengan produk tertentu, seperti deterjen, kopi dan produk kertas.
Selain konsumen, dalam beberapa kasus juga telah membuktikan, bahwa rekanan kerjasama suatu perusahaan dalam perdagangan (bisnis-ke-bisnis) bahkan bisa lebih banyak menuntut daripada konsumen hijau. Misalnya, Bank Indonesia yang mengatur persyaratan akan pertimbangan lingkungan sebagai bagian dari proses penilaian pemberian kredit kepada suatu perusahaan. Selain itu, bagi departemen pemerintah dan pihak berwenang setempat dapat meminta beberapa ukuran kinerja lingkungan suatu perusahaan, sebagai bagian dari pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan, seperti pendagaan barang dan jasa.
5) Adanya potensi keuntungan yang mungkin diperoleh oleh perusahaan adalah salah satu alasan bagi perusahaan untuk berpartisipasi dalam suatu program lingkungan, meskipun tanpa adanya dorongan dari pemerintah. Dalam situasi tertentu, perusahaan bisa mendapatkan insentif melalui upaya pengendalian polusi dan (terutama) pencegahan polusi dengan menurunkan biaya produksi, melalui efesiensi dan efektivitas.
Beberapa ahli menyatakan, bahwa timbulnya polusi adalah wujud dari sumber daya yang terbuang, sehingga perusahaan dapat meningkatkan keuntungan dengan secara sukarela mengurangi polusi atau menghemat sumber daya, dalam hal ini bahan baku dan bahan penolong dalam suatu proses produksi misalnya.
Hal tersebut diistilahkan dengan “Non-regret Action”, yaitu tindakan tanpa penyesalan. Termasuk faktor, seperti kemudahan implementasi dan fleksibilitas sehingga dapat dimplementasikan secara efisien. Misalnya upaya mewujudkan penghematan energi atau air dalam suatu proses produksi sehingga biaya produksi dan/atau kegiatan menjadi lebih murah atau lebih menguntungkan pelaku usaha. Umumnya, sebagian besar potensi tindakan noregret didasarkan pada kurangnya informasi atau pengetahuan perusahaan sehubungan dengan teknologi bersih baru.
Menurut Lee, beberapa ahli telah membuktikan, bahwa “kegagalan organisasi” akibat kurangnya sumber daya dan/ atau informasi yang relevan bertanggung jawab atas buruknya penilaian perusahaan terhadap proses produksi dan pengelolaan lingkungan. Ketika perusahaan mempersiapkan informasi untuk diungkapkan, maka perusahaan dapat mengenali atau meninjau ulang proses produksi atau operasional usahanya untuk mencegah pencemaran, sehingga dimungkinkan merubah perilaku internal perusahaan.
Ini menjelaskan mengapa, meskipun menguntungkan, tindakan ini tidak dapat dilakukan tanpa adanya pendekatan sukarela. Asosiasi industri dan lembaga lingkungan dapat berperan untuk menyebarkan dan mensubsidi informasi. Jika perusahaan dapat memilih metode yang paling sesuai dengan operasi mereka, mereka akan mengeluarkan lebih sedikit biaya dan akan mengimplementasikan program lebih cepat. Penghematan biaya yang dihasilkan dari pencegahan polusi juga merupakan faktor pendorong untuk secara proaktif menghilangkan polusi.
Tetapi secara umum motif “non regret” tidak akan membawa perusahaan terlalu jauh dalam perbaikan lingkungan mereka, karena dalam perkembangannya upaya pengurangan polusi akan segera menjadi bisnis semakin mahal.
No comments:
Post a Comment