Pengantar Gugatan Masyarakat
Perkembangan Class Action Secara Global
Sejarah perkembangan class action (gugatan perwakilan) pertama kali dikenal di Inggris, pada awal abad ke-18. Sebelum tahun 1873, penerapan class action di inggris hanya diperkenankan pada Court of Chancery. Kemudian sejak tahun 1873 barulah class action dapat digunakan di Supreme Court, dengan diundangkannya Supreme Court Judicature Act di Inggris.
Pada perjalanannya, class action kemudian dikembangkan di Amerika Serikat (berkembang dengan pesat), Kanada, Australia, berdasarkan konsep yang dikembangkan pada awal abad 18 di Inggris tersebut.
Menurut Siti Sundari Rangkuti, di AS class action diterapkan dalam hukum perdata. Gugatan perdata terhadap pencemaran lingkungan tidak hanya menyangkut hak milik atau atau kerugian, tetapi juga kepentingan lingkungan yang baik dan sehat bagi warga masyarakat (injuction). Peranan class action, penting dalam kasus pencemaran yang menyangkut kerugian terhadap a mass of people di pedesaan, yaitu rakyat biasa yang awam dalam ilmu.
Tonggak penerapan pertama kali class action dalam sengketa lingkungan di AS adalah sewaktu terjadinya kasus lingkungan Santa Barbara Oil yang menimbulkan pencemaran laut akibat pemboran minyak. Pada kesempatan tersebut warga masyarakat menggugat pengusaha secara perdata. Di AS tidak dipersyaratkan lagi penggugat mempunyai kepentingan privat (sebagai pihak yang dirugikan secara nyata/ langsung). Kepentingannya timbul sebagai member of the public.
Gugatan perdata tersebut memiliki tiga ciri
1. Penggugat adalah warga masyarakat, bukan badan publik.
2. Mereka tampil bukan sebagai pemilik atau pelindung kepentingan pribadi, tetapi sebagai anggota masyarakat.
3. Tergugat sering kali lembaga pemerintah.
(Supriadi, “Hukum Lingkungan di indonesia”)
Perkembangan Class Action di Indonesia
Gugatan perwakilan atau gugatan masyarakat atau class action dalam sistem hukum positif di Indonesia pertama kali diakui sejak keluarnya UUPLH. Class action diatur di dalam Pasal 37 Ayat (1) dan (2) UU 23/97 (UUPLH) yang telah direvisi melalui UU 32/ 2009 (UUPPLH), yang mengatur mengenai Gugatan Masyarakat pada Pasal 91 Ayat (1), (2), dan (3).
Selain itu, class action juga diatur dalam beberapa UU lain, yaitu : UU 8/ 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, UU 41/ 1999 tentang Kehutanan, dan UU 26/ 2007 tentang Penataan Ruang.
Kemudian dalam proses perkembangannya, untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam menjalankan prosedur class action, Mahkamah Agung kemudia membuat terobosan hukum, dengan mengeluarkan PerMA No.1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan.
Class Action Dalam Sistem Hukum Indonesia :
1. Pasal 37 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan perikehidupan masyarakat.
2) Jika diketahui bahwa masyarakat menderita karena akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup sedemikian rupa sehingga mempengaruhi perikehidupan pokok masyarakat, maka instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.
3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pada perjalanannya, UUPLH diganti UU 32/ 2009 (UUPPLH), yang juga mengatur mengenai Hak Gugat Masyarakat.
Pasal 91 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)
(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
(2) Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.
(3) Ketentuan mengenai hak gugat masyarakat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Pembahasan mengenai prosedur atau tata cara gugatan perwakilan kelompok (Class Action) yang diatur dalam PERMA No. 1 Tahun 2002, secara garis besar terdiri dari ketentuan umum, tata cara dan persyaratan gugatan perwakilan kelompok, pemberitahuan, pernyataan keluar, putusan dan ketentuan umum.
Sedangkan Acmad Santosa menyebutkan Class Action pada intinya adalah gugatan perdata (biasanya terkait dengan permintaan injuntction atau ganti kerugian) yang diajukan oleh sejumlah orang (dalam jumlah yang tidak banyak, misalnya satu atau dua orang) sebagai perwakilan kelas (class repesentatif) mewakili kepentingan mereka, sekaligus mewakili kepentingan ratusan atau ribuan orang lainnya yang juga sebagai korban. Ratusan atau ribuan orang yang diwakili tersebut diistilahkan sebagai class members .
Emerson Yuntho (ELSAM) menyimpulkan bahwa Class Action adalah suatu gugatan perdata yang diajukan oleh satu orang atau lebih yang mewakili kelompok yang dirugikan untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan karena adanya kesamaan fakta dan dasar hukum antara satu orang atau lebih yang mewakili kelompok dengan kelompok yang diwakili. (Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara X Tahun 2005_ Materi Mekanisme Class Action_”Class Acton Sebuah Pengantar”, Emerson Yuntho, S.H., ELSAM)
Definisi Class Action
Menurut Penjelasan UU No. 23 Tahun 1997 Psl.37 a.1, Yang dimaksud hak mengajukan gugatan perwakilan (Class Action) pada ayat ini adalah hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, fakta hukum, dan tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Menurut PERMA No 1 Tahun 2002 pasal 1a., suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok dimaksud.
Manfaat Class Action
a. Proses berperkara menjadi sangat ekonomis (Judicial Economy)
b. Akses terhadap Keadilan (Access to Justice)
c. Merubah sikap pelaku pelanggaran dan Mendorong Bersikap Hati-Hati (Behaviour Modification).
d. Mencegah pengulangan proses perkara dan mencegah putusan-putusan yang berbeda atau putusan yang tidak konsisten.
Unsur-Unsur Class Action
Persyaratan-persyaratan mengenai Gugatan perwakilan yang terkandung dalam UU No. 23 Tahun 1997/ UU No.32 Tahun 2009 (UUPPLH) dan PERMA No. 1 Tahun 2002 :
1. Numerosity, yaitu gugatan tersebut menyangkut kepentingan orang banyak, sebaiknya orang banyak itu diartikan dengan lebih dari 10 orang; sehingga tidaklah efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam satu gugatan. Diatur dalam PERMA No. 1/2002 (Pasal 2 a.): “Jumlah anggota kelompok sedemikian banyak sehingga tidaklah efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dalam satu gugatan”.
2. Commonality, yaitu adanya kesamaan fakta (question of fact) dan kesamaan dasar hukum (question of law) yang bersifat subtansial, antara perwakilan kelompok dan anggota kelompok; misalnya pencemaran; disebabkan dari sumber yang sama, berlangsung dalam waktu yang sama, atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat berupa pembuangan limbah cair di lokasi yang sama, dll. Menurut PERMA No. 1/2002 (Pasal 2 b.), “terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan yang bersifat substansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan di antara wakil kelompok dengan anggota kelompoknya”.
3. Tipicality, yaitu adanya kesamaan jenis tuntutan antara perwakilan kelompok dan anggota kelompok; Persyaratan ini tidak mutlak mengharuskan bahwa penggugat mempunyai tuntutan ganti rugi yang sama besarnya, yang terpenting adalah jenis tuntutannya yang sama, misalnya tuntutan adanya biaya pemulihan kesehatan, dimana setiap orang bisa berbeda nilainya tergantung tingkat penyakit yang dideritanya. Diatur dalam PERMA No. 1/2002 (Pasal 2 b.).
4. Adequacy of Representation, yaitu perwakilan kelompok merupakan perwakilan kelompok yang layak, yang diatur dalam PERMA No.1 Th.2002 c. “Wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya”. Dalam hal ini Wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakili. Untuk menentukan apakah wakil kelompok memiliki kriteria Adequacy of Repesentation tidaklah mudah, hal ini sangat tergantung dari penilaian hakim. Untuk mewakili kepentingan hukum anggota kelompok, wakil kelompok tidak diperyaratkan memperoleh surat kuasa khusus dari anggota kelompok. Kelayakan wakil kelompok juga bisa dilihat dengan memenuhi beberapa persyaratan:
a) Harus memiliki kesamaan fakta dan atau dasar hukum dengan anggota kelompok yang diwakilinya;
b) Memiliki bukti-bukti yang kuat;
c) Jujur;
d) Memiliki kesungguhan untuk melindungi kepentingan dari anggota kelompoknya;
e) Mempunyai sikap yang tidak mendahulukan kepentingannya sendiri dibanding kepentingan anggota kelompoknya; dan
f) Sanggup untuk membayar biaya-biaya perkara di pengadilan.
Perma class action mengatur mengenai
Bab I mengenai ketentuan umum. Dalam bab ini mengatur mengenai definisi beberapa elemen penting dari gugatan perwakilan kelompok seperti definisi dari gugatan perwakilan kelompok, wakil kelompok, anggota kelompok, sub kelompok, pemberitahuan dan pernyataan keluar.
Bab II mengenai Tata Cara dan Persyaratan gugatan perwakilan kelompok. Dalam bab ini diatur masalah kriteria gugatan perwakilan kelompok, persyaratan formal, surat kuasa, penetapan hakim dikabulkannya/ditolaknya gugatan perwakilan kelompok, penyelesaian perdamaian.
Bab III mengenai Pemberitahuan/ Notifikasi. Dalam bab ini diatur mengenai tata cara pemberitahuan bagi anggota kelompok, sehingga anggota kelompok dapat menyatakan dirinya keluar keanggotaan apabila tidak menghendaki hak-haknya diperjuangkan melalui gugatan perwakilan kelompok serta sarana pemberitahuan.
Bab IV mengenai Pernyataan Keluar. Di dalamnya dijelaskan bahwa hanya anggota kelompok yang ingin menyatakan dirinya keluar wajib memberitahukan secara tertulis dan bagi yang tetap ingin bergabung tidak perlu melakukan tindakan apa-apa.
Bab V mengenai putusan. Putusan dalam gugatan perwakilan kelompok wajib mengatur hal-hal seperti jumlah ganti kerugian secara rinci, penentuan kelompok dan atau sub kelompok yang berhak, mekanisme pendistribusian ganti kerugian dan langkah-langkah yang wajib ditempuh oleh wakil kelompok dalam proses penetapan dan pendistribusian.
Bab VI mengenai Ketentuan Penutup. Dalam bab ini disebutkan bahwa ketentuan lain yang telah diatur dalam hukum acara perdata tetap berlaku di samping ketentuan dalam PERMA ini.
(Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara X Tahun 2005_ Materi Mekanisme Class Action_”Class Acton Sebuah Pengantar”, Emerson Yuntho, S.H., ELSAM)
No comments:
Post a Comment