Pengelolaan Limbah B3 Medis secara rinci sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 56 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Foto Bukti Dugaan Pembuangan Limbah Medis di Indonesia
Gudang Lapak Pengepul Limbah Medis Kasus Cirebon
Gudang Lapak Pengepul Limbah Medis Kasus Cirebon
Sayangnya peraturan tersebut masih sebatas hitam diatas Putih. Banyak kasus di seluruh Indonesia yang telah mengungkapkan adanya praktik pembuangan limbah B3 Medis secara illegal.
Sayangnya sampai saat ini, KLHK tidak terlihat mengambil upaya yang semestinya untuk mengatasi permasalahan limbah medis. Ironisnya lagi, KLHK terkesan tutup mata, yakni dengan mengeluarkan jenis kegiatan rumah sakit dalam program peringkat kinerja pengelolaan lingkungan (Proper), yang ketika itu banyak meraih peringkat merah dan hitam.
Foto Bukti Dugaan Pembuangan Limbah Medis di Indonesia
Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta Utara
(Asikk di BLOKIR.. Hidup Demokrasi dan HAM... liat BAWAH)
Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta Utara
(Asikk di BLOKIR.. Hidup Demokrasi dan HAM... liat BAWAH)
Sebenarnya, tidaklah sulit untuk dapat melacak atau mengungkap kasus pembuangan illegal limbah medis yang dihasilkan. Baik KLHK maupun dinas lingkungan hidup di daerah dapat dengan mudah melacak limbah B3 Medis yang dihasilkan dari fasilitas pelayanan kesehatan secara langsung dan tidak langsung.
Foto Bukti Dugaan Pembuangan Limbah Medis di Indonesia
Rumah Sakit Hermina Sukabumi
(Asikk di BLOKIR.. Hidup Demokrasi dan HAM... liat BAWAH)
Rumah Sakit Hermina Sukabumi
(Asikk di BLOKIR.. Hidup Demokrasi dan HAM... liat BAWAH)
Pelacakan secara langsung dapat dimulai dari penghasil, yaitu fasilitas pelayanan kesehatan, lalu melacak ke pengumpul atau pengangkut Limbah B3 yang memiliki izin. Setelah itu baru ke pengolah limbah B3 yang memiliki fasilitas pengolam Limbah Medis berizin. Sedangkan secara tidak langsung, pelacakan dilakukan dengan memeriksa seluruh kepemilikan dokumen manifest limbah B3, yang dimiliki oleh penghasil, pengumpul, pengangkut dan pengolah Limbah B3. Tindakan pelacakan tersebut sangatlah berpotensi untuk menemukan adanya DOKUMEN MANIFEST BODONG. Hal ini semakin dikuatkan dengan minimnya fasilitas Limbah B3 yang memiliki izin.
Foto Bukti Dugaan Pembuangan Limbah Medis di Indonesia
Rumah Sakit Mitra Husada Lampung
(Asikk di BLOKIR.. Hidup Demokrasi dan HAM... liat BAWAH)
Rumah Sakit Mitra Husada Lampung
(Asikk di BLOKIR.. Hidup Demokrasi dan HAM... liat BAWAH)
Pada pelacakan milik pengangkut Limbah B3 misalnya, cukup dengan memeriksan plat kendaraan dan jumlah pengangkutan yang dilaksanakan secara teliti. Apabila memang BODONG, maka akan sulit bagi pengangkut untuk mengatur perjalan FIKTIF pengangkutan LB3 yang diselenggarakannya.
Sayangnya baik pemerintah maupun pemerintah darah seolah enggan untuk mengungkapnya.
Foto Bukti Dugaan Pembuangan Limbah Medis di Indonesia
Rumah Sakit Tugurejo Jawa Tengah
(Asikk di BLOKIR.. Hidup Demokrasi dan HAM... liat BAWAH)
Rumah Sakit Tugurejo Jawa Tengah
(Asikk di BLOKIR.. Hidup Demokrasi dan HAM... liat BAWAH)
Masih banyak bukti lainnya. Bahkan KLHK telah menyatakan, bahwa ditemukan 34 Nama Rumah Sakit dan Klinik dari Tumpukan Limbah Medis. Sayangnya semuanya lenyap tak ada jejaknya. Begitupula 34 Rumah Sakit dimaksud.
Baca : "KLHK Temukan 34 Nama Rumah Sakit dan Klinik dari Tumpukan Limbah Medis"
https://regional.kompas.com/read/2017/12/14/22092941/klhk-temukan-34-nama-rumah-sakit-dan-klinik-dari-tumpukan-limbah-medis
Foto Bukti Dugaan Pembuangan Limbah Medis di Indonesia
(Asikk di BLOKIR.. Hidup Demokrasi dan HAM... liat BAWAH)
(Asikk di BLOKIR.. Hidup Demokrasi dan HAM... liat BAWAH)
Lanjutin besok ahhh... Beracun ini.
Asikk di BLOKIR.. Hidup Indonesia ...
Pengertian dan Ruang Lingkup Pembangunan Berkelanjutan
JENIS-JENIS LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (LIMBAH B3) - Bag 1 Oli Bekas
Jenis Usaha/ Kegiatan Wajib AMDAL dan UKL-UPL
Peran Serta Masyarakat dalam Proses AMDAL
Hak Atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat
Hukum Perairan Kepulauan - Archipelagic Waters
ASAS PENCEMAR MEMBAYAR (POLLUTER PAYS PRINCIPLE)
Klasifikasi atau Pembagian Hutan
PROPER (Penilaian Peringkat Kinerja) Perusahaan dalam Bidang Lingkungan Hidup (Bagian 1)
Sumur Resapan - Kebijakan Konservasi Air
tag
Berita Lingkungan copy paste Dunia Pendidikan free download Good Environmental Governance Hukum Kehutanan Hukum Lingkungan Ilmu Hukum Instrumen Kebijakan Hukum Lingkungan Kasus Hukum Lingkungan Kekayaan Nusantara Indonesia Kepedulian Lingkungan Hidup Konservasi SDA Hayati Korupsi Opini Sollcup Paper ecek-ecek Pejabat Indonesia Keparat Pembangunan Berkelanjutan Pemerintahan SBY Jilid DUA Penataan Ruang Penegakan Hukum Lingkungan Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup Pengelolaan Sampah Berwawasan Lingkungan Pengelolaan Sumber Daya Air Pengetahuan Umum Lingkungan Hidup Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Rangkuman Sosial Budaya Tragedi Lingkungan Uncategorized
1. Benda Cagar Budaya Agroindustri Alternatif Penyelesaian Sengketa AMDAL Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik Biogas Birokrasi Keparat Birokrat Keparat Cabut izin Class Action - Gugatan Perwakilan Daerah Aliran Sungai data-data lingkungan hidup Download free Good Governance Hari Hari Besar Lingkungan Hidup Hukum Administrasi Negara Hukum Organisasi Internasional Hukum Perdata IZIN izin lingkungan Izin Usaha Perkebunan Kajian hukum Kajian Lingkungan KLHS Karifan Lingkungan Kerugian Korupsi di Indonesia Kerusakan Hutan Indonesia Kinerja Pemerintahan SBY Klasifikasi Hutan Kolam Lumba-Lumba UGM Korupsi Dewan Perwakilan Rakyat Korupsi Partai Politik Lahan Gambut Lampung Legal Standing - Hak Gugat Organisasi Lingkungan Limbah B3 Limbah B3 wajib Limbah Bahan Berbahaya Beracun B3 Manfaat Pelestarian Lingkungan Masyarakat Adat Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan Pembangunan Berkelanjutan Pencabutan IUP Pencabutan IUP-B Pencabutan IUP-P Pencabutan Izin Pencabutan Izin IUP Pencabutan Izin Usaha Perkebunan Pencemaran Lingkungan Pencemaran Minyak Montara Pendidikan Lingkungan Penelitian Hukum Pengantar Hukum Lingkungan Pengelolaan Sampah Pengertian Hukum Penyimpangan Aparat Militer Penyimpangan Penegakan Hukum Peraturan Perundang-Undangan terkait Lingkungan Perkebunan Perkebunan Kelapa Sawit Perkebunan Tebu Permentan Nomor 98 Tahun 2013 Persaingan Usaha Pertambangan PROPER lingkungan Publikasi Perundangan Rangkuman RTH Sanksi Administrasi Sanksi Administrasi IUP Sempadan Sungai Sumber Daya Alam Indonesia Sungai Tata Ruang Ujian Nasional UKL-UPL
Maaf Usaha Cari Rating...
Pasal 2
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan panduan
bagi Penghasil Limbah B3 dari fasilitas pelayanan kesehatan
dalam mengelola Limbah B3 yang dihasilkan.
Pasal 3
(1) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 merupakan fasilitas yang wajib terdaftar
di instansi yang bertanggung jawab di bidang
kesehatan.
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. pusat kesehatan masyarakat;
b. klinik pelayanan kesehatan atau sejenis; dan
c. rumah sakit.
Pasal 4
(1) Limbah B3 dalam Peraturan Menteri ini meliputi
Limbah:
a. dengan karakteristik infeksius;
b. benda tajam;
c. patologis;
d. bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa
kemasan;
e. radioaktif;
f. farmasi;
g. sitotoksik;
h. peralatan medis yang memiliki kandungan logam
berat tinggi; dan
i. tabung gas atau kontainer bertekanan.
(2) Ketentuan mengenai Limbah radioaktif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e diatur sesuai dengan
www.peraturan.go.id
-5- 2016, No. 598
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
ketenaganukliran.
Pasal 5
Pengelolaan Limbah B3 yang timbul dari fasilitas pelayanan
kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi
tahapan:
a. Pengurangan dan pemilahan Limbah B3;
b. Penyimpanan Limbah B3;
c. Pengangkutan Limbah B3;
d. Pengolahan Limbah B3;
e. penguburan Limbah B3; dan/atau
f. Penimbunan Limbah B3.
BAB III
PENGURANGAN DAN PEMILAHAN LIMBAH BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN
Pasal 6
(1) Pengurangan dan pemilahan Limbah B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf a wajib dilakukan oleh
Penghasil Limbah B3.
(2) Pengurangan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan cara antara lain:
a. menghindari penggunaan material yang
mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun jika
terdapat pilihan yang lain;
b. melakukan tata kelola yang baik terhadap setiap
bahan atau material yang berpotensi
menimbulkan gangguan kesehatan dan/atau
pencemaran terhadap lingkungan;
c. melakukan tata kelola yang baik dalam
pengadaan bahan kimia dan bahan farmasi
untuk menghindari terjadinya penumpukan dan
kedaluwarsa; dan
www.peraturan.go.id
2016, No. 598 -6-
d. melakukan pencegahan dan perawatan berkala
terhadap peralatan sesuai jadwal.
(3) Pemilahan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan cara antara lain:
a. memisahkan Limbah B3 berdasarkan jenis,
kelompok, dan/atau karakteristik Limbah B3;
dan
b. mewadahi Limbah B3 sesuai kelompok Limbah
B3.
(4) Tata cara pengurangan dan pemilahan Limbah B3
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB IV
PENYIMPANAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
Pasal 7
(1) Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf b wajib dilakukan oleh Penghasil
Limbah B3.
(2) Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan cara antara lain:
a. menyimpan Limbah B3 di fasilitas Penyimpanan
Limbah B3;
b. menyimpan Limbah B3 menggunakan wadah
Limbah B3 sesuai kelompok Limbah B3;
c. penggunaan warna pada setiap kemasan
dan/atau wadah Limbah sesuai karakteristik
Limbah B3; dan
d. pemberian simbol dan label Limbah B3 pada
setiap kemasan dan/atau wadah Limbah B3
sesuai karakteristik Limbah B3.
www.peraturan.go.id
-7- 2016, No. 598
(3) Warna kemasan dan/atau wadah Limbah B3
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berupa
warna:
a. merah, untuk Limbah radioaktif;
b. kuning, untuk Limbah infeksius dan Limbah
patologis;
c. ungu, untuk Limbah sitotoksik; dan
d. cokelat, untuk Limbah bahan kimia
kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa kemasan, dan
Limbah farmasi.
(4) Simbol pada kemasan dan/atau wadah Limbah B3
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d berupa
simbol:
a. radioaktif, untuk Limbah radioaktif;
b. infeksius, untuk Limbah infeksius; dan
c. sitotoksik, untuk Limbah sitotoksik.
(5) Penggunaan label sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d sesuai dengan peraturan perundang-undangan
mengenai simbol dan label Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun.
(6) Penggunaan simbol sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dilakukan di dalam wilayah kerja kegiatan fasilitas
pelayanan kesehatan.
(7) Ketentuan mengenai simbol sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Pasal 8
(1) Terhadap Limbah B3 yang telah dilakukan
Pengurangan dan Pemilahan Limbah B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6, wajib dilakukan
Penyimpanan Limbah B3.
(2) Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
www.peraturan.go.id
2016, No. 598 -8-
a. Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 huruf a, huruf b, dan/atau huruf c, disimpan
di tempat Penyimpanan Limbah B3 sebelum
dilakukan Pengangkutan Limbah B3, Pengolahan
Limbah B3, dan/atau Penimbunan Limbah B3
paling lama:
1. 2 (dua) hari, pada temperatur lebih besar
dari 0oC (nol derajat celsius); atau
2. 90 (sembilan puluh) hari, pada temperatur
sama dengan atau lebih kecil dari 0oC (nol
derajat celsius),
sejak Limbah B3 dihasilkan.
b. Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 huruf d sampai dengan huruf i, disimpan di
tempat penyimpanan Limbah B3 paling lama:
1. 90 (sembilan puluh) hari, untuk Limbah
B3 yang dihasilkan sebesar 50 kg (lima
puluh kilogram) per hari atau lebih; atau
2. 180 (seratus delapan puluh) hari, untuk
Limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50
kg (lima puluh kilogram) per hari untuk
Limbah B3 kategori 1,
sejak Limbah B3 dihasilkan
(3) Ketentuan mengenai Penyimpanan Limbah B3
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sesuai
dengan peraturan perundang-undangan mengenai
Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan
Limbah B3.
Pasal 9
Dalam hal Penghasil Limbah B3 tidak melakukan
Penyimpanan Limbah B3, Limbah B3 yang dihasilkan wajib
diserahkan paling lama 2 (dua) hari sejak Limbah B3
dihasilkan kepada pemegang Izin Pengelolaan Limbah B3
www.peraturan.go.id
-9- 2016, No. 598
untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3 yang tempat
penyimpanan Limbah B3nya digunakan sebagai depo
pemindahan.
Pasal 10
(1) Pemegang izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
Penyimpanan Limbah B3 yang tempat penyimpanan
Limbah B3nya digunakan sebagai depo pemindahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, wajib memiliki:
a. fasilitas pendingin yang memiliki temperatur
sama dengan atau lebih kecil dari 0oC (nol
derajat celsius), apabila Limbah B3 disimpan
lebih dari 2 (dua) hari sejak Limbah B3
dihasilkan;
b. fasilitas Pengolahan Limbah B3 yang memiliki
Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
Pengolahan Limbah B3; dan/atau
c. kerjasama dengan Pengolah Limbah B3 yang
memiliki Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk
kegiatan Pengolahan Limbah B3,
untuk Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf a, huruf b, dan/atau huruf c.
(2) Ketentuan mengenai penggunaan tempat Penyimpanan
Limbah B3 sebagai depo pemindahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam Izin
Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan
Limbah B3.
Pasal 11
Tata cara Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
www.peraturan.go.id
2016, No. 598 -10-
BAB V
PENGANGKUTAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN
BERACUN
Pasal 12
(1) Pengangkutan Limbah B3 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf c dilakukan oleh:
a. Penghasil Limbah B3 terhadap Limbah B3 yang
dihasilkannya dari lokasi Penghasil Limbah B3
ke:
1. tempat Penyimpanan Limbah B3 yang
digunakan sebagai depo pemindahan; atau
2. pengolah Limbah B3 yang memiliki izin
Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
Pengolahan Limbah B3; atau
b. Pengangkut Limbah B3 yang memiliki Izin
Pengelolaan Limbah B3 untuk Kegiatan
Pengangkutan Limbah B3, jika Pengangkutan
Limbah B3 dilakukan di luar wilayah kerja
fasilitas pelayanan kesehatan.
(2) Pengangkutan Limbah B3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan
kendaraan bermotor:
a. roda 4 (empat) atau lebih; dan/atau
b. roda 3 (tiga).
(3) Ketentuan mengenai kendaraan bermotor roda 4
(empat) atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a sesuai dengan peraturan perundangundangan
mengenai Angkutan Jalan.
Pasal 13
(1) Pengangkutan Limbah B3 menggunakan kendaraan
bermotor roda 3 (tiga) hanya dapat dilakukan oleh
www.peraturan.go.id
-11- 2016, No. 598
Penghasil Limbah B3 terhadap Limbah B3 yang
dihasilkannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat (1) huruf a.
(2) Pengangkutan Limbah B3 menggunakan kendaraan
bermotor roda 3 (tiga) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memenuhi persyaratan meliputi:
a. kendaraan bermotor milik sendiri atau barang
milik negara;
b. Limbah B3 wajib ditempatkan dalam bak
permanen dan tertutup di belakang pengendara
dengan ukuran:
1. lebar lebih kecil dari 120 (seratus dua
puluh) sentimeter; dan
2. tinggi lebih kecil dari atau sama dengan 90
(sembilan puluh) sentimeter terukur dari
tempat duduk atau sadel pengemudi;
c. wadah permanen Limbah B3 sebagaimana
dimaksud pada huruf b dilekati simbol sesuai
karakteristik Limbah B3;
d. Limbah B3 wajib diberi kemasan sesuai
persyaratan kemasan Limbah B3; dan
e. ketentuan mengenai kapasitas daya angkut
Limbah B3 dan spesifikasi alat angkut Limbah
B3 mengikuti peraturan perundang-undangan
mengenai angkutan jalan.
Pasal 14
(1) Pengangkutan Limbah B3 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (2) harus mendapatkan
persetujuan Pengangkutan Limbah B3 yang diterbitkan
oleh Kepala Instansi Lingkungan Hidup:
a. provinsi, jika Pengangkutan Limbah B3
dilakukan lintas kabupaten/kota dalam wilayah
provinsi; atau
b. kabupaten/kota, jika Pengangkutan Limbah B3
dilakukan dalam wilayah kabupaten/kota.
www.peraturan.go.id
2016, No. 598 -12-
(2) Untuk mendapatkan persetujuan Pengangkutan
Limbah B3, Penghasil Limbah B3 menyampaikan
permohonan secara tertulis kepada Kepala Instansi
Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a atau huruf b dengan melampirkan:
a. identitas pemohon;
b. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah
B3 yang akan diangkut;
c. nama personel yang:
1. pernah mengikuti pelatihan Pengelolaan
Limbah B3; atau
2. memiliki pengalaman dalam Pengelolaan
Limbah B3.
d. dokumen yang menjelaskan tentang alat angkut
Limbah B3; dan
e. tujuan pengangkutan Limbah B3 berupa
dokumen kerjasama antara Penghasil Limbah B3
dengan:
1. pemegang Izin Penyimpanan Limbah B3
yang digunakan sebagai depo pemindahan;
dan/atau
2. pengolah Limbah B3 yang memiliki Izin
Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
Pengolahan Limbah B3.
(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2):
a. disetujui, Kepala Instansi Lingkungan Hidup
menerbitkan surat persetujuan Pengangkutan
Limbah B3 yang paling sedikit memuat:
1. identitas Penghasil Limbah B3 yang
melakukan Pengangkutan Limbah B3;
2. nomor registrasi, nomor rangka, dan
nomor mesin alat angkut Limbah B3;
3. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah
Limbah B3 yang akan diangkut;
4. tujuan pengangkutan Limbah B3;
www.peraturan.go.id
-13- 2016, No. 598
5. kode manifes Limbah B3; dan
6. masa berlaku persetujuan Pengangkutan
Limbah B3.
b. ditolak, Kepala Instansi Lingkungan Hidup
menerbitkan surat penolakan disertai dengan
alasan penolakan.
(4) Masa berlaku persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a angka 6 berlaku selama 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang.
Pasal 15
(1) Pengangkutan Limbah B3 wajib:
a. menggunakan alat angkut Limbah B3 yang telah
mendapatkan Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk
kegiatan Pengangkutan Limbah B3 dan/atau
persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 ayat (3);
b. menggunakan simbol Limbah B3; dan
c. dilengkapi manifes Limbah B3.
(2) Simbol Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b mengacu pada peraturan perundangundangan
mengenai simbol Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun.
(3) Manifes Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling sedikit memuat informasi mengenai:
a. kode manifes Limbah B3;
b. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah
B3 yang akan diangkut;
c. identitas Pengirim Limbah B3, Pengangkut
Limbah B3, dan Penerima Limbah B3; dan
d. alat angkut Limbah B3.
Pasal 16
Ketentuan mengenai kode manifes Limbah B3, format manifes
Limbah B3, dan tata cara pengisian manifes Limbah B3 dan
tata cara pelekatan simbol Limbah B3 pada alat angkut
www.peraturan.go.id
2016, No. 598 -14-
Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal
15 tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB VI
PENGOLAHAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA
DAN BERACUN
Pasal 17
(1) Pengolahan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf d dilakukan secara termal oleh:
a. Penghasil Limbah B3 yang memiliki Izin
Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
Pengolahan Limbah B3; atau
b. Pengolah Limbah B3 yang memiliki Izin
Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
Pengolahan Limbah B3.
(2) Pengolahan Limbah B3 secara termal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan
menggunakan peralatan:
a. autoklaf tipe alir gravitasi dan/atau tipe vakum;
b. gelombang mikro;
c. iradiasi frekwensi radio; dan/atau
d. insinerator.
(3) Pengolahan Limbah B3 secara termal oleh Pengolah
Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b hanya dapat dilakukan menggunakan peralatan
insinerator.
(4) Pengolah Limbah B3 yang melakukan Pengolahan
Limbah B3 secara termal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b harus memiliki kerjasama dengan
Penghasil Limbah B3.
www.peraturan.go.id
-15- 2016, No. 598
Pasal 18
Pengolahan Limbah B3 secara termal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a. lokasi; dan
b. peralatan dan teknis pengoperasian peralatan
Pengolahan Limbah B3 secara termal.
Pasal 19
(1) Persyaratan lokasi Pengelolaan Limbah B3 untuk
kegiatan Pengolahan Limbah B3 oleh Penghasil Limbah
B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a
meliputi:
a. merupakan daerah bebas banjir dan tidak rawan
bencana alam, atau dapat direkayasa dengan
teknologi untuk perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup; dan
b. jarak antara lokasi Pengelolaan Limbah B3
untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3 dengan
lokasi fasilitas umum diatur dalam Izin
Lingkungan.
(2) Persyaratan lokasi Pengelolaan Limbah B3 untuk
kegiatan Pengolahan Limbah B3 oleh Pengolah Limbah
B3 yang memiliki Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk
kegiatan Pengolahan Limbah B3 dan memiliki
kerjasama dengan Penghasil Limbah B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 huruf b meliputi:
a. merupakan daerah bebas banjir dan tidak rawan
bencana alam, atau dapat direkayasa dengan
teknologi untuk perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
b. berada pada jarak paling dekat 30 (tiga puluh)
meter dari:
1. jalan umum dan/atau jalan tol;
2. daerah pemukiman, perdagangan, hotel,
restoran, fasilitas keagamaan dan
pendidikan;
www.peraturan.go.id
2016, No. 598 -16-
3. garis pasang naik laut, sungai, daerah
pasang surut, kolam, danau, rawa, mata
air dan sumur penduduk; dan
4. daerah cagar alam, hutan lindung,
dan/atau daerah lainnya yang dilindungi.
(3) Persyaratan jarak lokasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dikecualikan bagi Pengolah Limbah B3 yang
berada di dalam kawasan industri.
Pasal 20
(1) Persyaratan peralatan Pengelolaan Limbah B3 untuk
kegiatan Pengolahan Limbah B3 menggunakan
peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat
(2) huruf a, huruf b, dan huruf c meliputi:
a. pengoperasian peralatan; dan
b. uji validasi.
(2) Pengoperasian peralatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a untuk autoklaf tipe alir gravitasi
dilakukan dengan temperatur lebih besar dari atau
sama dengan:
a. 121OC (seratus dua puluh satu derajat celsius)
dan tekanan 15 psi (lima belas pounds per
square inch) atau 1,02 atm (satu koma nol dua
atmosfer) dengan waktu tinggal di dalam
autoklaf sekurang-kurangnya 60 (enam puluh)
menit;
b. 135OC (seratus tiga puluh lima derajat celsius)
dan tekanan 31 psi (tiga puluh satu pounds per
square inch) atau 2,11 atm (dua koma sebelas
atmosfer) dengan waktu tinggal di dalam
autoklaf sekurang-kurangnya 45 (empat puluh
lima) menit; atau
c. 149OC (seratus empat puluh sembilan derajat
celsius) dan tekanan 52 psi (lima puluh dua
pounds per square inch) atau 3,54 atm (tiga
koma lima puluh empat atmosfer) dengan
www.peraturan.go.id
-17- 2016, No. 598
waktu tinggal di dalam autoklaf sekurangkurangnya
30 (tiga puluh) menit.
(3) Pengoperasian peralatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a untuk autoklaf tipe vakum dilakukan
dengan temperatur lebih besar dari atau sama dengan:
a. 121OC (seratus dua puluh satu derajat celsius)
dan tekanan 15 psi (lima belas pounds per
square inch) atau 1,02 atm (satu koma nol dua
atmosfer) dengan waktu tinggal di dalam
autoklaf sekurang-kurangnya 45 (empat puluh
lima) menit; atau
b. 135OC (seratus tiga puluh lima derajat celsius)
dan tekanan 31 psi (tiga puluh satu pounds per
square inch) atau 2,11 atm (dua koma sebelas
atmosfer) dengan waktu tinggal di dalam
autoklaf sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh)
menit.
(4) Pengoperasian peralatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a untuk gelombang mikro dilakukan
pada temperatur 100OC (seratus derajat celsius)
dengan waktu tinggal paling singkat 30 (tiga puluh)
menit.
(5) Pengoperasian peralatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a untuk iradiasi frekwensi radio
dilakukan dilakukan pada temperatur lebih besar dari
90OC (sembilan puluh derajat celsius).
(6) Uji validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b harus mampu membunuh spora menggunakan
peralatan:
a. autoklaf tipe alir gravitasi dan/atau tipe vakum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2)
huruf a dilakukan terhadap spora Bacillus
stearothermophilus pada konsentrasi 1 x 104
(satu kali sepuluh pangkat empat) spora per
mililiter yang ditempatkan dalam vial atau
lembaran spora;
www.peraturan.go.id
2016, No. 598 -18-
b. gelombang mikro sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b dilakukan
terhadap spora Bacillus stearothermophilus
pada konsentrasi 1 x 101 (satu kali sepuluh
pangkat satu) spora per mililiter yang
ditempatkan dalam vial atau lembaran spora;
dan
c. iradiasi frekwensi radio sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c dilakukan
terhadap spora Bacillus stearothermophilus
pada konsentrasi 1 x 104 (satu kali sepuluh
pangkat empat) spora per mililiter yang
ditempatkan dalam vial atau lembaran spora.
(7) Hasil Pengolahan Limbah B3 menggunakan peralatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Limbah
nonB3.
(8) Terhadap Limbah nonB3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) pengelolaannya dilakukan sesuai peraturan
perundang-undangan mengenai Pengelolaan Limbah
nonB3.
Pasal 21
(1) Pengoperasian peralatan autoklaf tipe alir gravitasi
dan/atau tipe vakum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3) dilarang digunakan
untuk Limbah:
a. patologis;
b. bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau
sisa kemasan;
c. radioaktif;
d. farmasi; dan
e. sitotoksik.
www.peraturan.go.id
-19- 2016, No. 598
(2) Pengoperasian peralatan gelombang mikro
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4)
dilarang digunakan untuk Limbah:
a. patologis;
b. bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa
kemasan;
c. radioaktif;
d. farmasi;
e. sitotoksik; dan
f. peralatan medis yang memiliki kandungan
logam berat tinggi.
(3) Pengoperasian peralatan iradiasi frekwensi radio
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5)
dilarang digunakan untuk Limbah:
a. patologis;
b. bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa
kemasan;
c. radioaktif;
d. farmasi; dan
e. sitotoksik.
Pasal 22
(1) Persyaratan peralatan Pengelolaan Limbah B3 untuk
kegiatan Pengolahan Limbah B3 menggunakan
insinerator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (2) huruf d oleh Penghasil Limbah B3 harus
memenuhi ketentuan:
a. efisiensi pembakaran sekurang-kurangnya
99,95% (sembilan puluh sembilan koma
sembilan puluh lima per seratus);
b. temperatur pada ruang bakar utama sekurangkurangnya
800OC (delapan ratus derajat
celsius);
www.peraturan.go.id
2016, No. 598 -20-
c. temperatur pada ruang bakar kedua paling
rendah 1.000 C (seribu derajat celsius) dengan
waktu tinggal paling singkat 2 (dua) detik;
d. memiliki alat pengendalian pencemaran udara
berupa wet scrubber atau sejenis;
e. ketinggian cerobong paling rendah 14 m
(empat belas meter) terhitung dari permukaan
tanah atau 1,5 (satu koma lima) kali bangunan
tertinggi, jika terdapat bangunan yang memiliki
ketinggian lebih dari 14 m (empat belas meter)
dalam radius 50 m (lima puluh meter) dari
insinerator; dan
f. memiliki cerobong yang dilengkapi dengan:
1. lubang pengambilan contoh uji emisi yang
memenuhi kaidah 8De/2De; dan
2. fasilitas pendukung untuk pengambilan
contoh uji emisi antara lain berupa tangga
dan platform pengambilan contoh uji yang
dilengkapi pengaman.
(2) Persyaratan peralatan Pengelolaan Limbah B3 untuk
kegiatan Pengolahan Limbah B3 menggunakan
insinerator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (3) oleh Pengolah Limbah B3 harus memenuhi
ketentuan:
a. efisiensi pembakaran paling sedikit 99,99%
(sembilan puluh sembilan koma sembilan puluh
sembilan persen);
b. efisiensi penghancuran dan penghilangan
senyawa principle organic hazardous
constituents (POHCs) dengan nilai paling sedikit
99,99% (sembilan puluh sembilan koma
sembilan puluh sembilan persen);
c. dalam hal Limbah B3 yang akan diolah:
1. berupa polychlorinated biphenyls;
dan/atau
2. yang berpotensi menghasilkan:
www.peraturan.go.id
-21- 2016, No. 598
a) polychlorinated dibenzofurans;
dan/atau
b) polychlorinated dibenzo-p-dioxins,
efisiensi penghancuran dan penghilangan harus
memenuhi nilai paling sedikit 99,9999%
(sembilan puluh sembilan koma sembilan ribu
sembilan ratus sembilan puluh sembilan
persen);
d. temperatur pada ruang bakar utama sekurangkurangnya
800OC (delapan ratus derajat
celsius);
e. temperatur pada ruang bakar kedua paling
rendah 1.200OC (seribu dua ratus derajat
celsius) dengan waktu tinggal paling singkat 2
(dua) detik;
f. memiliki alat pengendalian pencemaran udara
berupa wet scrubber atau sejenis;
g. ketinggian cerobong paling rendah 24 m (dua
puluh empat meter) terhitung dari permukaan
tanah atau 1,5 (satu koma lima) kali bangunan
tertinggi, jika terdapat bangunan yang memiliki
ketinggian lebih dari 24 m (dua puluh empat
meter) dalam radius 50 m (lima puluh meter)
dari insinerator;
h. memiliki cerobong yang dilengkapi dengan:
1. lubang pengambilan contoh uji emisi yang
memenuhi kaidah 8De/2De; dan
2. fasilitas pendukung untuk pengambilan
contoh uji emisi antara lain berupa tangga
dan platform pengambilan contoh uji yang
dilengkapi pengaman; dan
i. memenuhi baku mutu emisi melalui kegiatan
uji coba sebagai bagian dari pemenuhan
kelengkapan persyaratan.
www.peraturan.go.id
2016, No. 598 -22-
(3) Dalam hal insinerator dioperasikan untuk mengolah
Limbah sitotoksik, wajib dioperasikan pada temperatur
sekurang-kurangnya 1.200OC (seribu dua ratus derajat
celsius).
(4) Tata cara permohonan izin Pengelolaan Limbah B3
untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3 menggunakan
peralatan insinerator dilakukan berdasarkan peraturan
perundang-undangan mengenai tata cara permohonan
izin Pengelolaan Limbah B3.
Pasal 23
Pengoperasian peralatan insinerator sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 dilarang digunakan untuk:
a. Limbah B3 radioaktif;
b. Limbah B3 dengan karakteristik mudah meledak;
dan/atau
c. Limbah B3 merkuri.
Pasal 24
Tata cara Pengolahan Limbah B3 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 23 tercantum dalam
Lampiran V Peraturan Menteri ini.
BAB VII
PENGUBURAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
Pasal 25
(1) Penguburan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf e dilakukan oleh Penghasil Limbah B3
terhadap Limbah B3 yang dihasilkannya.
(2) Penguburan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk Limbah B3:
a. patologis; dan/atau
www.peraturan.go.id
-23- 2016, No. 598
b. benda tajam.
(3) Penguburan Limbah B3 patologis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan antara lain
dengan cara:
a. menguburkan Limbah B3 di fasilitas
penguburan Limbah B3 yang memenuhi
persyaratan lokasi dan persyaratan teknis
penguburan Limbah B3;
b. mengisi kuburan Limbah B3 dengan Limbah B3
paling tinggi setengah dari jumlah volume total,
dan ditutup dengan kapur dengan ketebalan
paling rendah 50 cm (lima puluh sentimeter)
sebelum ditutup dengan tanah;
c. memberikan sekat tanah dengan ketebalan
paling rendah 10 cm (sepuluh sentimeter) pada
setiap lapisan Limbah B3 yang dikubur;
d. melakukan pencatatan Limbah B3 yang
dikubur; dan
e. melakukan perawatan, pengamanan, dan
pengawasan kuburan Limbah B3.
(4) Penguburan Limbah B3 benda tajam sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan antara lain
dengan cara:
a. menguburkan Limbah B3 di fasilitas
penguburan Limbah B3 yang memenuhi
persyaratan lokasi dan persyaratan teknis
penguburan Limbah B3;
b. melakukan pencatatan Limbah B3 yang
dikubur; dan
c. melakukan perawatan, pengamanan, dan
pengawasan kuburan Limbah B3.
(5) Penguburan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) hanya dapat dilakukan jika pada lokasi
dihasilkannya Limbah patologis dan/atau Limbah
benda tajam tidak terdapat fasilitas Pengolahan
www.peraturan.go.id
2016, No. 598 -24-
Limbah B3 menggunakan peralatan insinerator Limbah
B3.
Pasal 26
Lokasi dan fasilitas penguburan Limbah B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) dan ayat (4) harus
memenuhi persyaratan teknis, meliputi:
a. bebas banjir;
b. berjarak paling rendah 20 m (dua puluh meter) dari
sumur dan/atau perumahan;
c. kedalaman kuburan paling rendah 1,8 m (satu koma
delapan meter); dan
d. diberikan pagar pengaman dan papan penanda kuburan
Limbah B3.
e.
Pasal 27
(1) Penguburan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 harus memperoleh persetujuan penguburan
Limbah B3 yang diterbitkan oleh Kepala Instansi
Lingkungan Hidup kabupaten/kota setelah berkoordinasi
dengan instansi yang bertanggung jawab di bidang
kesehatan.
(2) Untuk mendapatkan persetujuan penguburan Limbah B3
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penghasil Limbah
B3 menyampaikan permohonan secara tertulis kepada
Kepala Instansi Lingkungan Hidup kabupaten/kota
dengan melampirkan:
a. identitas pemohon;
b. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah B3
yang akan dikubur;
c. nama personel yang:
1. pernah mengikuti pelatihan Pengelolaan
Limbah B3; atau
2. memiliki pengalaman dalam Pengelolaan
Limbah B3.
www.peraturan.go.id
-25- 2016, No. 598
d. lokasi kuburan Limbah B3 yang memiliki izin lokasi;
dan
e. dokumen yang menjelaskan tentang kuburan
Limbah B3 dan tata cara penguburan Limbah B3.
(3) Jika permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a. disetujui, Kepala Instansi Lingkungan Hidup
kabupaten/kota menerbitkan surat persetujuan
penguburan Limbah B3 yang paling sedikit memuat:
1. identitas Penghasil Limbah B3 yang melakukan
penguburan Limbah B3;
2. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah
Limbah B3 yang dikubur;
3. lokasi dan koordinat kuburan Limbah B3;
4. isian neraca Limbah B3 yang dikubur; dan
5. masa berlaku persetujuan penguburan Limbah
B3.
b. ditolak, kepala Instansi Lingkungan Hidup
kabupaten/kota menerbitkan surat penolakan
disertai dengan alasan penolakan.
(4) Masa berlaku persetujuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a angka 5 berlaku selama 5 (lima) tahun
dan dapat diperpanjang.
Pasal 28
Tata cara penguburan Limbah B3 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 dan Pasal 26, serta pengajuan persetujuan
penguburan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
tercantum dalam Lampiran VI Peraturan Menteri ini.
www.peraturan.go.id
2016, No. 598 -26-
BAB VIII
PENIMBUNAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA
DAN BERACUN
Pasal 29
(1) Penimbunan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf f dilakukan oleh Penghasil Limbah B3
terhadap Limbah B3 yang dihasilkannya.
(2) Penimbunan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan terhadap Limbah B3 berupa:
a. Abu terbang insinerator; dan
b. slag atau abu dasar insinerator.
(3) Penimbunan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) hanya dapat dilakukan di fasilitas:
a. penimbunan saniter;
b. penimbunan terkendali; dan/atau
c. Penimbusan akhir Limbah B3 yang memiliki Izin
Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penimbunan
Limbah B3.
(4) Sebelum dilakukan penimbunan di fasilitas sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a dan/atau huruf b,
Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
dan huruf b, wajib dilakukan:
a. enkapsulasi; dan/atau
b. inertisasi.
(5) Prosedur enkapsulasi dan/atau inertisasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran V
Peraturan Menteri ini.
Pasal 30
(1) Lokasi dan fasilitas Penimbunan Limbah B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) huruf a dan huruf b
harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan mengenai
www.peraturan.go.id
-27- 2016, No. 598
penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan
dalam penanganan sampah rumah tangga dan sampah
sejenis sampah rumah tangga.
(2) Lokasi dan/atau fasilitas Penimbusan akhir Limbah B3
sebagaimana dimaksud Pasal 29 ayat (3) huruf c harus
memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan mengenai Pengelolaan
Limbah B3 untuk kegiatan Penimbunan Limbah B3.
Pasal 31
(1) Penimbunan Limbah B3 yang dilakukan di fasilitas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) huruf a
dan/atau huruf b harus mendapatkan persetujuan
Penimbunan Limbah B3 yang diterbitkan oleh Kepala
Instansi Lingkungan Hidup:
a. provinsi, jika Penimbunan Limbah B3 dilakukan
lintas kabupaten/kota dalam wilayah provinsi; atau
b. kabupaten/kota, jika Penimbunan Limbah B3
dilakukan dalam wilayah kabupaten/kota.
(2) Untuk mendapatkan persetujuan Penimbunan Limbah
B3, Penghasil Limbah B3 menyampaikan permohonan
secara tertulis kepada Kepala Instansi Lingkungan Hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf
b dengan melampirkan:
a. identitas pemohon;
b. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah B3
yang akan ditimbun;
c. lokasi Penimbunan Limbah B3; dan
d. dokumen yang menjelaskan tentang tata cara
Penimbunan Limbah B3.
(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2):
a. disetujui, Kepala Instansi Lingkungan Hidup
menerbitkan surat persetujuan penimbunan Limbah
B3 yang paling sedikit memuat:
www.peraturan.go.id
2016, No. 598 -28-
1. identitas Penghasil Limbah B3 yang melakukan
penimbunan Limbah B3;
2. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah
Limbah B3 yang akan ditimbun;
3. lokasi Penimbunan Limbah B3;
4. kewajiban pemegang surat persetujuan
Penimbunan Limbah B3; dan
5. masa berlaku persetujuan Penimbunan Limbah
B3.
b. ditolak, Kepala Instansi Lingkungan Hidup
menerbitkan surat penolakan disertai dengan alasan
penolakan.
(4) Masa berlaku persetujuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a angka 5 berlaku selama 10 (sepuluh)
tahun dan dapat diperpanjang.
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 32
Setiap orang yang melaksanakan tugas Pengelolaan Limbah
B3 dalam Peraturan Menteri ini harus:
a. pernah mengikuti pelatihan Pengelolaan Limbah B3; atau
b. memiliki pengalaman dalam Pengelolaan Limbah B3.
Pasal 33
(1) Setiap Penghasil Limbah B3 harus menjamin
perlindungan personel yang langsung berhubungan
dengan kegiatan Pengelolaan Limbah B3.
(2) Penjaminan perlindungan personel sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi penyediaan antara lain:
a. alat pelindung diri;
b. fasilitas higiene perorangan;
c. imunisasi;
www.peraturan.go.id
-29- 2016, No. 598
d. prosedur operasional standar pengolahan Limbah
B3;
e. pemeriksaan medis khusus secara rutin; dan
f. pemberian makanan tambahan.
(3) Ketentuan mengenai penjaminan perlindungan personel
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam
Lampiran VII Peraturan Menteri ini.
Pasal 34
Setiap personel yang langsung berhubungan dengan unit
operasi Pengolahan Limbah B3 secara termal harus mengikuti
pelatihan Pengelolaan Limbah B3.
Pasal 35
Pengolah Limbah B3 yang melakukan Pengelolaan Limbah B3
untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3 secara termal wajib
membuat catatan dan menyampaikan laporan tentang
Pengolahan Limbah B3 secara berkala setiap 6 (enam) bulan
sekali kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
dengan tembusan kepada gubernur dan bupati/wali kota
sesuai dengan kewenangannya meliputi:
a. sumber, nama, karakteristik, jumlah timbulan Limbah
B3 dan waktu diterimanya Limbah B3;
b. sumber, nama, karakteristik, jumlah dan waktu Limbah
B3 yang diolah secara termal; dan
c. sumber, nama, karakteristik, jumlah dan waktu timbulan
Limbah B3 cair dan/atau padat hasil pengolahan secara
termal.
Pasal 36
Pengolahan Limbah B3 yang diolah di instalasi pengolahan air
limbah wajib memenuhi baku mutu air limbah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan mengenai baku mutu air
www.peraturan.go.id
2016, No. 598 -30-
limbah dari usaha dan/atau kegiatan fasilitas pelayanan
kesehatan.
Pasal 37
(1) Fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan
Pengolahan Limbah B3 di luar Limbah B3 yang
dihasilkannya sendiri, harus melakukan pembaruan Izin
Lingkungan.
(2) Pembaruan Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) didasarkan pada dokumen kajian
lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan.
Pasal 38
(1) Kewajiban memiliki Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk
kegiatan Pengolahan Limbah B3 dikecualikan untuk
Penghasil Limbah B3 yang melakukan sendiri Pengolahan
Limbah B3 berupa:
a. kemasan bekas B3;
b. spuit bekas;
c. botol infus bekas selain infus darah dan/atau cairan
tubuh; dan/atau
d. bekas kemasan cairan hemodialisis.
(2) Pengolahan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan melalui:
a. pengosongan;
b. pembersihan;
c. desinfeksi; dan
d. penghancuran atau pencacahan.
(3) Pengosongan dan pembersihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a dan huruf b dilakukan dengan cara:
a. mengeluarkan seluruh sisa B3 dan/atau zat
pencemar;
b. melakukan pencucian dan pembilasan paling sedikit
3 (tiga) kali di fasilitasnya dengan menggunakan:
www.peraturan.go.id
-31- 2016, No. 598
1. pelarut yang sesuai dengan sifat zat pencemar
dan dapat menghilangkan zat pencemar; atau
2. teknologi lain yang setara yang dapat
dibuktikan secara ilmiah.
(4) Terhadap sisa pencucian dan pembilasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) wajib dilakukan Pengolahan
Limbah B3 dan memenuhi baku mutu air limbah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan mengenai baku
mutu air limbah kegiatan fasilitas pelayanan kesehatan.
(5) Hasil Pengolahan Limbah B3 menggunakan cara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berupa
Limbah nonB3.
(6) Terhadap Limbah nonB3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) pengelolaannya dilakukan sesuai peraturan
perundang-undangan mengenai Pengelolaan Limbah
nonB3.
Pasal 39
(1) Penghasil Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38 wajib menyampaikan laporan secara tertulis
kepada bupati/walikota mengenai pelaksanaan
pengurangan Limbah B3.
(2) Laporan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disampaikan secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 6 (enam) bulan sejak pengurangan Limbah B3
dilakukan.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 40
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, dalam hal
terdapat usaha dan/atau kegiatan yang memiliki Izin
Pengolahan Limbah B3 menggunakan insinerator yang tidak
www.peraturan.go.id
2016, No. 598 -32-
sesuai dengan persyaratan dalam Peraturan Menteri ini,
usaha dan/atau kegiatan dimaksud harus melakukan
penyesuaian selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak
Peraturan Menteri ini ditetapkan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 41
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan
mengenai persyaratan dan ketentuan teknis Pengolahan
Limbah B3 secara termal bagi Limbah B3 infeksius dalam
Keputusan Kepala Bapedal Nomor: Kep–
03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis
Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, tidak
berlaku terhadap Pengelolaan Limbah B3 dari fasilitas
pelayanan kesehatan.
No comments:
Post a Comment