Tanggung Jawab Mutlak Pertamina Dalam Pencemaran di
Teluk Balikpapan
Pada
tanggal 31 Maret 2018 terjadi pencemaran di laut teluk balikpapan karena patah
atau bocornya pipa distribusi minyak bawah laut milik PT. Pertamina Refinery
Unit V Balikpapan. Diperkirakan sekira 40 ribu barrels minyak mentah tumpah mencemari
perairan laut teluk balikpapan. Menurut Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (Lapan), diketahui tanggal 2 April area tercemar minyak di Teluk
Balikpapan seluas 120 Km², kemudian pada 5 April luas area tercemar meluas, menjadi
200 Km² atau 20.000 hektar.[i]
Kerugian lingkungan yang timbul, antara lain enam ribu batang dan dua ribu
bibit bakau, 53 hektare tambak udang, 40 petak tambak kepiting, 32 keramba
jaring apung lobster, 15 Rengge, dan 200 bubu.[ii]
Selain itu, pencemaran juga mengancam ribuan hektar tanaman bakau serta menyebabkan
kematian biota laut, misalnya pesut.[iii]
Peristiwa
tersebut menimbulkan adanya pertanggungjawaban Pertamina secara mutlak (strict liability). Penerapan strict liability dalam
pertanggungjawaban hukum perdata diperkenalkan dalam UU No.4 Tahun 1982 (UULH),
dan UU No. 23 Tahun 1997 (UUPLH) dengan istilah ganti rugi secara langsung dan
seketika.[iv]
Setelah lahirnya UUPPLH, strict liabilty
diatur dalam Pasal 88 UUPPLH[v]
dimana unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh penggugat sebagai dasar
pembayaran ganti rugi. Ruang lingkup pengaturannya mencakup jenis usaha yang
menggunakan bahan berbahaya dan beracun (B3), menghasilkan dan/atau mengelola limbah
bahan berbahaya dan beracun (Limbah B3) serta kegiatan yang dapat menimbulkan
ancaman serius terhadap lingkungan.
Menurut
Wibisana, bentuk pengadopsian strict
liability ala Indonesia ditemukan dalam kasus tanah longsor Mandalawangi
Garut 2003, dimana Majelis Hakim memutuskan tergugat Perum Perhutani bertanggung
jawab secara mutlak (strict liability),
tanpa perlu membuktikan unsur kesalahannya atas tragedi longsor di
Mandalawangi.[vi] Sedangkan, Putusan terbaru,
yakni putusan PN Jakarta Selatan No.456/Pdt.G-LH/2016/PN.Jkt.Sel, yang
menegaskan, bahwa dalam strict liability
tidak perlu lagi dipertentangkan apakah Tergugat telah melakukan kesalahan atau
tidak, dengan adanya kebakaran diatas lahan perkebunan sawitnya.[vii]
Dalam Strict liability, pada dasarnya
mewajibkan pencemar memberikan kompensasi, tanpa memperdulikan langkah yang
telah dilaksanakannya.[viii]
Sesuai
dengan Kep.Ketua MA No.36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman
Penanganan Perkara Lingkungan Hidup, ancaman serius yaitu terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan yang dampaknya berpotensi tidak dapat dipulihkan
kembali atau komponen lingkungan hidup yang terkena dampak sangat luas, seperti
kesehatan manusia, air permukaan, air bawah tanah, tanah, udara, tumbuhan, dan
hewan. Secara “faktual” peristiwa tumpahan minyak yang mencapai 40 ribu barrels
dan pencemaran seluas 20 ribu Ha telah menimbulkan ancaman serius terhadap
lingkungan laut di teluk Balikpapan.
Menariknya,
setelah sebelumnya membantah, tanggal 4 April 2018 Pertamina mengakui tumpahan
minyak berasal dari Pipa Bawah Laut miliknya. Selain itu, kepolisian juga
mendalami keterangan dari Kesyahbandaran Otoritas Pelabuhan (KSOP), Pelabuhan
Indonesia (Pelindo) dan Kapal KM Ever Judger. Meskipun terdapat dugaan penyebab
patahnya pipa Pertamina disebabkan pihak ketiga,[ix]
baik Kapal KM Ever Judger atau kelalaian operator pelabuhan, namun keberadaan
pihak ketiga dapat diabaikan. Karena unsur strict
liability semakin jelas ketika Pertamina mengakui, bahwa sumber pencemaran
yang menimbulkan kerugian lingkungan berasal dari instalasinya.[x]
Menurut
Hinteregger sebagaimana dikutip Wibisana, di negara di Perancis pengadilan
biasanya menolak dalih adanya perbuatan pihak ketiga dalam kasus strict liability, sedangkan di Jerman,
Portugal, Inggris dan Irlandia, maka pengadilan akan menguji dalih perbuatan
pihak ketiga dalam konteks force majeur.
Dalam arti, bahwa perbuatan pihak ketiga haruslah merupakan sesuatu yang tidak
bisa diperkirakan (unforeseeable)
sehingga tidak bisa dicegah.[xi]
Pertanyaannya kemudian, apakah insiden bocor/patahnya pipa yang menimbulkan
pencemaran tidak dapat diprediksi?.
Hal
tersebut ditegaskan dalam Pasal 11 Peraturan Presiden No.109 Tahun 2006 tentang
Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut, dimana setiap pimpinan
tertinggi pengusahaan minyak dan gas bumi, yang karena kegiatannya mengakibatkan
tumpahan minyak, bertanggung jawab mutlak atas biaya penanggulangan, dampak
lingkungan, kerugian masyarakat dan lingkungan akibat tumpahan minyak di laut.[xii]
Dengan
kata lain, tanpa bermaksud menyederhanakan kompleksitas permasalahan, maka kausalitas
strict liability dapat dimaknai,
bahwa pencemaran minyak mentah akibat patahnya pipa minyak dan menimbulkan
kerugian lingkungan “tidak terjadi” di perairan laut teluk Balikpapan,
seandainya “tidak ada” kegiatan PT. Pertamina yang berpotensi menyebabkan
ancaman serius di perairan laut teluk Balikpapan.[xiii]
Tanpa perlu mengetahui lebih lanjut, apakah peristiwa tersebut terjadi karena
kesengajaan, kelalaian atau adanya keterlibatan pihak ketiga.
Lebih
lanjut menurut Rangkuti, sungguh tidak layak mewajibkan penderita untuk
membuktikan secara ilimiah gugatannya dalam kasus pencemaran lingkungan, karena
korban umumnya awam soal hukum dan seringkali berada dalam keadaan sekarat,
karenanya dengan adanya beban pembuktian mengakibatkan, korban enggan
berperkara dan merasa gugatan ganti kerugian itu sia-sia belaka.[xiv]
Berdasarkan
pemaparan tersebut, alangkah baiknya apabila PT. Pertamina Unit Refinery V
Balikpapan mengakui dan mempersiapkan langkah untuk memberikan kompensasi dan
ganti kerugian lingkungan akibat pencemaran di teluk Balikpapan, sebagaimana diamanatkan
Pasal 87 Ayat (1) UUPPLH,[xv]
serta diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.7 Tahun
2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan
Lingkungan Hidup dan Peraturan Menteri Perhubungan No.58 Tahun 2013 tentang
Penanggulangan Pencemaran di Perairan dan Pelabuhan.
Desain Grafis terkait Kasus Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan. Sumber : CNN.
Desain Grafis terkait Kasus Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan. Sumber : CNN.
[i]
Moh Khory Alfarizi, “LAPAN: Luas Tumpahan Minyak di Balikpapan Sudah 12 Ribu
Hektare”, sumber https://tekno.tempo.co/read/1077709/lapan-luas-tumpahan-minyak-di-balikpapan-sudah-12-ribu-hektare,
diakses tanggal 30 Mei 2018
[ii]
Martahan Sohuturon, KLHK Diminta Gugat Dalang Minyak Tumpah di Balikpapan,
sumber : https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180419191418-20-292085/klhk-diminta-gugat-dalang-minyak-tumpah-di-balikpapan,
diakses tanggal 30 Mei 2018
[iii]
Resa Eka Ayu Sartika, "Pesut Mati Terdampar di Teluk Balikpapan Diduga
akibat Tumpahan Minyak", sumber : https://sains.kompas.com/read/2018/04/02/113300023/pesut-mati-terdampar-di-teluk-balikpapan-diduga-akibat-tumpahan-minyak,
diakses tanggal 30 mei 2018.
[iv]
Pasal 21 UULH (1982), berbunyi “Dalam beberapa kegitan yang menyangkut jenis
sumber daya tentang tanggung jawab timbul secara mutlak pada perusak atau
pencemar pada saat terjadinya perusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup
yang pengaturannya diatur dalam perundang-undangan yang bersangkutan.”
Pasal
35 Ayat 1 UUPLH (1997), berbunyi "Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau
menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara
mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi
secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup."
[v]
Pasal 88 UUPPLH, berbunyi “Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau
kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau
yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab
mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.”
Penjelasan
Pasal 88, berbunyi “Yang dimaksud dengan “bertanggung jawab mutlak” atau strict liability adalah unsur kesalahan
tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti
rugi. Ketentuan ayat ini merupakan lex
specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya.
Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak
lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu.”
[vi]
Baca Andri G. Wibisana, Beberapa Catatan Penting terkait Aspek Prosedural
Gugatan, Pertanggungjawaban Perdata, dan Pembuktian, disampaikan dalam
Lokakarya Masyarakat Memulihkan Sungai: Partisipasi dan Litigasi, 25-28 Juli
2016, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Jakarta.
Menurut Pengadilan Bandung, “Pembuktian unsur kesalahan
(liability base on fault) seperti
dalil gugatan Penggugat agar supaya para Tergugat dinyatakan telah melakukan
Perbuatan Melawan Hukum menjadi tidak relevan karena dengan diterapkannya
prinsip “precautionary principle” pertanggung jawaban menjadi ketat/mutlak
“Strict Liability”, yang paling penting disini adalah penentuan siapa yang
harus bertanggung jawab atas adanya dampak longsornya beberapa sudut di belahan
Gunung Mandalawangi, dan karena secara “notoir
feit” telah menimbulkan kerugian, maka bagaimana pemulihan atas adanya
kerugian tersebut.”
[vii]
Baca Putusan Nomor 456/Pdt.G-LH/2016/PN Jkt.Sel, hlm.293-294
Kasus Gugatan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melawan
PT.Waringin Agro Jaya, yang dimenangkan Hakim dengan menghukum ganti rugi Rp466
miliar kepada PT.Waringin Agro Jaya.
[viii]
Michael Faure, Designing Incentives Regulation for the Environment, Published
in Maastricht, October 2008
[ix]
M Yusuf Manurung, Tumpahan Minyak di Balikpapan, Menko Luhut: Bukan Salah
Pertamina, sumber https://bisnis.tempo.co/read/1077101/tumpahan-minyak-di-balikpapan-menko-luhut-bukan-salah-pertamina,
diakses tanggal 30 Mei 2018
[x]
Gusti Nara, Pertamina Mengaku
Jadi Penyebab Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan, Sumber : https://regional.kompas.com/read/2018/04/04/17383271/pertamina-mengaku-jadi-penyebab-tumpahan-minyak-di-teluk-balikpapan, diakses tanggal 30 Mei 2018
[xi]
Monika Hinteregger (ed.), Environmental Liability and Ecological Damage in European
Law (Cambridge: Cambridge University Press, 2008), hlm. 163-164 dalam Andri G.
Wibisana, Presentasi “Membuktikan Unsur Perbuatan Melawan Hukum dan Stict Liability Dalam Konteks
Pencemaran Air”, Lokakarya Masyarakat
Memulihkan Sungai: Partisipasi dan Litigasi, 25-28 Juli 2016, Indonesian Center
for Environmental Law (ICEL), Jakarta.
[xii]
Pasal 11 Perpres 109 Tahun 2006, berbunyi “Setiap pemilik atau operator kapal,
pimpinan tertinggi pengusahaan minyak dan gas bumi atau penanggung jawab
tertinggi kegiatan pengusahaan minyak lepas pantai atau pimpinan atau
penanggung jawab kegiatan lain, yang karena kegiatannya mengakibatkan
terjadinya tumpahan minyak di laut, bertanggung jawab mutlak atas biaya: a.
penanggulangan tumpahan minyak di taut; b. penanggulangan dampak lingkungan
akibat tumpahan minyak di laut; c. kerugian masyarakat akibat tumpahan minyak
di laut; dan d. kerusakan lingkungan akibat tumpahan minyak di laut.”
[xiii]
Baca terkait “Dangerous Activities” dalam Andri G. Wibisana, Beberapa Catatan
Penting terkait Aspek Prosedural Gugatan, Pertanggungjawaban Perdata, dan
Pembuktian, Op.Cit.
[xiv]
Siti Sundari Rangkuti, 2015, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan
Nasional, Airlangga University Press, Edisi Ke-4, Surabaya, hlm.301
[xv]
Pasal 87 Ayat (1) UUPPLH, berbunyi “Setiap penanggung jawab usaha dan/ atau
kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/ atau
perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau
lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/ atau melakukan tindakan
tertentu.”
Foto2 - Cropping Tumpahan Minyak Pertamina di Teluk Balikpapan
Baca juga ebook :
Foto2 - Cropping Tumpahan Minyak Pertamina di Teluk Balikpapan
Baca juga ebook :
Kasus Posisi :
Pencemaran minyak (minyak mentah) di laut
Pencemaran minyak di Teluk Balikpapan terjadi pada 31 Maret 2018.
Sumber pencemaran berasal dari Pipa distribusi minyak mentah milik pertamina
Patahnya pipa penyalur minyak mentah mereka dari Terminal Lawe-lawe, di Penajam Paser Utara, ke kilang Balikpapan. Pipa yang dipasang pada 1998 itu putus dan bergeser sekitar 120 meter dari posisi awalnya di dasar perairan Teluk Balikpapan. Namun perusahaan minyak pelat merah itu baru menutupnya empat hari setelah kejadian.
Pipa baja dengan diameter 20 inci dan tebal 12 mili tersebut berada di dasar laut dengan kedalaman 20-25 meter.
Sebanyak 259 aparat keamanan dikerahkan membersihkan tumpahan minyak di
Lokasi di lautan Teluk Balikpapan serta pesisir teluk balikpapan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya sebelumnya mengatakan, Kementerian LHK menurunkan tiga direktur jenderalnya untuk menangani dampak negatif lingkungan atas tumpahan minyak di Teluk Balikpapan. Tiga orang Dirjen yang dimaksud, yakni Direktur Jenderal Penegakkan Hukum, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan serta Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem.
Peristiwa kebakaran di perairan Teluk Balikpapan, Sabtu (31/3/2018), diduga terjadi karena tumpahan minyak yang terbakar. Warga di sekitar di lokasi, menyebut ada semacam tumpahan minyak yang mencemari perairan di kawasan itu sebelum api dan asap hitam membumbung tinggi tiba-tiba muncul. Saat warga mengarahkan cahaya, air laut tampak berkilat-kilat
Sebagian warga di pesisir kota Balikpapan, Kalimantan Timur, mengaku terdampak akibat terbakarnya tumpahan minyak yang dilaporkan telah menyebar lebih dari lima kilometer di perairan Teluk Balikpapan.
Mereka mengeluhkan bau menyengat dan mengaku khawatir atas tumpahan minyak yang terjadi pada Sabtu (31/03) itu menyebar hingga di sekeliling rumahnya di pinggir laut.
"Sudah tiga hari ini masih mencium bau (seperti solar)," ungkap Mukmin, seorang nelayan yang tinggal di Kampung Margasari, di kawasan pesisir kota Balikpapan, Kalimantan Timur.
Sebuah tuduhan yang langsung diluruskan oleh General Manager PT Pertamina RU 5 Balikpapan, Togar MP, kepada wartawan di Balikpapan, Sabtu (31/03), tidak lama setelah terbakarnya tumpahan minyak di Teluk Balikpapan.
"Pipa Pertamina dari Penajam ke Balikpapan, berada dari jauh dari titik api yang terjadi tadi (Sabtu) siang," kata Togas MP.
Dia menjamin bahwa tumpahan minyak itu bukan berasal dari fasilitas Pertamina. Dia juga menegaskan bahwa tidak ada kebocoran pipa minyak mentah distribusi Lawe-lawe.
Secara terpisah, Kapolda Kaltim Irjen Polisi Priyo Widyanto mengatakan penyelidikan kasus ini masih berlangsung, termasuk pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan laboratorium atas sample minyak yang tumpah:
"Pihak Puslabfor sudah mengambil (contoh minyak yang tumpah), kemudian dibawah ke laboratorium apakah jenis minyaknya. Hasilnya akan diketahui setelah ada pemeriksaan," kata Priyo Widyanto kepada wartawan Smart FM di Balikpapan, Debi Aditya, untuk BBC Indonesia, Selasa (03/04).
Pencemaran tumpahan minyak di Teluk Balikpapan: 'Sudah tiga hari kami mencium bau solar'. Oleh Heyder Affan BBC Indonesia - 4 April 2018
Penanggulangan pencemaran :
Kemenhub meminta perusahaan dan instansi yang memiliki peralatan penanggulangan pencemaran seperti Oil Boom, Oil Skimmer dan Dispersant Pum Sprayer agar membantu penanggulangan pencemaran tumpahan minyak.
Dampak Pencemaran :
Area seluas 7.000 hektare telah tercemar. Genangan minyak juga menyebabkan kebakaran yang menewaskan lima orang.
sekitar 34 hektare tanaman mangrove terkena dampak, dan 2.000 bibit mangrove milik warga Kampung Atas Air Margasari serta biota laut jenis kepiting mati di Pantai Banua Patra. Masyarakat di area permukiman yang masih terpapar tumpahan mengeluhkan bau minyak yang menyengat.
Widodo Pranowo, Kepala Laboratorium Data laut dan pesisir Pusat Riset Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan, mengatakan, berdasarkan satelit radar Cosmo Skymed dan Sentinel pada 1 April, area tercemar minyak di Teluk Balikpapan seluas 120 kilometer persegi atau 12.000 hektar. Pada 5 April, luas area yang tercemar menjadi 200 kilometer persegi atau 20.000 hektar.
Para Pihak :
Pemerintah perlu membentuk tim mitigasi yang melibatkan sejumlah pihak terkait, dari Pertamina sendiri, Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, akademikus, LSM lingkungan, hingga masyarakat setempat.
Aspek Hukum Lingkungan:
• Pengendalian Pencemaran Minyak di Laut
• Pertanggungjawaban pidana (Koorporasi) pencemaran minyak di laut
• Strict Liability
• Ganti rugi akibat pencemaran minyak di laut
• Pencemaran B3
• High Intensity Risk
Menurutnya, dampak tumpahan minyak di Teluk Balikpapan ini masuk kategori "pencemaran berat" karena termasuk limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut, yang memuat perlindungan laut, pencegahan pencemaran dan kerusakan laut, penanggulangan pencemaran dan perusakan laut, pemulihannya
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG GANTI KERUGIAN AKIBAT PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP
Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak Di Laut
No comments:
Post a Comment