Danau, baik danau alami dan buatan merupakan sumber
lebih dari 90 persen air tawar di permukaan bumi. Karenanya Danau adalah
kontributor utama untuk memastikan ketersediaan dan aksesibilitas air sebagai
upaya melindungi kehidupan dan mata pencaharian seluruh umat manusia.
Danau
menyediakan berbagai jasa ekosistem, termasuk penyediaan air untuk konsumsi
manusia, kesehatan, pangan dan energi; mengatur layanan untuk siklus makanan,
penjernihan air, iklim dan keanekaragaman hayati; dan memungkinkan pengejaran
kegiatan rekreasi dan tradisional.
Hampir seluruh danau merupakan ekosistem yang berharga dan mendukung spesies kunci yang penting bagi keanekaragaman hayati. Danau
soda, misalnya, mengandung susunan unik spesies burung, mikroba, dan
enzim, beberapa di antaranya berharga untuk tujuan pengobatan atau
industri.
Namun, laporan
penilaian keenam IPCC menguraikan dampak serius perubahan iklim
terhadap ekosistem air tawar, menyoroti kebutuhan untuk melindungi dan
memulihkannya untuk meningkatkan adaptasi dan membangun masyarakat,
ekonomi, dan ekosistem yang tangguh.
Begitu pula dengan kondisi lingkungan danau,
terutama dalam hal kualitas dan kuantitas air sangat memburuk di seluruh dunia,
mengancam kesehatan manusia, keanekaragaman hayati dan lingkungan, dan bahwa
hal ini perlu segera ditangani secara berkelanjutan.
Lebih dari separuh danau dan waduk besar di dunia telah menyusut sejak awal 1990-an, terutama karena krisis iklim dan konsumsi manusia, sehingga meningkatkan kekhawatiran tentang pasokan air untuk pertanian, tenaga air, dan konsumsi manusia, demikian temuan sebuah penelitian. Sebuah tim peneliti internasional melaporkan bahwa beberapa sumber air tawar terpenting di dunia, dari Laut Kaspia antara Eropa dan Asia, hingga Danau Titicaca di Amerika Selatan, telah kehilangan air dengan laju kumulatif sekitar 22 gigaton per tahun selama hampir tiga dekade, setara dengan total penggunaan air di AS untuk seluruh tahun 2015.
Ahli hidrologi
air permukaan pada Universitas Virginia, Fangfang Yao mengatakan, 56 persen penyusutan volume
danau dan waduk disebabkan perubahan iklim dan konsumsi manusia. Ilmuwan iklim
secara umum menyatakan, wilayah kering di dunia akan menjadi lebih kering,
sementara wilayah basah akan menjadi makin basah. Air menyusut lebih cepat di
wilayah yang lembab. ”Ini tidak boleh diabaikan,” ujar Yao. (REUTERS/ Kompas)
Ilmuwan iklim umumnya berpikir bahwa daerah gersang di dunia akan menjadi lebih kering akibat perubahan iklim, dan daerah basah akan menjadi lebih basah, tetapi studi tersebut menemukan kehilangan air yang signifikan bahkan di daerah lembab. Para ilmuwan menilai hampir 2.000 danau besar menggunakan pengukuran satelit yang dikombinasikan dengan model iklim dan hidrologi. Mereka menemukan bahwa penggunaan manusia yang tidak berkelanjutan, perubahan curah hujan dan limpasan, sedimentasi, dan kenaikan suhu telah menurunkan permukaan danau secara global, dengan 53% danau menunjukkan penurunan dari tahun 1992 hingga 2020. Hampir 2 miliar orang di seluruh dunia terkena dampak langsung, dan banyak daerah menghadapi kekurangan air dalam beberapa tahun terakhir.
Hasil studi yang dirilis pada Selasa (13/6/2023) menyebutkan, data satelit memperlihatkan air di 7.245 waduk di seluruh dunia menyusut pada periode 1999-2018. Padahal, kapasitas bendungan bertambah hingga 28.000 meter kubik setiap tahun. Huilin Gao dari Universitas Texas A&M yang mengetuai penelitian itu mengatakan, perubahan iklim adalah faktor utama dalam penyusutan cadangan air di waduk-waduk. ”Sekalipun suhu (Bumi) berhenti naik, permintaan (air) akan terus bertambah,” katanya. (Kompas)
Penyusutan volume waduk terkonsentrasi di belahan bumi selatan, terutama Afrika dan Amerika Selatan. Di sana kebutuhan air meningkat dengan cepat. Bendungan baru tidak terisi secepat yang diharapkan. Studi itu tidak menghitung dampak sedimentasi. Persoalan sedimentasi diperkirakan akan memangkas kapasitas waduk hingga seperempatnya pada 2050, menurut makalah yang diterbitkan United Nations University pada Januari 2023. (Kompas)
Dengan demikian, upaya konservasi
danau tidak dapat dipisahkan dari upaya untuk memberikan jaminan dalam rangka mencapai Agenda
Berkelanjutan tahun 2030.
Ilmuwan dan juru kampanye telah lama mengatakan bahwa pemanasan global tidak boleh melebihi 1,5 derajat celsius (2,7 derajat fahrenheit) jika kita ingin menghindari konsekuensi paling dahsyat dari perubahan iklim. Dunia telah menghangat sekitar 1,1C (1,9F) sejak zaman pra-industri. Studi hari Kamis menemukan penggunaan manusia yang tidak berkelanjutan mengeringkan danau, seperti Laut Aral di Asia Tengah dan Laut Mati di Timur Tengah, sementara danau di Afghanistan, Mesir, dan Mongolia dilanda kenaikan suhu, yang dapat meningkatkan kehilangan air ke atmosfer. Permukaan air naik di seperempat danau, seringkali sebagai akibat dari pembangunan bendungan di daerah terpencil seperti Dataran Tinggi Tibet Dalam.
Hal itu diperkuat laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) pada 9 Agustus 2021 yang menyatakan bahwa perubahan iklim sudah tidak terkendali. Selain bencana banjir, gelombang panas, kebakaran lahan dan hutan, IPCC juga memperingatkan kembali risiko krisis air sebagai akibat dari perubahan iklim.
Perlindungan Ekosistem Danau Global
Secara
global, perlindungan ekosistem danau telah diakui secara khusus melalui Resolusi
UNEA No. UNEP/EA.5/Res.4 tentang Pengelolaan Danau Berkelanjutan (Resolusi
Majelis Lingkungan PBB tentang Manajemen Danau Berkelanjutan/ Resolution the
United Nations Environment Assembly -UNEA- for Sustainable Lake Management),
tanggal 2 Maret 2022.
Danau
dapat ditemukan di seluruh dunia, biasanya air tawar, terkadang basa atau asin,
beberapa di antaranya membentang ribuan kilometer persegi, yang lain tidak
lebih besar dari beberapa lapangan sepak bola. Mereka adalah tempat lahirnya
berbagai bentuk kehidupan dan peradaban manusia, tetapi telah sangat
terpengaruh oleh kombinasi abstraksi yang berlebihan, polusi, dan perubahan
iklim. Itulah mengapa Negara Anggota menyetujui dan ingin melihat resolusi
Majelis Lingkungan PBB tentang Pengelolaan Danau Berkelanjutan Maret 2022 agar dilaksanakan secepat dan semaksimal mungkin.
Sebelumnya,
perlindungan ekosistem danau secara umum telah diakui dalam 3 resolusi, yaitu:
pertama, Majelis Umum 70/1 tanggal 25 September 2015, yang berjudul
“Transforming our world: the 2030 Agenda for Sustainable Development”. Resolusi
tersebut menegaskan, bahwa danau adalah salah satu ekosistem yang berhubungan
erat dengan air, yang harus dilindungi dan dipulihkan.
Konservasi air, termasuk ekosistem danau karenanya selaras
dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dalam target 6.6 dari Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan. Dalam rangka perlindungan air, bahka telah dilunsurkan inisiatif restorasi sungai dan lahan basah terbesar dalam sejarah saat diselenggarakannya Konferensi Air PBB tanggal 22-24 Maret 2023 di New York. Tantangan Air Tawar bertujuan untuk memulihkan 300.000 km sungai - setara dengan lebih dari 7 kali keliling Bumi - dan 350 juta hektar lahan basah - area yang lebih luas dari India - pada tahun 2030.
Bersamaan dengan pasokan air, ekosistem air tawar yang sehat memberikan banyak manfaat bagi manusia dan alam, dan sangat penting untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Namun, sepertiga dari lahan basah dunia telah hilang selama 50 tahun terakhir , dan kita masih kehilangannya lebih cepat daripada hutan. Sungai dan danau adalah ekosistem yang paling terdegradasi di dunia, dengan populasi ikan, banyak di antaranya sangat penting untuk ketahanan pangan masyarakat, terdorong ke tepi jurang.
Resolusi Kedua,
yaitu Resolusi Majelis Umum 75/212 tanggal 21 Desember 2020 tentang Konferensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Tinjauan Komprehensif Jangka Menengah
tentang Pelaksanaan Tujuan untuk Dekade Aksi Internasional, “Air untuk
Pembangunan Berkelanjutan”, 2018–2028.
Ketiga,
Resolusi Majelis Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa 3/10 tentang mengatasi
pencemaran air untuk melindungi dan memulihkan ekosistem yang berhubungan
dengan air.
Selain
itu, perlindungan terhadap ekosistem danau juga tertuang dalam Konvensi Lahan
Basah Penting Internasional (the Convention on Wetlands of International
Importance) terutama sebagai Habitat Unggas Air, Agenda 2030 untuk Pembangunan
Berkelanjutan dan pengelolaan danau berkelanjutan.
Perlindungan Ekosistem Danau Nasional
Secara legal, pemerintah memiliki sejumlah regulasi terkait pelestarian danau secara berkelanjutan. Di antaranya aturan tentang konservasi danau yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air yang meliputi perlindungan sumber air, pengelolaan kualitas air, dan pengendalian pencemaran air.
Lebih fokus lagi, pemerintah Indonesia juga mengeluarkan Perpres Nomor 60 Tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional. Total ada 15 danau prioritas secara nasional yang tersebar dari pulau Sumatera hingga Papua. Penetapannya berdasarkan kondisi degradasi lingkungan, memiliki nilai ekonomi hingga ilmu pengetahuan, dan tercantum dalam dokumen perencanaan pembangunan. Upaya penyelamatan danau di Indonesia tersebut diperkuat melalui inventarisasi poin-poin yang menjadi tantangan selama ini.
Secara akumulatif, lebih dari 1.250 danau tersebar di seluruh Indonesia mulai dari yang berukuran kecil hingga besar. Ribuan danau tersebut menyimpan sekitar 500 miliar kubik cadangan air tawar yang sangat penting bagi keberlanjutan ekosistem, aktivitas ekonomi, hingga keberlangsungan budaya. Peran strategis danau bagi umat manusia tidak bisa disepelekan, apalagi saat ini sedang terjadi anomali iklim global yang menyebabkan berkurangnya volume air di danau. Dengan melindungi dan memulihkan danau dapat menjadi salah satu solusi penting dalam meminimalkan dampak perubahan iklim. Selain itu, dengan melestarikan danau maka turut serta membantu pemulihan ekosistem, menjaga stok air tawar, serta menjaga keberlanjutan hidup manusia dan lingkungan secara utuh. (LITBANG KOMPAS)
Dalam dokumen Rekomendasi Pengelolaan Danau secara Terpadu dan Berkelanjutan Tahun 2020 oleh Dewan Sumber Daya Air Nasional, ada belasan peran strategis danau bagi kehidupan masyarakat. Peran itu terbagi menjadi dua kelompok, yaitu peran secara langsung dan tidak langsung.
Indonesia memiliki 840 danau yang telah teridentifikasi dengan luas total 7.103 kilometer persegi. Selain itu, juga memiliki sejumlah telaga, ranu, atau situ yang mencapai 735 titik. Danau-danau besar di Indonesia terkonsentrasi di pulau Sumatera dengan proporsi secara nasional mencapai kisaran 20 persen. Wilayah lain yang memiliki banyak danau ialah Kalimantan dan Papua. Apabila ditotal, volume air yang dapat ditampung seluruh danau secara nasional diperkirakan mencapai 500 miliar meter kubik. Sayangnya, ratusan danau itu menghadapi berbagai permasalahan.
Misalnya saja, seperti Danau Semayang dan Danau Melintang di Kalimantan Timur. Kedua danau ini menunjukkan pendangkalan sehingga volume air berkurang. Bahkan, pernah hanya 1 meter kedalaman air di tengah danau sehingga berimbas pada kerusakan ekosistem dan kerugian ekonomi (Kompas/12/2/2020). Danau lainnya, yakni Danau Toba, juga menghadapi permasalahan serupa. Tinggi muka airnya turun drastis pada awal tahun 2021 hingga mendekati batas minimumnya. Laju penurunan tinggi muka air Danau Toba sekitar 1 sentimeter per harinya. Penyebab utamanya adalah kerusakan ekosistem sekitar danau yang berpengaruh pada suplai air tawar. Nasib Danau Tempe di Sulawesi Selatan juga tak kalah miris. Volume danau terus berkurang, padahal keberadaannya vital bagi budidaya perikanan air tawar dan pengairan lahan pertanian. Selain cuaca yang tak menentu, sedimentasi atau pendangkalan juga menjadi penyebab utama penyusutan Danau Tempe itu. Salah satu dampaknya terasa bagi masyarakat, yakni produksi perikanan turun drastis hingga 75 persen bila dibandingkan tahun 1970-an.
Konservasi Danau dan Ketahanan Air
Secara ekologi, danau memiliki kemampuan menampung air hujan secara alami untuk menekan risiko banjir dan kekeringan. Selain memiliki fungsi ekologi, danau juga mampu memenuhi kebutuhan air bagi pertanian, perikanan, dan kebutuhan domestik rumah tangga secara berkelanjutan. Artinya, melestarikan danau berarti juga menjaga keberlanjutan sumber daya air bagi kehidupan.
Indonesia termasuk dalam negara yang menghadapi risiko
kelangkaan air tinggi pada 2040. Dengan skor 3,26, Indonesia menempati
peringkat ke-51 negara dengan kelangkaan air tertinggi.