Thursday 29 June 2023

Konservasi Keanekaragaman Hayati Melalui Seni dan Cerita Rakyat (Fabel)

Istilah cerita rakyat dalam bahasa Inggris disebut ‘folklore’. Istilah tersebut dibawa pertama kali oleh William Thomas pada tahun 1846. Folk, artinya kumpulan manusia, sedangkan lore dimaknai sebagai pengetahuan atau tradisi. Maka, folklore atau cerita rakyat mengarah pada tradisi budaya lisan yang terbentuk pada komunitas tertentu. 

Informasi ilmiah bisa jadi berbobot. Ini mungkin tidak menjangkau semua khalayak, terutama jika orang belum memiliki akses ke pendidikan formal. Karena itulah, Kesenian rakyat dapat menjadi alat visual dan nonverbal yang kuat untuk mengkomunikasikan ide-ide ilmiah yang kompleks.

Sebuah kampus Universitas di India, telah menampilkan keanekaragaman hayati yang ada dalam lingkungan kampusnya dengan mendesain sebuah peta keanekaragaman hayati kampus universitas yang menarik.

 Peta keanekaragaman hayati negara tersebut menampilkan lebih dari 55 spesies flora dan fauna dengan mengilustrasikannya melalaui gaya tradisional yang disebut kalamkari. Berasal dari kata Hindi kalam , yang berarti pena, bentuk kesenian rakyat ini melibatkan jenis lukisan yang rumit di atas kain.
Gaya lukisan tersebut umumnya terbatas pada miniatur dan terutama dikembangkan di mana raja-raja Mughal memerintah Asia Selatan dari tahun 1500-an hingga 1700-an. Gaya Mughal dipilih karena lukisan-lukisan mughal dianggap menunjukkan citra yang harmonis untuk kontras alam liar yang tertata dengan baik di dalam dan di sekitar keajaiban arsitektur.

Lukisan miniatur Mughal tampaknya menjadi salah satu dari sedikit bentuk seni rakyat yang mengatur gaya gambar yang paling dekat dengan bagaimana bentuk flora dan fauna benar-benar muncul, membuatnya lebih akurat secara ilmiah, bersama dengan memberi mereka karakter tenang yang unik dan daya tarik visual. 

 Dalam pembuatan peta, tiga disiplin ilmu—ekologi (dari kampus dan ilmuwannya), komunikasi, dan seni digabungkan, sehingga menghasilkan produk akhir yang dipasang di seluruh kampus pada titik pandang yang berbeda (seperti perpustakaan, asrama) jadi bahwa siswa dapat berhenti dan belajar tentang alam di sekitar mereka.

Diyakini bahwa, peta keanekaragaman hayati dengan seni mughal tersebut merupakan contoh pertama pembuatan peta keanekaragaman hayati untuk lingkungan binaan. 

Peta tersebut kini telah mengambil banyak bentuk. Peta digambbar diatas kain dari penenun di Banaras, India, yang desain tekstilnya berusia ratusan tahun, dan mencetak peta di atasnya untuk membuat stola. Saat tamu mengunjungi kampus, menawarkan kain stola sebagai tanda hormat. Itu telah menjadi aksesoris dan kenang kenangan yang berharga bagi setiap anggota komunitas Shiv Nadar. 

 

Sejak pemasangan peta keanekaragaman hayati di tempat-tempat penting di kampus, mahasiswa menjadi lebih sadar akan keanekaragaman hayati yang mengelilingi mereka. Peta tersebut telah terbukti menjadi media perekrutan yang sangat baik untuk para mahasiswa baru. 

Alat visual nontipikal bisa sangat ampuh dalam mengkomunikasikan istilah-istilah kompleks kepada kelompok sasaran perkotaan yang berpendidikan tinggi sekaligus menciptakan sikap positif terhadap alam di sekitar mereka. Universitas lainnya diharapkan turut serta mengeksplorasi bagaimana seni cerita rakyat dapat menjadi alat pengajaran di saat perubahan iklim dan hilangnya spesies. 

 Proyek peta keanekaragaman hayati tersebut diharapkan akan memiliki efek yang bertahan lama pada pemirsa sambil mengkomunikasikan konsep yang berkaitan dengan ilmu keanekaragaman hayati dengan cara yang tidak biasa, mudah diingat, dan dapat diandalkan.



Sumber: www-scientificamerican-com

 


No comments:

Post a Comment