Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penilaian Kinerja Bangunan Gedung Hijau merupakan pengganti Permen PUPR Nomor 02 tahun 2015 tentang Bangunan Gedung Hijau. Dalam bagian Menimbang, Permen PUPR ini merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 123 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Penyelenggaraan BGH adalah kegiatan pembangunan yang meliputi perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran yang memenuhi Standar Teknis Bangunan Gedung dan memiliki kinerja terukur secara signifikan dalam penghematan energi, air, dan sumber daya lainnya melalui penerapan prinsip BGH sesuai dengan fungsi dan klasifikasi dalam setiap tahapan penyelenggaraannya.
Pasal 3 menetapkan Prinsip BGH, yang meliputi:
a. perumusan kesamaan tujuan, pemahaman serta rencana tindak;
b. pengurangan penggunaan sumber daya, baik berupa lahan, material, air, sumber daya alam maupun sumber daya manusia (reduce);
c. pengurangan timbulan limbah, baik fisik maupun non-fisik;
d. penggunaan kembali sumber daya yang telah digunakan sebelumnya (reuse);
e. penggunaan sumber daya hasil siklus ulang (recycle);
f. perlindungan dan pengelolaan terhadap lingkungan hidup melalui upaya pelestarian;
g. mitigasi risiko keselamatan, kesehatan, perubahan iklim, dan bencana;
h. orientasi kepada siklus hidup;
i. orientasi kepada pencapaian mutu yang diinginkan;
j. inovasi teknologi untuk perbaikan yang berkelanjutan; dan
k. peningkatan dukungan kelembagaan, kepemimpinan dan manajemen dalam implementasi.
Pasal 32 Ayat (1) Sertifikasi BGH diberikan untuk tertib pembangunan dan mendorong Penyelenggaraan Bangunan Gedung yang memiliki kinerja terukur secara signifikan, efisien, aman, sehat, mudah, nyaman, ramah lingkungan, hemat energi dan air, dan sumber daya lainnya.
Penilaian,
Pemeringkatan dan pemberian Sertifikasi BGH pada PermenPUPR tidak hanya diperuntukan
untuk bangunan gedung (individual) saja, sebagaimana pengaturan dalam Permen PUPR
(2015) sebelumnya. Saat ini kriteria penilaian bangunan hijau lebih diperluas, dengan
menambahkan kriteria untuk :
Bangunan Gedung Hijau (BGH) adalah Bangunan Gedung yang memenuhi Standar Teknis Bangunan Gedung dan memiliki kinerja terukur secara signifikan dalam penghematan energi, air, dan sumber daya lainnya melalui penerapan prinsip BGH sesuai dengan fungsi dan klasifikasi dalam setiap tahapan penyelenggaraannya.
Bangunan Gedung Hunian Hijau Masyarakat yang
selanjutnya disebut H2M adalah kelompok Bangunan Gedung dengan klasifikasi
sederhana berupa rumah tinggal tunggal dalam satu kesatuan lingkungan
administratif atau tematik yang memenuhi ketentuan rencana bangunan H2M.
Kawasan Hijau adalah lingkup wilayah pada satu
hamparan dengan luas paling sedikit 1 hektar (10.000 m2) dan terdiri dari
paling sedikit 2 (dua) bangunan dan dalam kepemilikan satu pengelola.
Secara rinci kriteria
tersebut yaitu:
a. Bangunan Gedung baru dengan kategori wajib (mandatory);
b. Bangunan Gedung baru dengan kategori disarankan (recommended);
c. Bangunan Gedung yang sudah ada kategori wajib (mandatory);
d. Bangunan Gedung yang sudah ada kategori disarankan (recommended);
e. H2M dengan kategori disarankan (recommended);
f. Kawasan Hijau baru dengan kategori disarankan (recommended); dan
g. Kawasan Hijau yang sudah ada dengan kategori disarankan (recommended);
Peringkat Sertifikat BGH dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu:
1. Sertifikat BGH Utama, diberikan kepada Bangunan Gedung yang memenuhi penilaian tercapai lebih dari 80% s.d. 100% dari total nilai, berdasarkan daftar simak penilaian kinerja;
2. Sertifikat BGH Madya, diberikan kepada Bangunan Gedung yang memenuhi penilaian tercapai lebih dari 65% s.d. 80% dari total nilai, berdasarkan daftar simak penilaian kinerja, dan;
3. Sertifikat BGH Pratama, diberikan kepada Bangunan Gedung yang memenuhi penilaian tercapai 45% s.d. 65% dari total nilai, berdasarkan daftar simak penilaian kinerja.
Sayangnya Permen ini belumlah memberikan insetif yang nyata. Dimana pengaturan Insentif BGH dalam Pasal 35 hanya menetapkan, bahwa "Pemilik dan/atau Pengelola BGH dapat memperoleh insentif dari Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan." Dengan kata lain, belum ada insentif konkrit yang akan diberikan melalui Permen PUPR 2021.
BGH Bangunan Gedung Baru
Permen ini memPasal 4 Ayat (2) BGH Gedung Baru harus memenuhi Standar Teknis BGH pada setiap tahapan penyelenggaraan meliputi:
a. pemrograman;
b. perencanaan teknis;
c. pelaksanaan konstruksi;
d. pemanfaatan; dan
e. Pembongkaran.
Standar Teknis BGH adalah kriteria yang harus dipenuhi untuk mewujudkan kinerja BGH pada tahap pemrograman, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pemanfaatan, dan pembongkaran.
Tahap Pemrograman adalah tahap proses perencanaan awal BGH untuk menetapkan tujuan, strategi, langkah yang harus dilakukan, jadwal, kebutuhan sumber daya terutama pendanaan dan keterlibatan pemangku kepentingan guna menjamin terpenuhinya kinerja BGH yang diinginkan.
Pasal 7 Ayat (1) Pelaksanaan Tahap Pemrograman BGH meliputi:
a. identifikasi pemangku kepentingan yang terlibat dalam penyelenggaraan BGH;
b. penetapan konsepsi awal dan metodologi penyelenggaraan BGH;
c. penyusunan kajian kelaikan penyelenggaraan BGH dari segi teknis, ekonomi, sosial, dan lingkungan;
d. penetapan kriteria penyedia jasa yang kompeten;
e. penyusunan dokumen pemrograman BGH;
f. pelaksanaan pemrograman pada seluruh tahapan;
g. pengelolaan risiko; dan
h. penyusunan laporan akhir Tahap Pemrograman BGH.
Tahap Perencanaan Teknis adalah tahap proses pembuatan rencana teknis BGH dan kelengkapannya, meliputi tahap prarencana, pengembangan rencana dan penyusunan gambar kerja, rencana anggaran biaya, perhitungan-perhitungan dan spesifikasi teknis.
Pasal 8 Ayat (1) Ketentuan Tahap Perencanaan Teknis BGH terdiri atas:
a. pengelolaan tapak;
b. efisiensi penggunaan energi;
c. efisiensi penggunaan air;
d. kualitas udara dalam ruang;
e. penggunaan material ramah lingkungan;
f. pengelolaan sampah; dan
g. pengelolaan air limbah
Tahap Pelaksanaan Konstruksi adalah tahap rangkaian kegiatan pelaksanaan untuk mewujudkan fisik BGH yang telah ditetapkan dalam tahap perencanaan teknis.
Pasal 9 Ayat (3) Prinsip pelaksanaan konstruksi hijau meliputi:
a. proses konstruksi hijau;
b. praktik perilaku hijau; dan
c. rantai pasok hijau.
Tahap Pemanfaatan adalah tahap kegiatan memanfaatkan BGH sesuai dengan fungsi dan klasifikasi yang telah ditetapkan, termasuk kegiatan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala sesuai dengan persyaratan BGH.
Pasal 10 Ayat (1) Ketentuan Tahap Pemanfaatan BGH, berupa penerapan manajemen pemanfaatan meliputi:
a. penyusunan SOP pemanfaatan BGH;
b. pelaksanaan SOP pemanfaatan BGH; dan
c. pemeliharaan kinerja BGH pada masa pemanfaatan.
Pasal 11 mengatur Ketentuan tahap Pembongkaran BGH , yang meliputi:
a. metode Pembongkaran dilakukan dengan tidak menimbulkan kerusakan untuk material yang bisa digunakan kembali; dan
b. upaya peningkatan kualitas tapak pasca Pembongkaran.
Pasal 13 dan Pasal 14 mengatur tentang Tahap Penyelenggaraan BGH untuk H2M
Bangunan Gedung Hunian Hijau Masyarakat yang selanjutnya disebut H2M adalah kelompok Bangunan Gedung dengan klasifikasi sederhana berupa rumah tinggal tunggal dalam satu kesatuan lingkungan administratif atau tematik yang memenuhi ketentuan rencana bangunan H2M.
Pasal 13
(1) Kumpulan rumah tinggal dapat menyelenggarakan BGH melalui mekanisme H2M.
(2) H2M sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan secara kolektif atas inisiatif bersama Masyarakat.
No comments:
Post a Comment