Konferensi Para Pihak Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) yang ke 21 di Paris tahun 2015 atau COP21/CMP11 UNFCCC, diselenggarakan tanggal 30 November-12 Desember 2015. Paris Climate Change Conference melibatkan 195 negara peserta, lebih dari 19.000 peserta pemerintah (termasuk 150 kepala negara), lebih dari 6000 perwakilan LSM dan bisnis, termasuk banyak CEO, dan sekitar 2800 anggota pers.
COP 21 juga menghasilkan kesepakatan baru yang disebut Paris Agreement, atau Persetujuan Paris, yang salah satunya menghasilkan kesepakatan mengenai NDC yang mengatur dan memproyeksikan potensi penurunan emisi GRK dilakukan oleh para Negara Pihak dalam kerangka waktu pasca-2020.
Perjanjian Paris disebut bersejarah karena ini adalah pertama kalinya bagi negara maju dan berkembang, secara bersama-sama berkomitmen menjaga kenaikan suhu bumi. Dengan kesepakatan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca mereka untuk mencapai tujuan untuk menjaga ambang batas kenaikan temperature di bawah 2 derajat celcius (2C) di masa pra-industrialisasi dan melanjutkan upaya untuk menekan kenaikan temperatur ke 1,5°C di atas tingkat pra–industrialisasi. Berbeda dengan protokol kyoto yang mengikat, maka Paris Agreement bersifat tidak mengikat agar tidak bernasib sama seperti Protokol Kyoto yang ditentang oleh beberapa negara maju, seperti Australia dan Amerika Serikat.
Salah satu hasil utamanya adalah keputusan Decision 1/ CP.21 on Adoption of the Paris Agreement sebagai bentuk kesetaraan dan prinsip tanggung jawab bersama yang dibedakan sesuai kapabilitas Negara Pihak, dengan mempertimbangkan kondisi nasional yang berbeda-beda. Inilah bentuk mekanisme tanggung jawab yang dikenal dengan istilah CRBD (common responsibilities but differentiate), yang istilah sebelumnya adalah “common but differentiated responsibilities”.
Indonesia telah menandatangani perjanjian tersebut dan meratifikasinya dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim), dan telah diundangkan pada tanggal 25 Oktober 2016.
Pada saat yang hampir bersamaan, Indonesia menyampaikan dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) ke Sekretariat UNFCCC, yang merupakan penjabaran lebih lanjut dan menggantikan dokumen Intended Nationally Determined Contribution (INDC) yang disampaikan Indonesia sebelum COP-21 Paris. Sebagai bagian dari komitmen pre-2020, Indonesia telah membuat upaya penurunan emisi GRK secara sukarela sejak tahun dengan menuangkan target penurunan emisi GRK sebesar 26% dari BaU di tahun 2020, dan sampai dengan 41% apabila terdapat dukungan internasional.
Sektor konstruksi dan operasional gedung pada tahun 2019 menyumbang 35%, yang merupakan bagian terbesar dari total konsumsi energi global serta menghasilkan sebanyak 38% emisi CO2 yang terkait dari penggunaan energi listriknya.
Sektor bangunan menawarkan yang potensi paling hemat biaya mitigasi dari setiap sektor industri (IPCC AR4,2014) dan berbagai manfaat tambahan yang terdokumentasi dengan baik termasuk penciptaan lapangan kerja, peningkatan kualitas udara dalam dan luar ruangan, peningkatan ketahanan iklim dan kapasitas adaptif (IEA, 2014; IPCC AR5, 2014). Sayangnya, hanya seratus tiga puluh enam (136) pihak yang memiliki tindakan yang direferensikan yang diperlukan oleh bangunan dan/atau sektor konstruksi di NDC mereka. Sangat sedikit tindakan pada sektor bangunan yang terintegrasi dalam NDC yang menentukan mitigasi target, dan jika diterapkan sepenuhnya, saat ini hanya mencakup sekitar 60% dari emisi GRK terkait bangunan (IEA/UNEP,2018).
No comments:
Post a Comment