Tuesday, 23 March 2021

Catatan Terpisah - Konservasi Harimau Sumatera di Indonesia

Bacalah berita di bawah ini secara cermat.

Berita 1 :

Bersama Tommy Winata, Jenderal Gatot melepasliarkan harimau Sumatera

Sabtu, 10 Juni 2017 19:00 (Reporter : Muhammad Sholeh)

Harimau Sumatera bernama Mulli (anak gadis) sempat lama keluar dari kandang kecil yang telah dipersiapkan untuk dilepasliarkan. Akhirnya setelah menunggu beberapa menit Mulli yang baru berusia sekitar dua tahun lima bulan itu keluar dan menuju ke arah hutan belantara.

Pelepasan harimau itu dilakukan setelah tim kesehatan hewan menyatakan anak harimau itu sudah sembuh dan bisa mandiri di alam liar.

Koordinator Konservasi TWNC, Ardi Bayu menyebutkan, dua tahun lalu, TNWC menemukan anak harimau dalam kondisi terluka dan kekurangan gizi, lalu di rawat hingga sembuh dan sehat. Menurutnya, anak harimau yang malang tersebut ditemukan oleh Suwegnyo (40) salah satu pekerja di kawasan konservasi TWNC pada 21 September 2015.

Bayu menjelaskan, Suwegnyo melihat dua ekor harimau dekat pos jaga Muara sekitar pemukiman penduduk di Dusun Pengekahan, Kabupaten Pesisir Barat.

"Sekitar pukul 13.30 WIB, anak harimau menuju semak-semak di depan pos jaga Muara bersama induknya," ujarnya seperti dilansir Antara, Sabtu (10/6).

Kejadian tersebut, lanjutnya, dilaporkan kepada pos TNWC yang berada tak jauh dari loakasi. Bayu menceritakan, setelah diamati kondisi anak harimau tak bergerak karena kondisi yang memprihatinkan.

"Terdapat luka besar di perut dan tercium bau busuk, maka tim mengevakuasi anak harimau itu ke pusat rehabilitasi satwa TNWC," jelas Bayu.

Kawasan konservasi seluas 48 ribu hektare itu dikelola oleh manajemen TWNC di bawah Yayasan Artha Graha Peduli, berkolaborasi dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Lampung dan di bawah bimbingan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat dengan mandat menjaga kelestarian flora dan fauna.


Berita kedua :

Takut Harimau, 500 Warga Minta Pindah

Kompas.com - 27/07/2008, 18:55 WIB

BANDARLAMPUNG, MINGGU - Sekitar 500-an warga yang tinggal di perkampungan di dalam hutan (enclave) Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), di Pengekahan, Pekon Way Haru, Kecamatan Belimbing Bengkunat, Kabupaten Lampung Barat (Lambar) minta dipindahkan. Alasannya, tempat mereka berdekatan dengan hutan tempat pelepasliaran harimau sumatera asal Aceh.

"Mereka sebenarnya sejak lama ingin direlokasi ke tempat lain, dengan tetap memiliki lahan untuk tempat tinggal maupun bertani dan berladang seperti sebelumnya namun pada lokasi yang lebih aman dan akses transportasi lebih baik," kata Bupati Lambar, Mukhlis Basri, di Bandarlampung, Minggu (27/7).

Karena itu, lanjut Mukhlis, Pemda Kabupaten Lambar telah mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kehutanan MS Kaban untuk dapat menyediakan lahan pengganti milik Departemen Kehutanan (Dephut) yang masih dalam lokasi hutan TNBBS tapi berjauhan dengan tempat tinggal sebelumnya serta jauh dari hutan tempat dua harimau telah dilepasliarkan Selasa (22/7) lalu.

Menurut Mukhlis, lahan yang sekarang masih didiami oleh penduduk di kawasan Tampang Belimbing (Tambling) itu sekitar 1.200 hektar, dan jika disetujui Dephut juga harus memberikan lahan dengan luas yang sama.

Menurut Mukhlis, relokasi penduduk itu juga dimaksudkan agar mereka tidak diganggu atau mengganggu keberadaan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) sebanyak dua ekor yang baru dilepasliarkan--dari lima ekor harimau dan satu ekor buaya dibawa (translokasi) dari hutan di Aceh Selatan ke Lampung itu--yang saat ini berada di kawasan dekat tempat tinggal mereka.

Di kawasan hutan di TNBBS itu terdapat dua perkampungan di dalam hutan (enclave) yang telah dihuni warga sejak tahun 1940-an, yaitu enclave Pengekahan dan Bandar Dalam.

Di Dusun Pengekahan, Pekon (Desa) Way Haru, Kecamatan Bengkunat Belimbing dalam areal hutan TNBBS itu, tinggal sedikitnya 164 keluarga (500 jiwa) yang belum dipindahkan.

Bupati Lambar itu juga mengharapkan dukungan pihak ketiga (swasta) serta masyarakat di sana maupun LSM, untuk dapat mendorong menyegerakan pemindahan (relokasi) warga di sekitar areal pelepasliaran harimau asal Aceh itu.

Harapannya adalah masyarakat yang dipindahkan kehidupannya menjadi lebih aman, nyaman dan lebih baik, serta keberadaan harimau maupun satwa liar serta hutan di sekitarnya juga tetap tidak terusik dan menjadi lestari terlindungi. Editor


Berita 3

Dua Harimau Sumatera berhasil dikembalikan ke alam liar

Selasa, 3 Maret 2015 14:03 WIB

Pesisir Barat, Lampung (ANTARA News) - Dua ekor harimau sumatera (Panthera Tigris Sumaterae) telah berhasil dilepasliarkan, Selasa, setelah menjalani masa rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Satwa (PRS) Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) yang terletak di dalam area konservasi alam Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).

Pelepasliaran dua harimau sumatera yang bernama Panti dan Petir, berlangsung cukup lancar dengan disaksikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Selain itu hadir pula Duta Besar Norwegia Stig Ingemar Traavik, Duta Besar Perancis Corrine Breuze dan Mantan Wakil Menteri Dino Patti Djalal.

Pelepasliaran dilakukan di dalam area konservasi alam seluas kurang lebih 50.000 hektar di TNBBS.

Panti yang sebelumnya pernah dilepasliarkan pada 2010 langsung melesat ke hutan tak lama setelah kandangnya dibuka. Hal ini berbeda dengan Petir.

Saat kandang dibuka, Petir berjalan perlahan sambil memantau. Ia lalu menuju ke sebuah pohon dan duduk di bawahnya. Kadang ia mengitari pohon lalu duduk lagi.

Ia bahkan tidak memperdulikan beberapa babi di sekitar yang sudah dipersiapkan.

Proses tersebut berlangsung sekitar 15 menit lalu Petir menghampiri babi didekatnya. Namun, ia hanya mendekatinya lalu memilih pergi ke hutan.

Panti dan Petir merupakan bagian dari sembilan Harimau Sumatera yang direhabilitasi di area Tiger Rescue Center TWNC yang satu persatu dilepasliarkan.

Dokter Hewan Taman Safari Bongot Huaso Mulia mengatakan pelepasliaran harimau berpengaruh besar bagi ekosistem hutan karena berperan menjaga rantai makanan di alam liar.

"Ketika harimau kembali ke alam liar, rantai makanan tidak terputus. Hewan-hewan herbivora sebagai mangsa utamanya terseleksi serta mempengaruhi rumput dan yang terkecil," kata Drh Bongot.

Pelepasliaran ini merupakan pelepasliaran ketiga. Panti merupakan ibu dari Petir yang pernah dilepasliarkan pada tahun 2010.

Panti adalah salah satu dari lima Harimau Sumatera asal Aceh yang ditranslokasi untuk kemudian kondisinya di bawah pengawasan ahli-ahli dan dokter satwa dari Taman Safari Indonesia di dalam area Tiger Rescue Center TWNC.

Pada awal Oktober 2011, Panti terlihat lagi di sekitar PRS TWNC dengan kondisi kaki terluka di bagian telapak kakinya. Tim Keeper TWNC menangkap Panti untuk segera dirawat lukanya.

Setelah sekitar tiga minggu dalam perawatan ternyata Panti sedang hamil dan pada tanggal 26 Oktober 2011 Panti melahirkan tiga ekor anak harimau Bintang, Topan, dan Petir oleh Ibu Ani Bambang Yudhoyono.

Petir merupakan salah satu anak Panti yang kondisinya sudah siap dilepasliarkan. Diusia tiga tahun tiga bulan, pertumbuhan Petir jauh lebih pesat dan sehat dibandingkan dua saudaranya dengan bobot saat ini sekitar 120 kg.

Pelepasliaran pertama dilakukan pada 22 Juli 2008 setelah menjalani rehabilitasi hampir satu bulan. Pangeran dan Agam dilepasliar ke alam bebas untuk melanjutkan hidupnya.

Kemudian, pada 22 Januari 2010, TWNC kembali melepasliar dua ekor Harimau Sumatera, Panti dan Buyung.

TNWC mulai aktif melakukan konservasi flora dan fauna sejak 2007 yang dipercaya sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam mengelola sebagian area konservasi alam seluas kurang lebih 50.000 hektare di Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).

Untuk pelepasliaran kali ini, TWNC yang berada di bawah naungan Yayasan Artha Graha Peduli itu menghabiskan total dana sebesar 11 miliar.(M047)

Pewarta: Monalisa

Editor: Ella Syafputri

COPYRIGHT © ANTARA 2015

No comments:

Post a Comment