Wednesday, 30 January 2019

Citarum Harum - Khayalan suka-suka...

Pada akhir tahun 2017, Pemerintah kembali meluncurkan Program baru untuk pengendalian pencemaran air sungai, yaitu Program Citarum Harum.
Harapannya adalah, untuk menjadikan sungai citarum kembali bersih dan harum... wkwkwk.
Namun, saya akan meyakinkan anda, bahwa harapan citarum harum hanyalah menjadi sebuah angan-angan belaka. 

Pertama : bahwa sejak tahun 1980-an, melalui Program Kali Bersih (Prokasih) pemerintahan di era Soeharto telah mencoba mengatasi permasalahan pencemaran sungai. Namun hasilnya sampai saat ini dapat terlihat. Hampir seluruh sungai di indonesia dalam kondisi tercemar.

Kedua : Program Citarum Bestari yang memberikan harapan selangit, dengan menjadikan air sungai citarum dapat diminum pada tahun 2018. Juga berakhir dengan.... begitulah....

Seriusan...
Ketiga : Apa dan siapakah yang menyebabkan sungai citarum tercemar ? 
Sampai saat ini, tidak ada kesatuan data, yang dapat menjawab pertanyaan diatas. 
Lantas bagaimanakah solusinya, apabila kita tidak memiliki satu kesatuan pemahaman terhadap pertanyaan penyebab tercemarnya sungai citarum.

Solusinya serahkan saja ke pemerintah. Meskipun tanpa adanya kesepahaman penyebab tercemarnya sungai citarum, mereka dapat memberikan janji-janji palsu sesuka hatinya. 

Catatan pengakan hukum Citarum :
Melihat berbagai upaya penindakan oleh aparat TNI terhadap perusahaan yang DIDUGA mencemari sungai citarum di channel Youtube, sungguh sangat menyedihkan. Tuduhan aparat TNI tersebut sungguh tidak berdasar, dan menegaskan, bahwa kita ini hidup bukannya di Negara Hukum. Tapi di Negara Penegak Hukum. 
Penulis sangat ingin sekali mengetahui, apakah Markas TNI di seluruh Indonesia beserta Perumahan TNI telah memiliki fasilitas pengolahan air limbah domestik?. Atau pertanyaan lebih "hukum"nya lagi adalah, apakah bangunan kantor milik TNI telah memiliki dokumen lingkungan, baik Amdal atau UKL-UPL?.. Sehingga mereka dengan gagahnya mempertanyakan ketidakmampuan perusahaan untuk mengelola limbah?.

Kutipan terjemahan sebuah Buku tentang Hukum Lingkungan :
"Sebelum dengan penuh semangat mengeluarkan denda dan pelanggaran, kita harus mempertimbangkan kerumitan mematuhi ratusan halaman peraturan lingkungan federal dan negara bagian. Bahkan mantan administrator EPA, Carol Browner, telah menyebut skema pengaturan lingkungan saat ini “sistem hukum dan peraturan yang rumit dan sulit dan meningkatkan konflik dan kemacetan.” Pada tahun 1993 National Law Journal melaporkan bahwa dua pertiga dari pengacara korporat yang disurvei menunjukkan bahwa mereka perusahaan telah melanggar beberapa undang-undang lingkungan dalam satu tahun terakhir karena ketidakpastian dan kompleksitas, dan 70% percaya bahwa tidak mungkin untuk sepenuhnya mematuhi semua undang-undang lingkungan negara bagian dan federal ”(Volokh 1996).
Indikasi lain dari kompleksitas hukum lingkungan adalah pernyataan dari hakim tentang Konservasi Sumberdaya dan Pemulihan UU: "Orang-orang yang menulis ini harus masuk penjara" (Volokh 1996).
Kadang-kadang izin yang diamanatkan oleh undang-undang bahkan lebih kompleks daripada hukum itu sendiri. Sebagai contoh, izin Sistem Eliminasi Pembuangan Polutan Nasional yang disyaratkan oleh Undang-Undang Air Bersih seringkali berjalan hingga 100 halaman atau lebih, termasuk batasan efluen, metode pengambilan sampel, persyaratan pelaporan, dan pencatatan. Tidak mudah bagi industri untuk mematuhi peraturan yang sedemikian rumit, bahkan ketika berjuang untuk kewarganegaraan perusahaan yang baik. Dalam karir profesional saya, saya telah menghabiskan ratusan jam membaca peraturan berulang kali mencoba memahami apa artinya. Permintaan umum oleh pabrik-pabrik yang saya dukung adalah menafsirkan peraturan dan memasukkannya ke dalam Bahasa Inggris sehingga mereka dapat mengerti dan mematuhi.
Karena itu, kebijakan lingkungan yang efektif harus memperhitungkan sulitnya kepatuhan. Mengeluarkan denda dan hukuman karena tidak mematuhi peraturan yang sulit dipahami akan mengurangi tujuan meningkatkan kualitas lingkungan. Contoh ekstrem adalah kasus perusahaan kimia besar di Texas yang diancam dengan tuntutan hukum yang dapat mengakibatkan denda jutaan dolar karena ketidaksetujuan EPA dengan negara bagian Texas tentang interpretasi persyaratan polusi udara. "

Artinya, jikalau aparat TNI atau LSM atau Akademisi Universitas hendak mempertanyakan ketaatan atau kepatuhan hukum perusahaan, maka penulis hanya ingin memberikan catatan :
Apakah anda mengetahui peraturan lingkungan yang terkait dengan anda atau institusi anda? Misalnya,
Apakah Kantor atau sekretariat LSM atau Universitas telah mematuhi hukum lingkungan?, kepatuhan terhadap pemilahan sampah sebanyak lima jenis sampah, atau kepemilikan dokumen lingkungan Amdal, UKL-UPL atau SPPL untuk kantor sekretariat LSM?. Apakah anda pernah melihat di universitas anda telah memiliki fasilitas pengolahan sampah? atau memiliki pengolahan limbah domestik? melaksanakan uji emisi kendaraan bermotor miliki kantor atau dinas anda? dan masih banyak lagi yang lainnya.
Saya pribadi belum pernah melihat Badan Lingkungan Hidup di seluruh indonesia telah memiliki Fasiltas pemilahan 5 jenis sampah, apalagi melihat upaya pengolahan sampah secara mandiri sebagaimana amanat peraturan perundangan yang berlaku.
Belum lagi kalau kita berbicara secara personal/ individual, apakah kita tau bagaimanakah pengolahan Olie Bekas dari kendaraan bermotor kita? bagaimanakah membuang batu baterai bekas kita, bekas kemasan tinta catridge dari printer kita? atau kemasan bekas detergen atau pembasmi hama yang ada di rumah kita... Itu hukum bukan?
Intinya, kalau belum pernah mencoba taat hukum, jangan seenaknya menegakan hukum...

Apakah aparat TNI telah memiliki kapasitas penegakan hukum?, sehingga dianggap layak untuk diberikan wewenang dan merasa memiliki kapasitas untuk mendikte perusahaan dalam mengelola lingkungannya. Sudah seperti penyidik saja tingkahnya. Besok-besok mungkin bisa jadi jaksa atau hakim (di yutub banyak nih) sekalian.... wkwkwkwk.

Penulis tidaklah membela perusahaan, apalagi menyatakan bahwa perusahaan bukanlah biang keladi dari rusaknya ekosistem citarum. Namun keadilan harus tetap ditegakkan. Jangan asal menindak, tanpa memiliki dasar hukum yang kuat. 

Penulis pernah melihat sebuah publikasi, yang menyatakan bahwa pencemar terbesar sungai citarum adalah berasal dari limbah domestik atau limbah rumah tangga. Umumnya bersumber dari kegiatan, mandi dan mencuci oleh seluruh masyarakat. Bukannya air limbah perusahaan.

Kita sebagai masyarakat juga harus menggunakan panca indra kita. Kemanakah air got mengalir? Bukankah ke sungai!. Siapakah yang bertanggung jawab menyediakan saluran Got tersebut?. Pemerintah. Jadi siapakah pencemar terbesar sungai citarum?. Yah bisa kita jawab sendiri tentunya...

Dengan kata lain, meskipun seluruh industri tidak membuang limbah yang kotor ke sungai, yakinlah pencemaran sungai citarum akan tetap berlangsung.

Lanjutin kapan-kapan deh... wwkwkwk

Kasus Hukum Lingkungan Pencemaran Udara dan Taj Mahal

MC Mehta v Union of India, WP(C) 13381/1984 (the Taj Mahal case)
Kasus lingkungan Taj Mahal terjadi pada tahun 1984, dimana seorang aktivis lingkungan terkemuka MC Mehta menggugat pemerintah untuk melindungi bangunan Taj Mahal di India dari polusi udara. Tuduhannya adalah, bahwa emisi industri menyebabkan mengihtamnya marmer putih di beberapa tempat dan tumbuhnya jamur di dalam monumen. Mehta meminta diterapkannya langkah-langkah anti-polusi atau penutupan perusahaan industri yang menyebabkan polusi udara tersebut. Selama proses pengadilan, Mahkamah Agung mengeluarkan banyak perintah yang mengarahkan otoritas pusat, negara bagian dan lokal untuk melakukan langkah-langkah pengembangan dan pengaturan untuk perbaikan lingkungan dan perlindungan Taj Mahal.
Namun, baru pada tahun 1996 Pengadilan, menemukan bahwa industri di daerah tersebut secara aktif berkontribusi terhadap polusi udara.
Akhirnya pengadilan memerintahkan 292 industri yang mempergunakan bahan bakar batubara untuk beralih ke penggunaan gas alam atau memindahkan bisnis mereka di luar kawasan lindung, dengan keamanan kerja atau tindakan kompensasi diperlukan untuk karyawan.
Meskipun sejumlah pabrik patuh mematuhi perintah pengadilan tersebut, namun masih banyak pabrik lainnya yang mengabaikan perintah pengadilan, dengan mengklaim, bahwa biaya dari tindakan tersebut adalah penghalang.
Karena itu, pada tahun 1999, Pengadilan memerintahkan 160 pabrik tutup karena tidak mematuhi perintah dari pengadilan.
(Sumber : Kiss dan Shelton, Judicial Handbook Environmenal-Law, hlm.113)

Kasus ini menjadi salah satu contoh peran serta masyarakat, secara individual untuk melindungi bangunan cagar budaya terhadap ketidakberdayaan aparatur pemerintah. Selain itu, kasus ini menggambarkan salah satu dampak negatif akibat pencemaran udara terhadap benda cagar budaya.

Mahesh Chander Mehta, mengungkapkan :

“the Taj Mahal is dying—the marble cancer. I have gone to so many lawyers and nobody has taken my case.”.

"God directed me to the right path. It was all predestined and based on circumstance. After the incident, I just started walking, that is all."
M. C. Mehta, 1999

"It is too pure, too holy to be the work of human hands. Angels must have brought it from heaven and a glass case should be thrown over it to preserve it from each breath of air."
M. C. Mehta v. Union of India

Friday, 18 January 2019

Ironi Konservasi Harimau

Berita adanya kematian terhadap karyawan TNWC Tambling di Lampung akibat diterkam harimau seharusnya menjadi evaluasi mendalam pihak TNWC dalam pelaksanaan konservasi harimau di TNWC.
beritanya di :
https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/19/01/17/plhcv2380-melanggar-sop-karyawan-twnc-tewas-diterkam-harimau

berita lainnya di :
https://www.antaranews.com/berita/789027/karyawan-twnc-ditemukan-tewas-diterkam-harimau-di-lampung

Mungkin alat yang namanya GPS sangat mahal yah?,
Selain mahal, ternyata sama sulit sekali membetulkan alat yang namanya camera strap yah? Udah dari 2014 lhoo...
Jadinya nasib ribuan masyarakat dan tenaga kerja di sekitar situ gimana yah...

Keluhan adanya pelepas liaran harimau di Tambling sudah pernah disampaikan oleh masyarakat sekitar.
Baca : https://www.teraslampung.com/konservasi-harimau-di-hutan-tnbbs-membuat-warga-way-haru-susah-cari-makan/
Kutipannya :
"Sejak Agam dan Pangeran—dua harimau jantan asal Aceh—dilepaskan  di perbatasan desa, akhir Juli 2008, pejabat kecamatan dan pengelola Tambling Nature Wildlife Conservation (TNWC) melarang warga berada di luar rumah pada malam hari. Warga dilarang berada di luar rumah pada malam hari karena dikhawatirkan mereka akan dimangsa harimau."

Karenanya masyarakat yang takut, sudah meminta Pindah. Sayangnya yah sayang...
Ni berita tambahannya :
https://nasional.kompas.com/read/2008/07/27/18551561/takut.harimau.500.warga.minta.pindah

Jadi, sudah dari tahun 2008, atau satu dekade yang lalu lamanya, di awal pelaksanaannya, keberatan tersebut disampaikan. Namun bukannya evaluasi yang didapat, malahan pada tahun-tahun berikutnya Harimau kembali dilepas di Tambling.

Pada tahun 2017 saja, Jenderal Gatot, yang saaat itu menjabat Panglima TNI, bersama Pemilik Bapak Tommy Winata juga turut melepaskan harimau di Tambling.
Beritanya bisa dilihat disini : (https://www.merdeka.com/peristiwa/bersama-tommy-winata-jenderal-gatot-melepasliarkan-harimau-sumatera.html),
Kutipannya :
Bersama Tommy Winata, Jenderal Gatot melepasliarkan harimau Sumatera
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmatyo. ©2017 Merdeka.com
Merdeka.com - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo melepasliarkan harimau Sumatera bernama Mulli, di Tambling, Pesisir Barat, Lampung, Sabtu (10/6). Panglima TNI didampingi pengusaha nasional sekaligus pendiri Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC), Tommy Winata untuk melepasliarkan harimau Sumatera tersebut yang sebelumnya telah dipersiapkan.

Disini juga, dan ada videonya lho..
https://www.jpnn.com/news/lihat-nih-panglima-tni-lepas-harimau-sumatera

Pada Tahun 2015 juga dilepaskan 2 Harimau disana...
Beritanya :
"Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melepas liar dua harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Panti dan Petir, ke habitat aslinya di Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC), Lampung Barat"
Sumbernya :
https://www.beritasatu.com/lingkungan/253999-dua-menteri-lepasliarkan-dua-harimau-sumatera.html

Sumber lainnya :
https://www.republika.co.id/berita/koran/nusantara-koran/15/03/04/nko8ki13-dua-harimau-sumatra-dilepaskan?fb_comment_id=1061328667216384_1069375776411673

Sumber lainnya :
https://www.liputan6.com/news/read/2185101/2-harimau-sumatera-di-lampung-barat-dilepas-ke-habitatnya

Namun untuk semakin memperluas wawasan dan cakrawala kita terhadap konservasi harimau disana, mungkin ada baiknya baca berita yang ini :
https://nasional.kompas.com/read/2008/10/26/20173276/21.marga.pesisir.dukung.aksi.marga.belimbing

Atau searching dengan keyword konflik pulau belimbing.

Atau baca juga penelitian dari alamat ini :
https://media.neliti.com/media/publications/59085-ID-fungsi-sandiwara-amal-di-masyarakat-desa.pdf

KLHS Pegunungan Kendeng Tahap II - Lanjutan Kasus REMBANG

Bagaimanakah kelanjutan kasus semen Rembang.
Hasil KLHS ini seharusnya bisa memperjelas jawaban atas pertanyaan, yaitu :
Apakah semen indonesia bisa melanjutkan penambangan dan produksi semen di kabupaten Rembang???
Jawab sendiri-sendiri aja deh..., bisa dilihat sendiri dalam KLHS Tahap I dan Tahap II.

Saat ini sudah diselesaikan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kebijakan Pemanfaatan dan Pengelolaan Pegunungan Kendeng yang Berkelanjutan Tahap II. Kajian tersebut terdiri dari dua buku, yaitu :
1. KLHS Kebijakan Pemanfaatan dan Pengelolaan Pegunungan Kendeng yang Berkelanjutan Tahap II Vol.1. Link downloadnya disini (http://www.menlhk.go.id/downlot.php?file=KLHS_II_Vol_1-Final.pdf)
2. KLHS Kebijakan Pemanfaatan dan Pengelolaan Pegunungan Kendeng yang Berkelanjutan Tahap II Vol.2. Link downloadnya disini (http://www.menlhk.go.id/downlot.php?file=KLHS_II_Vol_2-Final.pdf)
Diakses tanggal 18 Januari 2019.

Sayangnya kehadiran KLHS Tahap II, yang pada tahun 2017 menjadi perdebatan hangat dan ditunggu-tunggu, saat ini seolah tiada artinya....
Mbuh kenapa. wkwkwkw.

Para Ahli yang susun juga DIAM. Gak ada suaranya. Beda waktu sebelum diminta jadi ahlinya...
Berikut ini daftar nama-nama ahli yang menyusun KLHS.
Ketua Pelaksana : Dr. Soeryo Adiwibowo (Pengelolaan Sumber Daya Alam & Lingkungan, IPB)
Anggota Pelaksana:
1. Dr. Budi Brahmantyo (Geologi, ITB)
2. Dr. Ir. Endrawati Fatimah, MPSt (Perencanaan Ruang, Trisakti)
3. Dr. Chay Asdak (Hidrologi, UNPAD)
4. Dr. Liyantono (Hidrologi, IPB)
5. Dr. Mahawan Karuniasa (Ilmu Lingkungan, UI)
6. Dr. Ricardo Simarmata (Hukum Agraria, UGM)
7. Prof. Dr. Agus Maladi Irianto (Antropologi, UNDIP)
8. Prof (Ris) Dr. Riwanto Tirtosudarmo (Demografi Sosial, LIPI)
9. Dr. Ernan Rustiadi (Perencanaan Pembangunan Wilayah Pedesaan)
10. Prof. Dr. Rahayu (Hukum HAM, UNDIP)
11. Dr. Aviasti. MSc (Analisis Sistem, UNISBA Bandung)
12. Dr. Prabang Setyono, M.Si (Biologi, UNS Solo)
13. Dr. Andrea Emma Pravitasari (Kebijakan Penggunaan Tanah dan Ruang, IPB)
14. Dr. Hartuti Purnaweni (Pengelolaan Sumber Daya Alam & Lingkungan, UNDIP)
15. Dr. Tjahyo Nugroho Adji (Geologi, UGM)

Nara Sumber: Wahyu Prasetyawan, PhD.
Asisten Peneliti:
1. Ir. Soni Wibi Yulianto
2. Alvin Fatikhunnada, S.T.
3. Joihot Rizal Tambunan, S.T.
4. Nandra Eko Nugroho, ST, MT
5. Handian Purwawangsa, S.Hut, M.Si
6. Titik Setiyo W., S.St
7. Imelda Kusuma Wardani, SP
8. Yeni Selfia, SSi, M.Si

Sayangnya nih. Hasil KLHS tahap 2 ini "jangan-jangan' tidak mampu menjawab secara tegas, pertanyaan pada awal tulisan ini.
Wkwkwkwk

Kenapa, padahal beberapa AHLI yang tersebut diatas, sebelumnya telah memberikan SERUAN, menolak pembangunan Semen Rembang lho....
Seruan Akademisi tersebut bisa dilihat di sini :
http://kirisosial.blogspot.com/2017/04/gabungan-akademisi-se-indonesia-menolak-pabrik-semen-di-kendeng.html
Butuh versi Pdf nya (ini) untuk penelitian, Klo gak bisa, Chat di comment aja...

Seandainya hasil seruan berbeda dengan hasil KLHS Tahap II, yah itu JELAS...
Membuktikan ketidakkonsistenan para akademisi terhadap kasus lingkungan hidup. 
Semoga para akademisi penyusun dan pemberi seruan tidak melakukan kebohongan dalam kajiannya yah... wkwkwkwk

Ironisnya hal tersebut juga terlihat dalam kasus Reklamasi Pantura. Dimana Seorang EMIL SALIM telah menegaskan, bahwa kajian lingkungan telah dilaksanakan dengan baik. Namun Isu nya masih saja Rame. Isu tentang penolakan reklamasi jakarta...

Thursday, 17 January 2019

Refleksi Hasil Proper 2018



Pada akhir tahun 2018 lalu, telah diumumkan hasil evaluasi Proper terhadap 1906 perusahaan , maka ditetapkan peringkat kinerja perusahaan pada PROPER periode 2017-2018 adalah sebagai berikut:
Hitam berjumlah 2 Perusahaan
Merah berjumlah 241 Perusahaan
Biru berjumlah 1454 Perusahaan
Hijau berjumlah 155 Perusahaan
Emas berjumlah 20 Perusahaan
Sementara 16 perusahaan perusahaan lainnya tidak diumumkan peringkatnya dikarenakan sedang menjalani proses penegakan hukum,  dan 18 perusahaan tutup atau tidak beroperasi.
Publikasi hasil penilaian Proper Tahun 2017-2018 secara rinci dapat di downoad di situs ini :(http://proper.menlhk.go.id/portal/?view=x&desc=0&collps=277)

Sayangnya KLHK tidak menyebutkan nama-nama 16 perusahaan yang sedang menjalani proses penegakan hukum tersebut dan 18 Perusahaan yang sedang tutup atau tidak beroperasi secara detail. Selain itu tidak juga diketahui bagaimanakah implikasinya terhadap keikutsertaan perusahaan dimaksud ada program Proper periode berikutnya. 

Berdasarkan pengalaman penulis, terkait kepesertaan Proper diketahui ada perusahaan yang berproduksi hanya beberapa hari saja dalam satu tahun, diikutsertakan dalam Proper.
Kriteria peserta Proper memang masih abstrak dan tidak jelas. Perusahaan Besar seperti Freeport yang selama ini menjadi isu nasional atau beberapa Perusahaan yang beroperasi dalam kawasan hutan lindung juga tidak terdaftar sebagai peserta Proper. Selain itu, milik PT. Pertamina Refinery Unit V Balikpapan yang tahun lalu menimbulkan pencemaran di teluk Balikpapan tidak terdaftar di dalam Peserta Proper.
(Mesti diteliti nih kenapanya??? wkwkwk)

Dari 1906 perusahaan tersebut terdiri dari 916 Agroindustri, 555 Manufaktur Prasarana Jasa, dan 435 Pertambangan Energi Migas.

Pada tahun 2018 ini upaya efisiensi energi mencapai 273,61 juta GJ, penurunan emisi GRK sebesar 38,02 juta ton CO2e, penurunan emisi udara sebesar 18,69 juta ton, reduksi LB3 sebesar 16,34 juta ton, 3R limbah non B3 sebesar 6,83 juta ton, efisiensi air sebesar 540,45 juta m3, penurunan beban pencemaran air sebesar 31,72 juta ton dan berbagai upaya perlindungan keanekaragaman hayati seluas 55.997 ha.

Upaya efisiensi dan perbaikan tersebut kemudian dikonversi menjadi penghematan biaya, yakni sebesar Rp287,334 Trilyun.

Pada tahun 2018 ini tercatat Rp. 1,53 Trilyun bergulir dimasyarakat untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat, yang menunjukan adanya penurunan dibanding dengan tahun tahun sebelumnya. Namun KLHK Mengklaim, bahwa PROPER berhasil mengubah paradigma  program  CSR  yang  bersifat  charity menjadi program yang berorientasi pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat mandiri yang mampu mengatasi masalah sosial ekonominya sendiri.

Tahun ini tercatat terdapat 542 inovasi yang berasal dari:
(1) upaya efisiensi energi sebanyak 135 inovasi;
(2) efisiensi dan penurunan beban pencemaran air 65 inovasi;
(3) penurunan emisi 72 inovasi;
(4) 3R Limbah B3 95 inovasi;
(5) 3R Limbah padat non B3 53 Inovasi;
(6) keanekaragaman hayati 66 inovasi; dan
(7) upaya pemberdayaan masyarakat sebanyak 56 inovasi.

Pada tahun 2018 ini, PROPER menambahkan kriteria penilaian kontribusi perusahaan terhadap pencapaian SDGs. Hasilnya adalah dari 437 industri calon kandidat hijau, terdapat 8474 kegiatan yang menjawab tujuan SDGs, dengan kontribusi setara Rp. 38,9 Triliun.
Sedangkan terkait sanksi penegakan hukum atau upaya yang akan ditempuh terhadap perusahaan berperingkat Merah dan Hitam tidak disampaikan oleh KLHK.

Beberapa kejanggalan dalam Proper antara lain, yaitu :
Tidak diikutsertakannya usaha Rumah Sakit. Padahal sudah sering terjadi pencemaran Limbah B3 dari jenis usaha atau kegiatan ini. Banyak berita yang telah memberikan keterangan terjadinya pembuangan limbah B3 illegal yang bersumber dari rumah sakit yang ada di Indonesia.
Ini berita :
https://www.mongabay.co.id/2014/12/04/proper-2014-21-perusahaan-hitam-sembilan-itu-rumah-sakit/
https://ekonomi.bisnis.com/read/20160105/257/506977/7-rumah-sakit-masuk-peringkat-hitam-proper-2014-2015
Kutipan beritanya, : 
Kebanyakan rumah sakit ini tidak memiliki incenerator atau alat untuk membakar limbah padat.
"Rumah sakit kan bikin orang sehat. Tenaga medisnya udah bagus, ruangannya udah kayak hotel tapi enggak punya pengolahan limbah," kata Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Karliansyah.
 Sesuai dengan UU No. 32 tahun 2009, perusahan yang masuk dalam daftar hitam ini akan dikenai sanksi administrasi terlebih dahulu untuk memenuhi standar amdal. Jika sampai tenggang waktu yang diberikan perusahaan belum bisa memenuhi, akan diserahkan ke Dirjen Penegakan Hukum sebagai sanksi pidana.

Perlibatan Pihak Ketiga. Proper selama ini seolah mengabaikan partisipasi dari LSM atau Organisasi di Bidang Lingkungan.
1. https://www.beritasatu.com/nasional/19782-lsm-tolak-proper-2011-klh.html
2. https://www.mongabay.co.id/2012/12/11/walhi-kirimi-menteri-balthasar-surat-protes-proper-hijau-lapindo-brantas/
3. https://gosulsel.com/2019/01/08/walhi-sulsel-pt-vale-mestinya-masuk-daftar-merah/ (diakses 18 Januari 2019), Kutipannya :
“Menurut catatan kami (Walhi Sulsel), harusnya ada beberapa perusahaan yang masuk kategori merah, tapi malah dapat biru. Seperti PT Vale di Luwu Timur dan satu perusahaan di daerah Bantimurung,Maros,” pungkasnya."

Blog Baru...

Sehubungan blog yang lama di wordpress gak bisa log in lagi. Jadi buat Blog baru lagi nih.
Mumpung masih nganggur dan butuh sarana baru untuk curhat... wkwkwk
Sekalian nambah-nambahin sarana untuk mendokumentasikan dan mempublikasikan berbagai kasus lingkungan hidup (Environmental Law) di Indonesia...