Thursday, 20 May 2021

Rain Garden (Taman Hujan)

Rain Garden Taman (Taman Arsitektur, Geodesi, Sipil) AGS, Fakultas Teknik UGM

Saat ini sekitar 55% warga dunia tinggal di perkotaan. PBB menyebutkan bahwa pada 2050, proporsi tersebut akan meningkat menjadi 68%. Hal ini berarti tekanan terhadap lingkungan kota yang saat ini sudah cukup besar nantinya akan semakin meningkat. Salah satu karakteristik khas perkotaan adalah masalah lingkungan yang berkaitan dengan air: banjir, kurangnya air bersih, pencemaran air, dan penurunan permukaan air tanah.

Permasalahan kawasan kota yang berkaitan dengan air ini erat kaitannya dengan penambahan luasan permukaan yang tak dapat ditembus air (impervious surfaces) seperti jalan beraspal, paving, perumahan, dan sebagainya. Hal ini mengganggu daur hidrologi alami karena air hujan tidak dapat sepenuhnya diserap oleh tanah.

Salah satu solusi atas permasalahan hidrologi perkotaan ini adalah penerapan rain garden. 

Istilah rain garden (taman hujan) sudah mulai dikenal dan didiskusikan di media bertema arsitektur dan lingkungan di Indonesia. Namun masyarakat pada umumnya belum mengenal baik apa yang dimaksud dengan rain garden. Hal ini mungkin disebabkan oleh minimnya penerapan rain garden di kota-kota di Indonesia yang dapat dilihat langsung oleh masyarakat.

Beberapa negara yang pengelolaan air hujannya lebih maju seperti Australia, Amerika, Kanada, Inggris dan Singapura telah menjadikan rain garden bagian penting kota-kota mereka. Rain garden ada di pinggir jalan, kawasan industri, area pertokoan dan halaman rumah.

Rain garden di negara-negara tersebut adalah salah satu bagian dari infrastruktur hijau yang terbukti efektif dalam mengelola limpasan air hujan di perkotaan. Penanganan limpasan air hujan dengan teknologi infrastruktur hijau ini dikenal sebagai WSUD (Water Sensitive Urban Design), LID (Low Impact Development) atau SuDS (Sustainable Drainage System).

Rain garden adalah taman dengan vegetasi yang didesain untuk mengumpulkan limpasan air hujan (limpasan permukaan) dari area di sekitarnya. Karena berfungsi sebagai pengumpul limpasan air hujan, maka bentuk taman ini adalah cekungan yang pada umumnya dangkal. Desainnya memungkinkan limpasan air hujan untuk masuk, meresap, menggenang sementara, dan mengalir keluar jika volume limpasan lebih besar dari kemampuan rain garden menampungnya.

Cara paling baik untuk memahami sistem ini adalah dengan melihatnya langsung. Rain garden yang telah beroperasi dan dapat dikunjungi publik di Yogyakarta ada di Universitas Gadjah Mada. Fakultas Teknik UGM memiliki taman yang dilengkapi cekungan-cekungan rain garden ini di kampusnya di Jl. Grafika No.2.

Taman bernama Taman AGS (kependekan dari Taman Arsitektur, Geodesi, Sipil) ini dibangun pada 2018, berluas 2600 m2, dan memiliki enam cekungan rain garden di bagian tengah taman dan beberapa cekungan memanjang pada tepian taman tersebut. Penerapan rain garden di Taman AGS ini adalah gagasan Ir. Didik Kristiadi, MLA., M.Arch.UD., dosen Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik UGM yang menaruh perhatian akademis di bidang desain urban berkelanjutan.

Penulis: Syafni Sukmana, 30 March 2020

Sumber : https://ft.ugm.ac.id/rain-garden-taman-ags-ft-ugm/


No comments:

Post a Comment