Proyek Rempang, yang belum memiliki Sertifikat Hak Pengelolaan Lahan, FAKTAnya sudah memaksa warga Rempang untuk meninggalkan tempat tinggalnya paling lambat tanggal 20 September 2023.
Bahkan Badan Pengusahaan (BP) Batam telah mengeluarkan pernyataan kepada masyarakat Rempang, bahwa Pulau Rempang wajib dikosongkan pada tanggal 28 September 2023.
Padahal menurut siaran pers Ombudsman:
Hasil
dari investigasi Ombudsman, warga tetap menolak relokasi yang dilakukan
oleh BP Batam. “Warga sudah turun temurun berada di Pulau Rempang,
selain itu juga tidak adanya jaminan terhadap mata pencaharian warga,”
terang Johanes.
Temuan lain, Johanes mengatakan bahwa belum ada dasar
hukum terkait ketersediaan anggaran baik itu terkait pemberian
kompensasi dan program secara keseluruhan. “Berdasarkan keterangan dari
BP Batam, terkait dengan pemberian kompensasi berupa rumah pengganti
maupun uang tunggu dan hunian sementara bagi warga terdampak, memerlukan
dasar hukum agar program berjalan,” ucapnya.
Selain itu, Ombudsman juga menemukan bahwa Pemkot Batam belum menetapkan batas seluruh perkampungan tua di Batam.
Anehnya, menurut Kepala Biro Humas, Promosi, dan Protokol BP Batam Ariastuty Sirait mengatakan, 317 keluarga telah mendaftar pindah ke hunian sementara. Selagi menunggu pembangunan kawasan realokasi, warga disediakan rumah singgah. Selain itu, ada uang kompensasi berupa uang tunggu Rp 1,2 juta per kepala dan uang sewa rumah Rp 1,2 juta per keluarga (Kompas).
Tidak tahu darimana anggaran kompensasi tersebut berasal.
Bahkan BP Batam yang baru mengajukan dana ke kementerian, sudah berani menyatakan, bahwa besaran alokasi dana untuk kompensasi dari uang negara sebesar 1,6 Triliun. Padahal besaran tersebut barulah besaran yang diajukan kepada kementerian keuangan, dan belum disetujui.
Berita tertanggal 15 September tersebut tentu berbeda dengan hasil pemeriksaan Ombudsman, yang disampaikan dalam konferensi pers Ombudsman, Rabu 27 September Tahun 2023, di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan.
Tragisnya, berdasarkan keterangan Polres Barelang, saat ini sebanyak 35 orang telah ditetapkan sebagai tersangka terkait peristiwa kericuhan unjuk rasa di Kantor BP Batam pada tanggal 11 September 2023.
Warga yang memiliki HAK atas tempat tinggalnya bernasib pahit harus mendekam di tahanan akibat dari tindakannya untuk memperjuangkan tempat tinggalnya. Warga pada dasarnya telah menolak relokasi yang dipaksakan oleh BP batam paling lambat tanggal 20 September 2023.
Terkait
adanya penahanan warga, Ombudsman secara tegas meminta agar warga
dibebaskan. “Kami meminta Kepolisian Resor Barelang segera membebaskan
atau memberikan penangguhan penahanan bagi warga yang masih ditahan
sesuai ketentuan,” ucap Johanes. Ombudsman menangkap adanya keluhan
warga atas hadirnya kepolisian saat sosialisasi. “Berdasarkan keterangan
warga Pulau Rempang, adanya kehadiran aparat keamanan yang bersenjata
lengkap berdampak kepada tekanan psikis dan rasa khawatir warga,” terang
Johanes.