Saturday, 26 September 2020

Kerugian Masyarakat Akibat Hewan Yang Dilindungi - Tanggung Jawab Siapa? - Draft

Keberadaan sumber daya alam hutan seharusnya memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya. Namun, apabila kelestarian hutan mengalami kerusakan, alih-alih memberikan dampak positif, keberadaan hutan justru menimbulkan bencana banjir, tanah longsor. Selain itu juga terdapat bencana lainnya, yaitu bencana akibat amukan satwa liar dilindungi seperti Gajah atau Harimau seperti yang sering terjadi di pulau Sumatera dan bencana Orang Utan di pulau Kalimantan. Salah satu bencana yang masih terus berlangsung adalah bencana Gajah. 

Kematian dua (2) ekor Gajah Sumatera pada pertengahan Oktober 2017 lalu, di Desa Seumanah Jaya, Kecamatan Rantau Peureluak, Kabupaten Aceh Timur karena tersetrum pagar listrik di kebun warga, kembali menambah panjang daftar kematian Gajah Sumatera akibat “Bencana Gajah”.

Bencana gajah menggambarkan konflik antara masyarakat dan satwa gajah, yang terjadi setiap tahun sejak 1980-an ini. Bencana Gajah tak jarang menimbulkan korban jiwa, baik dari pihak masyarakat sekitar areal konservasi Gajah Sumatera ataupun korban terhadap satwa dilindungi, yaitu Gajah Sumatera. Lucunya, selama ini solusi  dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat cenderung bersifat reaktif dan tidak komprehensif. Sehingga bencana gajah terus terulang setiap tahunnya.

Salah satu penyebab utamanya adalah alih fungsi habitat alami Gajah di kawasan konservasi oleh manusia. Akibatnya Gajah kemudian keluar kawasan konservasi, untuk mencari makan yang kemudian menimbulkan konfllik dengan masyarakat sekitar. Kehadiran gajah liar yang berasal dari kawasan konservasi ke pemukiman tentu sangat meresahkan masyarakat sekitar kawasan konservasi. 

Sehingga berbagai upaya untuk menghalau Gajah dilakukan oleh masyarakat, seperti membuat parit, bunyi-bunyian, pagar, pagar berlistrik serta upaya terakhir yaitu meracuni gajah atau membunuh Gajah yang seharusnya dilindungi tentu dapat saja menjadi pilihannya. 

Namun tak jarang pula kehadiran gajah diirini kerugian akibat rusaknya rumah atau tanaman pertanian dan perkebunan, seperti singkong, sawit, karet dan kopi milik masyarakat, baik perusahaan maupun orang perorangan yang tinggal di sekitar areal konservasi. Kerugian tersebut akan selalu mengiringi apabila konflik terjadi. Sampai saat ini tidak diketahui apakah ada pihak yang bertanggung jawab atau bentuk ganti kerugian kepada masyarakat. 

Baik kementerian lingkungan hidup, badan lingkungan hidup di daerah, serta pengelolaa kawasan konservasi, tidak pernah menyatakan menjadi pihak yang bertanggung jawab terhadap kerugian akibat satwa dlindungi dari kawasan konservasi.

Tidak adanya ganti kerugian telah menjadikan konflik satwa dilindungi menjadi bencana bagi masyarakat. Bencana lingkungan akibat satwa dilindungi.



No comments:

Post a Comment