Polusi sampah (waste pollution) adalah krisis global yang semakin meningkat kuantitas dan kompleksitasnya, sehingga mengganggu ekosistem dan masyarakat. Masyarakat dan gaya hidup modern berkisar pada pendekatan ambil-buat-sampah, yang semakin menjauhkan keseimbangan dari masa depan yang berkelanjutan.
Mulai dari sisa makanan dan kemasan hingga puing-puing konstruksi dan limbah pertanian, limbah industri merupakan produk sampingan yang tidak disengaja dari konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan. Berikut dideskripsikan beberapa bentuk utama polusi sampah (waste pollution).
Limbah Padat Perkotaan (municipal solid waste)
Setiap tahunnya, umat manusia menghasilkan 2,1 miliar ton sampah kota (municipal solid waste/ MSW), yang dapat dibagi menjadi enam kategori utama, seperti tekstil, kayu, karet, kulit, produk kebersihan rumah tangga dan pribadi, dan banyak lagi. Parahnya, sebanyak 2,7 miliar orang tidak memiliki akses terhadap pengumpulan sampah padat secara global. Tanpa tindakan segera, produksi sampah perkotaan akan membengkak menjadi 3,8 miliar ton per tahun pada tahun 2050.
Limbah industri
Pabrik, perusahaan komersial, dan operasi skala besar lainnya menghasilkan berbagai macam limbah, termasuk logam berat, plastik, bahan kimia, dan kertas. Komposisi dan kuantitas limbah industri dan komersial sangat berbeda-beda di setiap lokasi, sehingga diperlukan pendekatan khusus dalam pengelolaan limbah. Misalnya, negara-negara berpendapatan tinggi menghasilkan 43 kilogram limbah industri per orang per hari, dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan menengah ke bawah, yang menghasilkan 0,36 kilogram limbah industri per orang per hari. Berdasarkan tren saat ini, limbah industri akan terus meningkat, terutama di negara-negara berpenghasilan tinggi, karena rantai pasokan global memungkinkan konsumsi yang lebih besar.
Konstruksi dan pembongkaran
Beton, logam (baja dan aluminium), plastik dan kayu merupakan beberapa produk sampingan dari konstruksi dan pembongkaran, yang menghasilkan emisi karbon yang signifikan. Konstruksi dan pembongkaran menyumbang 37 persen emisi gas rumah kaca. Tanpa adanya tindakan, jumlah ini akan terus meningkat untuk mengakomodasi populasi global yang semakin mengalami urbanisasi.
Polusi udara
Hal ini mengacu pada emisi dari pengelolaan limbah yang tidak memadai atau tidak ada sama sekali. Limbah makanan dan tempat pembuangan sampah merupakan sumber utama gas metana, gas rumah kaca yang memiliki potensi pemanasan global 25 kali lebih besar dibandingkan karbon dioksida dan menghambat jasa ekosistem. Urbanisasi yang cepat dan tidak berkelanjutan, ditambah dengan infrastruktur pengelolaan sampah yang tertinggal, memperburuk polusi udara, yang menyebabkan kematian 6,7 juta orang per tahun. Mengatasi krisis sampah secara holistik akan memungkinkan kita untuk #MengalahkanPollusi Udara secara kolektif.
Dampak urbanisasi
Meningkatnya daya beli dan pesatnya urbanisasi telah mengubah pola produksi dan konsumsi secara signifikan, menjadikan lebih banyak pilihan produk yang lebih mudah tersedia bagi kelompok konsumen yang lebih besar secara global.
Urbanisasi, bagaimanapun, adalah salah satu dari lima pendorong utama perubahan lingkungan. Kota yang setara dengan ukuran Paris dibangun setiap minggu, dan sebagian besar puing-puing konstruksi dan pembongkaran dibuang ke tempat pembuangan sampah, sehingga mengganggu udara, tanah, dan air. Hubungan migrasi dari desa ke kota juga berarti biaya transportasi meningkat karena diperlukan lebih banyak kemasan untuk mengangkut makanan, obat-obatan, dan barang-barang mudah rusak lainnya dengan aman dalam jarak jauh. Kemasan plastik ekstra, meskipun digunakan untuk menjaga produk tetap segar dan suhunya terkontrol, namun berkontribusi terhadap sejumlah besar sampah yang seringkali tidak dapat didaur ulang.
Sumber: https://www.unep.org/interactives/beat-waste-pollution/